Selasa, 15 Mei 2018

Kekristenan bukan sekedar kepercayaan pada doktrin-doktrin saja.

Kehidupan Kristen bukanlah sekadar masalah mempercayai beberapa doktrin tertentu. Sungguh mengherankan melihat banyak orang Kristen yang masih membayangkan bahwa menjadi orang Kristen itu hanya sekadar masalah mempercayai kebenaran beberapa doktrin tertentu. Aku percaya pada pokok nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan tampaknya, semakin panjang daftar pokok yang Anda percayai, maka Anda akan menjadi semakin religius dan rohani. Seolah-olah perkara menjadi orang Kristen itu hanya sekadar masalah mempercayai hal-hal yang benar saja. Saya tidak mengatakan bahwa mempercayai hal-hal yang benar itu tidak baik. Sangatlah penting untuk mempercayai hal-hal yang benar, akan tetapi itu bukan intinya menjadi orang Kristen. Tentu saja, banyak organisasi yang memiliki bentuk pengakuan iman masing-masing, dan sangatlah penting untuk mengetahui apa sebenarnya hal yang mereka yakini itu, akan tetapi itu semua belumlah mencakup keseluruhan hal menjadi orang Kristen.

Orang Kristen macam apakah Anda? Apakah Anda jenis orang Kristen yang merasa bahwa Anda ini orang ortodoks, Anda adalah orang Kristen injili yang baik karena Anda telah mempercayai pokok-pokok tertentu dengan tepat? Oleh karena itu, Anda merasa telah menjadi orang Kristen yang baik. Apakah itu makna menjadi orang Kristen? Tidak sama sekali. Anda bisa saja mempercayai segala hal yang benar, namun Anda belum menemukan jalan menuju Kerajaan Allah. Saya akan sampaikan sekali lagi: dengan sekadar mempercayai hal-hal yang benar, Anda tidak akan menemukan jalan menuju Kerajaan Allah.

Yakobus di dalam suratnya telah menyampaikan hal ini dan merupakan suatu tragedi melihat betapa sedikitnya orang yang telah mempelajari surat Yakobus. Surat Yakobus itu sangatlah penting, terutama bagi umat zaman sekarang ini. Yakobus berkata, “Kamu katakan bahwa kamu percaya? Apa bukti dari kepercayaanmu? Kamu percaya bahwa hanya ada satu Allah? Itu memang baik. Namun kuberitahu kamu, bahkan setan juga percaya akan hal itu. Dan dia bukan sekadar tahu bahwa hanya ada satu Allah. Dia tahu bahwa Allah itu memang satu. Dia tahu bahwa Allah itu maha kuasa. Dia tahu bahwa Allah telah mengorbankan Anak-Nya di kayu salib. Dia tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah. Dia tahu semua ini. Dia juga percaya. Dia percaya karena dia tahu persis akan hal-hal itu.” Demikianlah, Yakobus sebenarnya sedang berkata, “Di mana letak kelebihanmu dibandingkan setan?” Anda mungkin berkata, “Itu terlalu berlebihan. Aku rasa, aku ini masih lebih baik daripada setan.” Oh, jangan terburu-buru membuat kesimpulan.

Yakobus melanjutkan dengan berkata, “Kamu harus membuktikannya lewat kehidupanmu.” Itulah hal yang gagal dilakukan oleh setan. Dia percaya semua hal itu tetapi dia tidak menaati Allah, dia tidak menyembah Allah, dia tidak mengikut Allah. Dia memang percaya bahwa semua itu benar. Namun dia tidak menerapkannya. Anda mempercayai semua itu tetapi apakah Anda menerapkan semua yang Anda yakini? Tindakan atau perbuatan iman itulah yang membuktikan keaslian iman. Jika tidak, Anda mungkin hanya sekadar berkata, “Aku percaya semua itu,” lalu apa tindakan Anda? Anda pergi keluar, bertengkar ke sana kemari dengan saudara-saudari Anda, Anda berkelahi satu sama lain, Anda saling mengkritik, Anda saling menjegal. Ketika saudara atau saudari Anda sedang dalam masalah, Anda tidak mau menolong mereka. Sepanjang hari, Anda menjalani hidup yang mempermalukan Allah, dan di atas semua ini, Anda berkata, “Aku orang Kristen karena aku percaya semua doktrin injili.” Astaga, Anda tidak akan pernah menemukan jalan menuju Kerajaan Allah dengan cara ini.

Lalu apa persyaratannya?
Di dalam surat Filipi kita menemukan empat macam gambaran tentang orang Kristen. Di pasal satu, gambaran pertama tentang orang Kristen adalah gambaran seorang prajurit. Seorang prajurit bertempur dan dia tahu untuk apa dia bertempur. Dia tidak sekadar berkata bahwa dia percaya pada hal ini dan itu. Dia maju berperang dengan perlengkapan perang yang lengkap (Efesus pasal 6).

Di pasal 2, kita menemukan bahwa seorang Kristen adalah persembahan yang hidup. Suatu persembahan yang hidup – darahku dicurahkan. Pernahkah Anda berpikir seperti itu? Berapa banyak dari antara Anda yang menyadari bahwa kehidupan Kristen itu adalah perkara menjadi korban curahan? Perhatikanlah kata-kata, persembahan iman. Apakah artinya kata-kata itu? Persembahan dari imanmu? Apa itu persembahan? Apakah yang dipersembahkan oleh iman kepada Allah? Apakah yang bisa Anda persembahkan? Apa lagi yang bisa kita persembahkan selain diri kita? Selanjutnya Paulus menyatakan terang-terangan di Roma 12:1 bahwa kita adalah persembahan yang hidup. Hal ini bukanlah suatu pilihan tambahan bagi setiap orang Kristen. Hal tentang menjadi persembahan bukankah sesuatu yang bisa Anda ambil atau Anda tinggalkan. Kita semua harus menjadi persembahan yang hidup. Anda bahkan belum menjadi seorang Kristen sampai Anda menjadi persembahan yang hidup. Tahukah Anda akan hal ini? Menjadi persembahan bukanlah sesuatu yang bisa Anda pilih sesuka hati Anda, lalu Anda akan tetap diselamatkan pada akhirnya.

