Senin, 29 Juli 2013

Dikaruniai untuk Melayani.

Baca: Roma 12:3-13.

By. YWAM

Suatu hari saya menyadari bahwa kaki kanan saya melakukan semua pekerjaan menginjak pedal ketika saya mengendarai mobil saya yang bertransmisi otomatis.
Hanya kaki kanan saya yang menginjak gas dan rem, kaki kiri saya tidak melakukan apa pun.
Apa yang akan terjadi jika saya memutuskan bahwa agar adil, kaki kiri saya harus mengambil alih fungsi kaki kanan saya di tengah perjalanan?
Jika anda belum pernah melakukannya, saya harap anda tidak mencobanya.


Jika kita saja tidak menuntut kesetaraan fungsi dari anggota-anggota tubuh kita, mengapa justru kita terkadang menuntutnya dari orang-orang gereja?
Kelihatannya hal inilah yang dihadapi oleh jemaat pada abad pertama di Roma.
Sebagian dari orang menganggap diri mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang lain (Roma 12:13).
Hanya karena mereka mengerjakan hal-hal yang tidak dikerjakan oleh orang lain.

Namun Paulus mengingatkan kita bahwa "tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama." (ayat 4).
Kita diberi karunia sesuai dengan kasih karunia yang dianugerahkan Allah kepada kita (Ayat 6).
Allah memberikan kita beragam karunia itu untuk melayani sesama, bukan diri kita sendiri (Ayat 6-13).
Pelayanan kita haruslah ditandai dengan sikap tekun dan penuh semangat, karena kita sedang melayani Tuhan, bukan manusia (Ayat 11).

Oleh sebab itu, janganlah kita melihat apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh orang lain.
Lihatlah bagaimana Allah dapat memakai Anda di dalam kerejaan-Nya hari ini, Allah telah mengaruniai Anda tetap sesuai kehendak-Nya (Ayat 3).

"Tidak semua punya peran yang sama di ladang Allah, tetapi kita semua harus bersatu padu dalam melayani."

Kamis, 25 Juli 2013

Ciri Orang Yang Menghayati Doa

Henri Nouven
Hidup orang-orang yang menghayati doa sebagai satu-satunya yang perlu, menunjukkan bahwa tiga "peraturan" selalu ditaati; membaca sabda Allah secara kontemplatif, mendengarkan suara Allah dalam keheningan, taat mempercayakan diri kepada seorang pembimbing rohani. Tanpa Kitab Suci, tanpa saat hening dan tanpa seorang pun yang mengarahkan kita, maka jalan kita menuju kepada Allah sangat berat dan bahkan tidak mungkin.
Pertama-tama, kita harus sungguh-sungguh memperhatikan sabda Alalh sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci. Santo Augustinus bertobat waktu dia menanggapi apa yang dikatakan oleh seorang anak: "Ambil dan bacalah, ambil dan bacalah".
Waktu dia mengambil Kitab Suci dan mulai membacanya adalah hal pertama yang harus kita kerjakan untuk membuka diri kita kepada panggilan Allah. Membaca Kitab Suci tidaklah semudah seperti kelihatannya karena lingkungan akademis kita membuat kita cenderung untuk membuat apa saja dan semua saja yang kita baca sebagai bahan analisis dan diskusi. Tetapi sabda Allah pertama-tama harus membawa kita kepada kontemplasi dan meditasi. Kita meresapnya; bukannya memikirkan apakah kita setuju atau tidak, tetapi menemukan manakah sabda yang langsung disabdakan kepada kita dan menghubungkannya dengan sejarah hidup pribadi kita. Bukannya berpikir bahwa sabda Allah itu dapat menjadi bahan yang menarik untuk dialog atau makalah, tetapi bersedia untuk membiarkan sabda merasuk ke dalam sudut-sudut hati kita yang paling tersembunyi, ke tempat yang belum pernah disentuh oleh sabda-sabda apa pun yang lain. Kalau demikian, dan hanya kalau demikian, sabda dapat menghasilkan buah sebagaimana benih yang ditaburkan dalam tanah yang subur. Hanya kalau demikian kita sungguh-sungguh dapat "mendengar dan mengerti" (Mat. 13.23)
Kedua, kita membutuhkan saat hening di hadirat Allah. Meskipun kita mau menjadikan seluruh waktu kita waktu bagi Allah, kita tidak akan pernah berhasil kalau kita tidak menyisihkan barang satu menit, satu jam, satu pagi, satu hari, satu minggu, satu bulan atau beberapa waktu saja bagi Allah, hanya bagi Dia. Hal seperti ini menuntut displin yang tinggi dan mengandung resiko karena tampaknya kita selalu mempunyai seusatu yang lebih mendesak untuk dikerjakan.
Sekadar "duduk" dan "tidak mengerjakan apa-apa" sering kali lebih menganggu kita daripada melegakan kita. Tetapi tidak ada jalan lain. Menjadi "tidak berguna" dan diam di hadirat Allah kita, merupakan unsur hakiki dari segala doa. Pada mulanya kita sering mendengar suara batin kita sendiri yang tidak tenang lebih keras dari suara Allah. Kadang-kadang hal semacam ini sangat sulit untuk dapat ditahan. Tetapi sedikit demi sedikit, dengan sangat pelan, kita menemukan bahwa saat hening membuat kita hening pula dan memperdalam kesadaran kita akan diri kita sendiri dan akan Allah.
Lalu dengan cepat kita akan merasa kehilangan kalau kita tidak dapat menyediakan saat hening ini, dan sebelum kita sadar sepenuhnya akan hal itu, suatu kerinduan batin tumbuh dalam diri kita. Kerinduan batin itu mendorong kita secara lebih kuat untuk masuk ke dalam keheningan dan membawa kita lebih dekat ke titik di mana Allah berbicara kepada kita.
Membaca Kitab Suci secara kontemplatif dan saat hening di hadirat Allah saling berhubungan erat sekali... Sabda Allah mendorong kita untuk masuk ke dalam keheningan; keheningan membuat kita siap  mendengarkan sabda Allah. Sabda Allah menembus masuk melewati tembok tebal kegaduhan bicara manusia ke dalam pusat hati kita yang hening; keheningan membuka suatu ruangan di mana sabda dapat didengarkan.
Tanpa membaca, sabda keheningan menjadi beku, dan tanpa keheningan sabda kehilangan daya ciptanya. Sabda mengarahkan kita kepada keheningan dan keheningan kepada sabda. Sabda lahir dalam keheningan dan keheningan adalah jawaban yang paling mendalam bagi sabda.
Namun sabda dan keheningan keduanya membutuhkan bimbingan. Bagaimana kita tahu bahwa kita tidak menipu diri kita sendiri, bahwa kita tidak sedang  mengucapkan kata-kata yang paling cocok dengan perasaan hati kita, bahwa kita tidak sedang mendengarkan suara dari khayalan-khayalan kita sendiri? Banyak orang mengutip Kitab Suci dan banyak pula sudah mendengar suara dan melihat penglihatan dalam keheningan, tetapi hanya sedikit orang telah menemukan jalannya menuju Allah.
Siapa yang dapat menjadi hakim dalam perkaranya sendiri? Siapa dapat menentukan apakah perasaaan dan pandangannya membawanya ke arah yang benar? Allah kita adalah lebih besar daripada hati dan budi kita sendiri. Dan kita sangat mudah tergoda untuk menyamakan keinginan hati kita dan rekaan pikiran kita dengan kehendak Allah.
Oleh karena itu kita membutuhkan seorang pendamping, seorang pembimbing, yang menolong kita untuk membedakan suara Allah dengan suara-suara yang lain yang muncul dari hiruk-pikuk hidup kita sendiri atau dari kekuatan gelap yang berada di luar kekuasaan kita. Kita membutuhkan seseorang yang mendukung kita kalau kita ingin berhenti, melupakan semuanya dan lari dalam keputusasaan. Kita membutuhkan seseorang yang mengerem kita kalau kita melangkah terlalu tergesa-gesa ke arah yang tidak jelas atau berlari dengan kepala mendongak ke tujuan yang kabur. Kita membutuhkan seseorang yang dapat  memberi usul kepada kita kapan kita sebaiknya membaca, sebaiknya hening, sabda mana yang harus kita renungkan dan apa yang harus kita lakukan kalau keheningan menjadi menakutkan bukannya mendatangkan damai.
Reaksi pertama dan yang bisa dalam hubungan dengan pembimbing rohani ialah: "Pembimbing rohani sulit didapatkan". Mungkin hal ini betul, tetapi sekurang-kurangnya sebagian dari alasan kurangnya pembimbing rohnai ialah bahwa kita sendiri tidak tampil dan memberikan kesan kepada orang lain sedemikian rupa sehingga penampilan kita dankesan yang kita berikan mengundang mereka untuk menjadi pemimpin rohani kita. Kalau tidak ada murid yang terus menerus menuntut guru yang baik, maka tidak akan pernah ada guru yang baik.
Hal yang sama, benar pula untuk pembimbing rohani. Ada begitu banyak orang, pria dan wanita, yang mempunyai kepekaan rohani yang besar tetapi kemampuan mereka itu tetap terpendam karena kita tidak minta tolong kepada mereka. Banyak orang kiranya akan menjadi bijaksana dan suci bagi kita seandainya kita mengundang mereka untuk mendampingi kita dalam usaha kita menemukan doa batin kita.
Seorang pembimbing rohani tidak harus lebih pandai atau berpengalaman daripada kita.Yang penting ialah bahwa dia menerima undangan kita untuk membawa kita lebih dekat kepada Allah dan bersama-sama kita masuk ke dalam Kitab Suci dan keheningan di mana Allah berbicara baik kepada dia maupun kita.
Dengan demikian, Kitab Suci, keheningan dan pembimbing rohani adalah tiga petunjuk penting daam rangka usaha kita menemukan jalan yang paling pribadi untuk masuk ke dalam hubungan yang mesra dengan Allah. Kalau kita merenungkan Kitab Suci terus menerus, menyediakan waktu untuk hening di hadirat Allah dan mau mempercayakan pengalaman-pengalaman kita dalam hal sabda dan kehenignan itu kepada seorang pembimbing rohani, kita dapat menjaga diri kita dari bahaya berkembangnya ilusi-ilusi yang baru dan membuka jalan menuju doa batin.
(Dikutip dari Menggapai Kematangan Hidup Rohani karya Henri JM Nouven)

Keselamatan dan Pertanggungjawaban Manusia.

(Bagian keenam dari studi sistematis tentang keselamatan)

oleh Pendeta Eric Chang

Di pesan yang lalu kita membahas tentang kasih karunia Allah - tentang makna kasih karunia. Kita melihat bahwa kasih karunia adalah Allah memberikan diri sepenuhnya kepada kita melalui Kristus. Seperti yang Paulus sampaikan di dalam Roma 8:32, Allah "yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua." Allah menyerahkan anakNya kepada kita semua. Suatu pemahaman tentang kasih karunia yang sangat indah! Di pesan yang lalu (Keselamatan dan Kasih Karunia), kita juga melihat bahwa iman adalah tanggapan kita kepada kasih karunia dari Allah itu.
Jadi, pada dasarnya, iman adalah tanggapan kepada Allah, namun kita juga telah melihat bahwa iman secara sendirian tidak akan menyumbangkan apa-apa bagi karya keselamatan, karena apa yang kita perbuat adalah seperti menyerahkan diri kita ke dalam penanganan dokter. Penyerahan diri seseorang ke dalam penanganan dokter tidak menyumbangkan apa-apa bagi tindakan operasi, atau tindakan apapun yang dilakukan dalam penyembuhannya. Hal ini bukan berarti bahwa iman itu tidak penting. Tentu saja, iman itu sangatlah penting, karena kita telah melihat bahwa jika si pasien tidak menempatkan dirinya ke dalam penaganan dokter, maka sekalipun dokter yang terbaik di dunia ini juga tidak akan bisa menyembuhkannya. Jadi, iman adalah penyerahan diri sepenuhnya dalam pengertian menempatkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah, supaya Dia bisa menyembuhkan Anda. Namun hari ini, kita perlu memeriksa lebih lanjut, apakah makna iman yang sejati?