Persembahan iman – ini berarti iman itu sendiri adalah suatu persembahan. Iman itu tidak ada apa-apanya jika ia sendiri tidak merupakan persembahan. Apakah iman itu? Apakah Paulus menyatakan bahwa iman itu sekedar suatu pengakuan hampa saja? Sekalipun itu adalah suatu pengakuan yang tulus, tetapi apakah tetap iman jika tidak disertai kehidupan?

Bukankah gereja di zaman sekarang ini sering kali justru terlihat memalukan di mata dunia? Apakah Anda kadang kala tidak merasa malu untuk berkata di depan orang-orang non-Kristen bahwa Anda ini orang Kristen – bukan karena Anda malu karena Kristus tetapi karena seringkali Anda merasa malu pada kesaksian yang diberikan gereja? Oh, sungguh tragis! Sungguh menyedihkan!

- Matius 10:37-38 "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaku, ia tidak layak bagiku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaku, ia tidak layak bagiku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak layak bagiku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena aku, ia akan memperolehnya.”

Renungkan ayat ini. Apakah saya membuat Injil menjadi sukar? Apakah saya mau mengatakan bahwa menjadi orang Kristen itu sukar? Bukan saya yang mengatakannya. Siapakah saya ini, orang yang bukan siapa-siapa, yang berani mengambil tanggung jawab sebesar ini di hadapan Allah? Namun sudah menjadi tanggung jawab saya untuk menyampaikan kepada Anda apa yang Yesus katakan.

Di sini Paulus menguraikan di dalam surat Filipi tentang hal yang persis sama dengan yang dikatakan oleh Yesus – hal memikul salib dan mengikut dia. Telitilah Filipi pasal 2. Apakah yang disampaikan di bagian yang pertama? Bagian pertama ini memberitahu kita tentang Yesus, apakah yang dia perbuat? Dia merendahkan dirinya dan menjadi taat, taat sampai di mana? Sampai mati di kayu salib. Ya, dan Paulus melanjutkan dengan berkata, “Demikian pula, kita harus memikul salib kita dan mengikut dia.” Lalu, di Filipi 2:5, tertulis, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Pikiran apa itu? Pikiran tentang hal memikul salib. Paulus sekadar menguraikan firman Yesus di Matius 10:38 – “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak layak bagiku.” Kata-kata itu muncul di sepanjang Injil, bukan hanya di dalam Matius. Firman ini muncul dua kali di dalam Matius – ucapan yang sama muncul lagi di Matius 16:24 dengan bentuk yang sedikit berbeda, dalam bentuk yang lebih kuat penekanannya. Demikianlah, kita dapati bahwa hal menjadi seorang Kristen itu berarti memikul salib dan mengikut Yesus. “Kalau kamu tidak mengerjakan hal ini,” kata Yesus, “kamu tidak dapat menjadi muridku.” Menjadi seorang Kristen bukanlah hal yang mudah. Anda harus memahami hal ini. Dan saya ingin menyampaikaan hal ini dengan setulusnya kepada Anda. Sekarang ini, karena Injil seringkali diberitakan tidak seperti yang disampaikan oleh Yesus, lalu yang kita dapatkan bukannya orang Kristen yang merupakan prajurit atau persembahan yang hidup tetapi sekumpulan turis.

Demikianlah, kita justru menemukan hal ini di dalam Filipi pasal 2. Sebelas ayat yang pertama memberitahu kita bahwa Yesus telah memikul salib. Dia bukan sekadar bersedia melakukan itu tetapi dia benar-benar menyerahkan hidupnya di sana bagi kita. Dan Paulus berkata, “Sekarang, kamu sebagai orang-orang Kristen, memiliki kewajiban, dan juga kesempatan istimewa untuk bisa memiliki pikiran yang sama dengan Yesus. Artinya, kamu bukan sekadar dipanggil untuk percaya kepada dia, tetapi juga untuk menderita bagi dia. Inilah yang kita maksudkan dengan pengabdian total – bersedia untuk menghadapi malunya penderitaan di kayu salib, penderitaan salib dan membayar harga salib. Ini adalah hal mendasar yang perlu Anda pahami.

Kunci surat Filipi adalah sukacita. Anda tidak akan pernah memiliki sukacita dari Tuhan, sampai Anda tahu apa artinya menjadi persembahan, yaitu mempersembahkan diri Anda sepenuhnya di mezbah Allah, dan kepada Allah. Hanya dengan melalui hal itu baru Anda memiliki kuasa. Banyak orang Kristen yang berkata, “Saya belum mendapatkan kuasa untuk melayani Allah.” Dari mana Anda bisa mendapatkan kuasa itu jika Anda belum melakukan yang ini dulu? Inilah inti dari seluruh persoalan. Anda harus memahami hal ini. Kecuali jika Anda sudah memegang hal ini dengan benar, Anda tidak akan bisa beres sama sekali. Para hamba Allah yang hebat dari Tiongkok telah mengajari saya hal ini. Dan saya mendapatkan kesempatan istimewa untuk belajar di kaki mereka bahwa jika Anda belum menempatkan diri Anda di altar, maka Anda tidak akan memiliki kuasa.