Kasih karunia dan tanggung jawab
Kasih karunia adalah unsur yang selalu ada di dalam hidup kita. Tak ada saat di dalam kehidupan Kristen di mana kita tidak membutuhkan kasih karunia lagi karena bahkan pekerjaan yang sedang kita jalankan adalah pekerjaan kasih karunia. Artinya, bahkan pelayanan yang sedang saya jalankan, buah yang saya hasilkan di dalam kehidupan Kristen saya, adalah buah dari kasih karunia. Ini berarti bahwa setiap bagian kehidupan Kristen bergantung pada kasih karunia. Namun jika kita berkata bahwa segala sesuatunya bergantung pada kasih karunia, lalu hal apa yang tersisa untuk dikerjakan oleh manusia? Jika kita menekankan kasih karunia sampai pada poin bahwa segala sesuatunya bergantung kepada Allah, lalu hal apa yang bergantung kepada kita? Maksud saya, jika segalanya bergantung pada kasih karunia, adakah tanggung jawab yang tersisa bagi manusia?
Di zaman sekarang ini, di dalam khotbah dan pengajaran di tengah gereja, ada bahaya penekanan yang berlebihan pada kasih karunia sehingga manusia tidak masuk hitungan lagi. Allah yang mengerjakan segala sesuatunya, sampai pada titik di mana manusia tidak perlu berbuat apa-apa lagi; keselamatan itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab Allah dan bukan tanggung jawab kita. Apakah ini benar?
Apakah segala sesuatunya bergantung sepenuhnya kepada kasih karunia saja sehingga upaya, perbuatan dan tanggung jawab manusia, dalam hal apapun, tidak masuk hitungan. Jika demikian halnya, entah saya meresponi atau tidak, hal itu tidak menjadi masalah. Karena segala sesuatu bergantung pada kasih karunia, berarti saya pasif sepenuhnya, saya tidak perlu melakukan apapun. Di sini, Anda bisa melihat bagaimana ajaran yang benar bisa diterapkan secara salah dan berujung pada suatu kekeliruan yang besar.
Suatu kali ketika saya sedang berkunjung ke Swiss saya tidak tahu akan ke gereja mana pada hari Minggu. Sambil berjalan kaki saya melihat-lihat siapa tahu bertemu dengan sebuah gereja. Melihat ada sebuah gereja, saya langsung masuk ke sana. Khotbah yang disampaikan adalah tentang kedaulatan Allah, bahwa segala sesuatunya berdasarkan kasih karunia dan kuasaNya. Sejauh ini, segalanya baik-baik saja. Pernyataan itu memang benar. Namun kemudian, pengkhotbah melanjutkan dengan berkata, "Karena segala sesuatunya bergantung kepada kasih karunia Allah, berarti tidak ada hal yang bergantung pada diri Anda! Tak ada hal yang bergantung pada manusia. Dan ini berarti bahwa Allah akan menyelmatkan siapa yang ingin Dia selamatkan, dan membinasakan siapa yang ingin Dia binasakan."
Pernahkah Anda mendengar ajaran ini? Ini adalah pengajaran ekstrim dari kaum Kalvinis, di mana manusia menjadi tidak ada artinya - manusia menjadi pasif, tidak mengerjakan apa-apa sama sekali. Inilah persoalannya. Jika Allahlah yang bekerja di dalam diri Anda untuk menyelamatkan Anda dan segala sesuatunya bergantung pada kasih karunia, maka apakah Anda sama sekali tidak berperan? Apakah Anda memiliki tanggung jawab dalam perkara keselamatan ini?
Namun jika Anda  menjawab, "Ya, kita punya tanggung jawab tertentu," lalu, bagaimana kita bisa berkata bahwa semua itu karena kasih karunia? Jika ada bagian yang menjadi tanggung jawab Anda, maka itu berarti bahwa, bagaimanapun juga, tak semuanya berdasarkan kasih karunia, melainkan ada sebagian yang merupakan hasil kerja Anda, usaha Anda. Bagaimana kita memahami hal ini?

Kesalahpahaman: "Iman adalah Anugerah dari Allah"
Ajaran ini berlanjut dengan mengatakan, "Bahkan iman adalah anugerah atau hadiah dari Allah." Ini berarti bahwa bahkan iman yang Anda miliki adalah iman yang diberikan oleh Allah. Anda benar-benar pasif sepenuhnya sehingga bahkan iman Anda bukanlah iman Anda yang sesungguhnya, ini adalah iman pemberian dari Allah.
Saudara-saudari, waspadailah kalimat yang terdengar religius dan alim akan tetapi tidak benar, karena bahkan setan akan tampil sebagai malaikat terang. Di Matius 24:24, Yesus memperingatkan kita bahwa akan datang para penyesat yang, jika mungkin, bahkan akan menyesatkan orang-orang yang terpilih, umat pilihan Allah. Dengan cara apakah Anda bisa menyesatkan umat pilihan Allah? Jika Anda sampaikan hal yang sepenuhnya sesat kepada mereka, mereka akan segera melihatnya: "Itu salah! Kami tidak akan mau ikut ajaran itu!" Satu-satunya jalan bagi Anda untuk menyesatkan umat pilihan Allah adalah dengan menyampaikan hal yang terdengar sangat rohani, tetapi tidak sepenuhnya benar. Saya selalu menyampaikan bahwa kebenaran yang separuh-separuh justru jahu lebih berbahaya daripada kesesatan total.
Renungkanlah sejenak. Jika iman adalah hadiah dari Allah, maka pertanyaan saya adalah: Mengapa Allah tidak memberikan hadiah ini kepada semua orang? Karena Dia tidak memberikan hadiah itu kepada saya, maka saya tidak bisa memilikinya. Ini berarti bahwa jika Allah tidak memberi saya iman, tentu saja, saya tidak akan bisa memiliki iman. Ini berarti bahwa pada Hari Penghakiman nanti, maka saya tidak bersalah atas ketiadaan iman pada diri saya, karena Allah tidak memberikannya kepada saya. Bisakah Anda melihat bahaya dari ajaran ini?
Jika saya berkata kepada orang non-Kristen, "Iman adalah hadiah dari Allah," tidakkah menurut Anda semua orang non-Kristen yang bisa bepikir akan berkata kepada saya, "Aku tidak menjadi Kristen karena Allah tidak memberi saya iman"? Jika demikian halnya, apalah gunanya saya memberitakan Injil memohon agar orang-orang mau datang kepada Kristus? Mereka tidak bisa datang kepada Krsitus, karena satu-satunya jalan bagi mereka untuk bisa datang kepada Kristus adalah jika Allah memberi mereka anugerah itu. Jika Allah tidak memberi mereka anugerah itu, maka boleh saja saya berkhotbah sampai tenggorokan saya kering, namun tidak ada sesuatu hal yang terjadi.
Persisnya, hal semacam itulah yang disampaikan oleh pendeta di Swiss itu. Itulah persisnya, kata-kata yang dia sampaikan. Katanya, "Tak ada gunanya memberitakan Injil karena jika Allah tidak memberikan hadiah itu, tidak ada apapun yang terjadi. Mereka yang akan diselamatkan oleh Allah, akan diselamatkan oleh Allah. Mereka yang tidak akan diselamatkan, Anda boleh saja berkhotbah sampai mulut Anda kering dan lidah Anda kelu, namun dia tetap tidak diselamatkan." Itulah sebabnya mengapa saat itu pengkhotbah itu berkata, "Orang-orang seperti Billy Graham itu bodoh. Mereka bodoh karena mereka tidak paham bahwa iman itu adalah hadiah dari Allah. Artinya, jika Allah ingin menyelamatkan seseorang, maka Dia pasti akan menyelamatkan orang itu - tidak peduli apakah Anda mengkhotbahi dia atau tidak." Bukankah khotbah itu terdengar religius? Bukankah terdengar sangat indah betapa Allah mengendalikan segala sesuatunya?

Menerima kasih karunia menambah tanggung jawab kita
Anda mungkin berkata kepada saya, "Akan tetapi di pesan yang lalu Anda berkata bahwa segala sesuatu berdasarkan kasih karunia. Apa bedanya dengan yang disampaikan oleh pendeta di Swiss itu?" Perbedaannya sangatlah mendasar. Apa yang saya sampaikan adalah segala sesuatunya bergantung pada kasih karunia dalam kaitannya dengan karya keselamatan.
Saya katakan, "Dalam kaitannya dengan karya keselamatan." Apakah yang dimaksudkan dengan "karya keselamatan"? Artinya, hanya Allah yang bisa menyingkirkan hukuman dosa. Itulah yang dimaksudkan sebagai karya keselamatan. Hanya Allah yang bisa menyingkirkan hukuman dosa saya, dengan dia sendiri melunasi hukuman itu. Saya katakan, "Hanya Dia!" Tak ada orang lain yang bisa melakukannya. Itulah sebabnya mengapa keselamatan itu sepenuhnya berdasarkan kasih karunia.
Kedua, hanya Allah yang bisa menyingkirkan kuasa dosa dari dalam hidup saya. Tak ada orang lain yang dapat melakukannya! Saya tidak bisa memerdekakan diri saya sendiri; saya juga tidak bisa memerdekakan orang lain; hanya Allah, hanya Dia yang bisa memerdekakan kita dari kuasa dosa. Itulah sebabnya mengapa keselamatan dari dosa adalah hal yang hanya bisa digenapi olehNya.
Seperti ilustrasi yang saya pernah berikan. Hanya dokter yang bisa menyembuhkan penyakit Anda, hanya dia yang bisa membedah Anda; Anda tidak bisa membedah diri Anda sendiri. Dalam kaitannya dengan hal penyembuhan medis, Anda tidak berperan apa-apa di dalam kerja penyembuhan itu. Dia yang menuliskan resepnya; dia yang melakukan pembedahan; dia yang melakukan diagnosis. Dia yang melakukan semua itu!
Demikianlah, Alkitab mengajarkan kita dengan jelas, bahwa keselamatan adalah murni kasih karuniaNya. Namun kita tidak boleh menempatkan kasih karunia sedemikian rupa sehingga menghilangkan tanggung jawab kita. Sebaliknya, kasih karunia menurut Alkitab justru meingkatkan tanggung jawab Anda. Inilah yang dikatakan oleh Kitab Suci: "... kepada siapa yang banyak dipercayakan (yaitu kasih karunia), dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." [Luk 12:48] Semakin banyak kasih karunia yang Anda terima, maka semakin berat pula tanggung jawab Anda. Alkitab mengajarkan hal yang justru bertentangan dengan ajaran dari pendeta tersebut. Kasih karunia bukan saja tidak menyingkirkan porsi tanggung jawab Anda, namun sebaliknya, kasih karunia justru menambah tanggung jawab Anda! Itu berarti bahwa mendengarkan Injil adalah suatu kesempatan istimewa; adalah suatu kasih karunia. Namun mendengarkan Injil lalu menolaknya, akan memperberat tanggung jawab Anda.
Mari kita kembali ke dalam ilustrasi tentang dokter tersebut. Anggaplah Anda sedang sakit parah, dan Anda tidak tahu harus berbuat apa. Selama Anda tidak tahu apa yang harus diperbuat, beban tangung jawab Anda sedikit saja, karena tak ada hal yang bisa Anda perbuat. Tapi sekarang, saya sampaikan satu kabar baik. Anda sedang sakit, Anda sedang sekarat, dan saya berkata, "Saya ada kabar baik buatmu! Saya telah menemukan dokter spesialis yang sangat hebat! Dia bisa menyembuhkanmu." Itulah Injil! Itulah kabar baiknya. Kabar baik itu sudah datang!
Anggaplah sesudah Anda mendengarkan kabar baik ini, Anda berkata, "Oh, aku tidak percaya hal ini. Tak seorangpun yang bisa menyembuhkanku."
Lalu saya terus berusaha meyakinkan Anda dan berkata, "Dokter ini telah menyembuhkan begitu banyak orang dengan penyakit yang sama denganmu. Saya mohon padamu, datangilah dokter ini."
Anda berkata, "Tidak, aku tidak mempercayainya. Penyakitku ini sudah tidak bisa disembuhkan lagi, tak seorangpun yang bisa menolongku."
Dapatkah Anda melihat bahwa setelah saya memberitahu Anda tentang adanya dokter yang bisa menyembuhkan Anda namun Anda menolaknya, maka penolakan ini memberatkan tangung jawab Anda? Karena sesungguhnya Anda seharusnya bisa disembuhkan, namun Anda tidak mengingininya. Fakta bahwa dokter ini bisa berbuat sesuatu bagi Anda, akan tetapi Anda tidak mau mengunjunginya, hal ini membuat Anda sendiri bertanggung jawab atas keadaan Anda sekarang. Dapatkah Anda melihat pokok ini?
Jadi, saudara-saudari, berhati-hatilah akan ajaran kasih karunia yang sering kita dengarkan sekarang, yang mengajarkan tentang kasih karunia yang berhujung pada Anda tidak memiliki tanggung jawab sama sekali. Namun jika Anda menyadari bahwa hal mendengarkan Firman Allah serta memperoleh kasih karunia itu malahan memperbesar tanggung jawab Anda, maka itu berarti bahwa Anda telah memahami arti kasih karunia dengan benar.

Apakah Efesus 2:8 berkata "Iman adalah hadiah"
Banyak orang yang mengutip Efesus 2:8, sebagai ayat favorit untuk mengatakan bahwa iman adalah hadiah dari Allah. Akan tetapi Efesus 2:8 tidak menyatakan bahwa iman adalah hadiah dari Allah - Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. Subyek dari ayat 8 ini bukanlah iman, melainkan keselamatan. Sangatlah penting untuk memahami ayat-ayat tersebut dalam bahasa aslinya. Dilihat dari segi tata bahasanya Anda akan melihat bahwa kata 'itu', yang di dalam bahasa Yunaninya menggunakan jenis kata netral, tidaklah mengacu pada kata 'iman' yang merupakan jenis kata feminin di dalam bahasa Yunani. Pokok utama ayat Efe 2:8 sama sekali tidak menyatakan bahwa iman adalah suatu hadiah atau pemberian. Yang merupakan pemberian itu adalah keselamatan Anda. Seorang ekseget yang jujur akan segera tahu bahwa subyek dari kalimat ini adalah keselamatan, bukanya iman. Iman adalah sekadar sarana bagi keselamatan. Ayat ini tidak berkata, "iman adalah hadiah dari Allah". Iman adalah tanggapan Anda kepada Allah. Anda bertanggung jawab atas iman Anda. Alkitab tidak menyebutkan bahwa Allah bertanggung jawab atas iman Anda.

Iman yang sejati melibatkan perbuatan
Saya akan berpaling pada Yohanes pasal 6 untuk menjelaskan tentang ciri-ciri iman yang sejati. Di Yohanes 6:27-29 ada tertulis, "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."
Ayat-ayat ini sangatlah berharga. Sekarang ini, karena adanya penekanan yang salah tentang kasih karunia; ada ketakutan besar dalam membicarakan tanggung jawab dan peran manusia dalam kaitannya dengan keselamatan. Ada ketakutan untuk melibatkan kata 'bekerja' atau 'pekerjaan'. Mereka begitu takut dengan kata ini, padahal Yesus tidak takut memakai kata ini dan rasul Paulus tidak takut memakai kata ini.
Di ayat 27, Yesus berkata, "Bekerjalah, bukan untuk..." - yang berarti, janganlah bekerja, janganlah pusatkan segenap upayamu untuk mendapatkan makanan yang akan binasa, tetapi bekerjalah untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu. Ini adalah hal yang menarik. Perhatikan unsur mendasar dari kasih karunia di sini. Makanan yang akan bertahan sampai kepada hidup kekal, makanan yang akan memberi Anda hidup yang kekal adalah hal yang hanya bisa diberikan oleh Yesus kepada Anda. Di sana dikatakan, "Yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu." Yakni, hanya dia yang bisa memberinya kepada Anda. Namun perhatikan, Yesus juga berkata, "Hanya Anak Manusia yang bisa memberikannya kepadamu, akan tetapi kamu harus bekerja untuk mendapatkannya." Renungkanlah kalimat ini sekali lagi, "(Bekerjalah) untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu." Sungguh sangat menarik! Dia memberikannya, akan tetapi Anda harus bekerja untuk mendapatkannya.
Pengajaran Yesus sangat sempurna, bukankah begitu? Semakin saya mempelajari ajaran Tuhan, semakin hati saya dipenuhi oleh kekaguman. Saya sangat terpesona pada ajaran Tuhan. Ajaran manusia tidaklah sempurna, selalu berat sebelah. Jika mereka menekankan satu hal, mereka akan mengabaikan sisi-sisi lainnya. Jika mereka menekankan kasih karunia, mereka mengabaikan perbuatan baik atau pekerjaan. Jika mereka menekankan pekerjaan atau perbuatan baik dan iman, maka mereka akan melupakan kasih karunia. Dan saat mereka mengabaikan kasih karunia, mereka akan menekankan bahwa Anda diselamatkan oleh usaha Anda sendiri, suatu hal yang tidak akan pernah bisa Anda capai. Demikianlah, manusia tidak bisa menjaga keseimbangan sudut pandang kebenaran dari Allah. Dapatkah Anda memahami ajaran yang indah dari Yesus? Sungguh sangat indah!
"Anugerah hidup kekal dariku ini adalah pemberian buatmu." Hal itulah yang senang disampaikan oleh para penginjil; mereka hanya menyampaikan potongan kebenaran yang separuh. Padahal itu bukanlah apa yang disampaikan oleh Yesus. Dia berkata, "Bekerjalah untuk makanan itu." Bagaimana mungkin pemberian itu disebut sebagai anugerah atau hadiah jika Anda harus bekerja untuk mendapatkannya?
Ingatkah Anda pada orang muda yang kaya? Dia sangat memahami situasinya. Ingatkah Anda pada pertanyaannya? "Apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh (mewarisi) hidup yang kekal?" Oh, dia sangat mengerti! Warisan adalah suatu pemberian. Bagaimana caranya supaya saya bisa memperoleh warisan? Saya harus menjadi anak seseorang untuk mendapat warisan. Tak ada hal yang bisa saya usahakan untuk memperoleh warisan, untuk memperoleh pemberian. Akan tetapi ada satu hal yang bisa Anda perbuat: Anda bisa menjadi anak Allah untuk memperoleh warisan dariNya. Anda bisa diangkat menjadi anakNya. Di Yoh 1:12 dikatakan, "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya"? Demikianlah, kita bisa melihat bahwa orang muda yang kaya ini tidak mengajukan pertanyaan yang bodoh. Malahan, kita melihat bahwa pertanyaan ini sangat mendalam dan bijak. Dia tahu bahwa dia tidak bisa mendapatkan hidup yang kekal sebagai hasil upayanya; hidup yang kekal itu adalah warisan. Namun karena hidup yang kekal itu adalah warisan atau pemberian, bukan berarti bahwa Anda tidak bisa berbuat apa-apa untuk menjadi layak memperolehnya. Sebaliknya, Anda harus berbuat sesuatu agar layak memperolehnya. Hidup yang kekal adalah pemberian dari Allah, akan tetapi Yesus berkata, "Bekerjalah untuk mendapatkannya."
Dengan kata lain, Yesus menyatakan, "Berjuanglah untuk bisa masuk melalui pintu itu." [Mat 7:13]. Hal terbukanya pintu gerbang itu adalah kasih karunia, hanya Tuhan yang bisa membukanya. Saya tidak bisa membobol pintu gerbang hidup kekal itu untuk masuk ke dalamnya. Kasih karunialah yang membukakan pintu surga bagi kita. Akan tetapi Allah tidak akan melemparkan tali lalu menyeret saya, yang berkeras menolak, untuk masuk. Sebaliknya, Dia berkata, "Nah, Aku telah membuka pintu gerbang kasih karunia buatmu. Sekarang, menjadi tanggung jawabmu untuk berjuang masuk." Kasih karunia menurut Alkitab tak pernah menyingkirkan tanggung jawab dan tekad manusia.

Kehendak kita tidak dibelenggu!
Namun di sini, muncul satu pertanyaan: Apakah saya, sebagai orang berdosa, mampu untuk menanggapi kasih karunia Allah? Ada orang yang berkata bahwa kita ini begitu kuat dibelenggu oleh dosa sehingga kita tidak bisa menanggapi kasih karunia Allah sekalipun kita ingin melakukannya. Jika hal itu benar, maka apa gunanya Yesus menyuruh kita berjuang untuk masuk melalui pintu gerbang yang sempit itu padahal kita tidak bisa memasukinya? Apakah gunanya berkata bahwa kita harus berseru pada Allah jika kita tidak bisa melakukannya? Apa gunanya menyuruh saya untuk mengikut Tuhan, untuk percaya kepadanya jika saya tidak bisa melakukannya? Demikianlah, ada yang mengajarkan bahwa kehendak manusia itu berada dalam belenggu - ada semacam belenggu keinginan. Dan karena kehendak saya terbelenggu, maka saya tidak bisa menanggapi Allah. Hal ini, sekali lagi, kembali menempatkan manusia ke dalam kedudukan yang pasif, tidak berbuat apa-apa dan menunggu Allah berbuat sesuatu bagi mereka.
Apakah yang menjadi dasar pernyataan bahwa kehendak manusia itu berada di bawah belenggu? Apakah bukti alkitabiah bagi pernyataan semacam ini? Ayat yang sering dikutip adalah di Roma 7:19, Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Apakah Paulus berkata bahwa dia tidak bisa berkehendak? Yang dikatakan oleh Paulus di ayat 18 adalah, "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik."" Paulus tidak berkata bahwa Anda tidak bisa berkehendak. Dia hanya berkata bahwa Anda tidak bisa melakukannya. Paulus bisa berkehendak. Tidak ada belenggu terhadap kehendak; memang ada belenggu pada dirinya tapi bukan pada kehendaknya. Ini adalah hal yang penting untuk dipahami.
Anda mungkin bertanya, "Bagaimana membedakan belenggu pada diri dengan belenggu pada kehendak?" Cukup sederhana! Silakan pergi ke penjara. Orang-orang di sana memang terkurung, akan tetapi mereka bisa berkehendak untuk keluar. Mereka bisa menginginkan apapun yang mereka mau, akan tetapi mereka tidak bisa keluar dari sana. Fakta bahwa diri mereka terkurung di dalam penjara tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki kehendak untuk bebas.
Di sini, pembedaan itu sangatlah penting, karena jika saya tidak bisa memahami apa yang benar, jika saya bahkan tidak memilki keinginan untuk merdeka, maka tentu saja, tamatlah riwayat saya. Berarti saya tidak perlu bertanggung jawab atas tindakan-tindakan saya. Akan tetapi, ajaran bahwa kehendak berada di dalam belenggu ini menjadi bagian dari ajaran beberapa gereja sekarang. Namun jika hal tersebut benar, tidakkah Anda melihat bahwa para pendosa tidak perlu bertangung jawab atas tindakan mereka? Lalu, mengapa Allah memasukkan orang ke dalam neraka karena berbuat dosa yang tidak dapat dia hindarkan? Jika memang demikian halnya, dapatkah Anda katakan bahwa Allah adil? Lagi pula, orang tersebut tidak bisa menolak untuk berbuat dosa.
Namun bukan hal itu yang dikatakan oleh Paulus di kitab Roma. Dia berkata, "Aku melakukan apa yang kubenci. Aku membenci tindakan tersebut, akan tetapi aku melakukannya. Kehendakku bukanlah untuk mengerjakan hal tersebut. Akan tetapi, entah bagaimana, kuasa dosa begitu kuat, karena aku adalah budak dosa, sehingga aku mengerjakan hal yang aku benci!" Tak heran jika dia melanjutkan dengan jeritan, "Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?" [Rom 7:24]. Dia berada dalam tekanan besar dosa, kemudian dia beralih kepada kasih karunia. Dia berkata, "Syukur kepada Allah! Karena Allah akan memerdekakan saya dari belenggu dosa." Lalu di pasal berikutnya, di Roma pasal 8, Paulus berbicara tentang hidup yang berkemenangan, bahwa di dalam Kristus kita dimerdekakan dari kuasa dosa. Sebenarnya, kemerdekaan kehendak ini, sudah dia bahas dari Roma pasal 2. Di sana Paulus berbicara tentang orang asing yang tidak mengenal Hukum Taurat, namun oleh nalurinya menjalankan apa yang dituntut oleh hukum Taurat. Hal ini tentu saja dilandasi oleh kemerdekaan kehendak.

"Mati di dalam dosa" bukan berarti bahwa kehendak itu dibelenggu
Ayat lain yang gemar dikutip untuk mengatakan bahwa kehendak itu tidak bebas adalah di Efesus 2.1. Kalimat yang dari Paulus yang berkata "dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa" kita [Efesus 2:1]. Mereka ingin mengatakan, "Anda lihat, dulu Anda mati." Benar, saat kita menjadi Kristen, kita juga mati. Namun apa pengertian mati di sini? Saat kita dibaptiskan, kita mati bersama Kristus. Apakah hal itu berarti bahwa kehendak kita juga ikut mati? Apakah hal itu berarti bahwa kita kehilangan kepribadian kita? Paulus tidak bermaksud menyatakan hal-hal semacam itu. "Mati bagi dosa," berarti hubungan kita dengan dosa telah diputuskan. Hubungan dengan dosa sudah berakhir. Hal ini berarti bahwa, ketika saya menjadi Kristen, maka hubungan saya dengan dosa dan dunia sudah berakhir. Saya mati bagi dunia berarti hubungan saya dengan dunia telah berakhir. Ini adalah bahasa gambar. Dan ketika saya masih di dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa saya, maka hal yang sebaliknyalah yang berlaku. Hubungan saya dengan Allah terputus. Saya tidak punya hubungan yang hidup denganNya.
Ungkapan tentang mati di dalam dosa ini bukan sekadar berlaku pada orang-orang non-Kristen, melainkan juga berlaku pada orang Kristen. Hal ini juga berlaku bagi jemaat di Sardis. Yesus berkata, "Engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!" Dia berkata kepada orang-orang percaya, "Engkau telah mati!" Apa yang dimaksudkan oleh Yesus? Apakah dia bermaksud mengatakan bahwa orang-orang Kristen telah kehilangan kehendaknya? Jika 'mati' itu berarti kehilangan kehendak mereka, bagaimana mungkin Yesus melanjutkan dengan berkata, "Bertobatlah!"? Bagaimana mungkin mereka bertobat jika mereka telah mati?
Saat Yesus berkata, "Kamu itu mati sekalipun kamu disebut hidup," dia tidak bermaksud mengatakan bahwa kehendak mereka telah musnah. Yang dimaksudkan adalah, "Hubunganmu denganku telah berakhir. Engkau telah kembali hidup di dalam dosa." Dari sini, kita bisa melihat bahwa kasih karunia itu sama sekali tidak menyingkirkan tanggung jawab kita.  Dan 'kematian kita di dalam dosa' sama sekali tidak menyingkirkan tanggung jawab kita atas perbuatan dan kehendak kita. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Paulus, "Sebab kehendak memang ada di dalam aku." Saya bisa menginginkan apa yang benar. Saya tidak bisa melakukannya, akan tetapi saya bisa menginginkannya (Rom 7:18). Jadi jangan biarkan kutipan tentang hal 'mati di dalam dosa-dosa' membuat Anda menjadi bingung; kutipan tersebut tidak menunjukkan bahwa Anda bebas dari tanggung jawab. Para pendosa akan senang sekali jika tidak perlu bertanggung jawab.
Keadaan 'mati' ini adalah suatu ungkapan yang cukup terkenal di kalangan orang Yahudi. Makna dasarnya adalah hubungan yang terputus. Itulah sebabnya mengapa Anda bisa temukan juga ungkapan ini di dalam Perumpamaan tentang Anak yang Terhilang. Ingatkah Anda akan kalimat, "... anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali"? Si anak ini tidak mati secara jasmani. "... anakku ini telah mati" berarti bahwa si anak telah terpisah dari sang ayah, si anak menghilang dari tempat ayahnya. Sekarang, si anak itu 'hidup kembali' (Luk 15:24). Demikianlah, kita mulai melihat semakin jelas, fakta bahwa kasih karunia Allah menempatkan tanggung jawab yang besar pada kehendak saya untuk memberikan tanggapan.

Allah tidak memaksa kita masuk ke dalam Kerajaan
Ada banyak hal yang perlu dibahas akan tetapi waktu kita tinggal sedikit saja. Pembahasan akan kita lanjutkan lain kali. Sangatlah penting untuk memahami arti keselamatan. Sangatlah penting untuk tidak salah paham dan mengartikan bahwa "karena keselamatan itu adalah masalah kasih karunia, maka manusia tidak perlu bertanggung jawab." Sebaliknya, karena keselamatan itu berdasarkan kasih karunia, maka tanggung jawab Anda justru menjadi sangat besar. Ketika pintu gerbang keselamatan sudah dibuka bagi Anda, namun Anda tidak melangkah masuk, maka tanggung jawab Anda sangat berat. Allah menarik kita dengan tali kasihNya, akan tetapi tali kasihNya itu tidak Dia pakai untuk menyeret Anda masuk.
Ada banyak orang yang gemar mengutip Yoh 6:1. Di sini tertulis, "Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman." Kata yang dipakai di sini adalah kata 'ditarik'. Di Yoh 12:32, kata Yunani yang sama digunakan: "Apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Saat Yesus berkata bahwa kita tidak bisa datang tanpa ditarik, bukan berarti bahwa hanya sebagian orang yang ditarik dan sebagian yang lainnya dibiarkan. Bagaimana orang ditarik kepada Tuhan? Dengan kasihnya yang diungkapkan kayu salib! "Saat Aku ditinggikan di kayu salib, Aku akan menarik semua orang kepadaKu dengan kasihKu." Kata 'menarik' ini selalu merupakan ungkapan dari kasih. Anda tidak pernah boleh memasukkan makna menyeret ke dalam kata 'menarik' ini, seolah-olah Allah menyelamatkan kita dengan cara menyeret kita masuk ke dalam kerajaan. Sama sekali bukan itu maksudnya. Kata ini muncul di dalam Kidung Agung 1:4, "Tariklah aku di belakangmu..." menarik saya dengan kasihNya. Dan di dalam Yer 38:3, Yeremia berkata bahwa Dia menarik kita dengan kasih kebaikanNya. Dan lagi, di dalam Hosea 11:4, di sana ada gambaran tentang Allah yang sedang menarik Israel dengan kasihNya.
Namun tindakan 'menarik' ini tidak boleh diartikan sebagai tindakan yang tak dapat ditentang, yang tidak dapat ditolak. Sebenarnya, Israel telah menolak kasih Allah. Ketika Allah menarik mereka dengan kasih kebaikanNya, mereka tidak menanggapi. Itulah pokok di dalam kitab Hosea.

Kita bertanggung jawab untuk menanggapi kasih karuniaNya
Karya keselamatan sepenuhnya berdasarkan kasih karunia. Dan iman yang sejati adalah tanggapan terhadap kasih karunia itu, dan kita bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan kita untuk menanggapi atau tidak menanggapi.
Alkitab memberitahu kita bahwa Allah begitu mengasihi dunia. Rasul Yohanes memberitahu kita bahwa Yesus telah mati bagi kita bukan sekadar bagi dosa-dosa kita, melainkan bagi dosa dunia. Akan tetapi tidak semua orang di dunia ini diselamatkan. Allah mengasihi segenap isi dunia, akan tetapi tidak semua isi dunia menanggapi kasih Allah. Rasul Petrus berkata, "Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." [2Pet 3:9]. Allah ingin agar setiap orang diselamatkan, akan tetapi tidak semua orang diselamatkan karena tidak semua orang memberi tanggapan terhadap kasihNya. Jadi, apakah jawabannya? Adalah merupakan tanggung jawab kita untuk memberikan tanggapan itu!
Mungkin ada yang akan berkata, "Mengapa Allah tidak 'menyeret' atau membuat semua orang masuk ke dalam kerajaan dan menyelamatkan mereka?" Apakah menurut Anda akan merupakan hal yang baik mendapatkan banyak orang yang gemar mengeluh dan menggerutu: "Siapa yang mau masuk ke dalam Kerajaan Allah? Aku diseret masuk ke sini!"
Saya beritahu Anda: Allah menghormati Anda. Manusia mungkin tidak menghormati Anda, akan tetapi ajaibnya, Allah menghormati Anda. Allah menghormati dan memperlakukan Anda sebagai satu pribadi. Allah memperlakukan Anda sebagai satu pribadi, bukan sebagai hewan, bukan sebagai anjing yang diberi rantai dan kalung, atau kuda yang diberi tali kekang. Allah juga tidak memperlakukan Anda sebagai benda. Mengapa? Karena Dia ingin Anda menjadi satu pribadi. Dia menciptakan Anda tidak untuk sekadar menjadi benda atau binatang, melainkan menjadi satu pribadi. Binatang memang sangat menyenangkan, akan tetapi Anda tidak bisa memiliki persahabatan dengan binatang. Benda-benda juga sangat menyenangkan, akan tetapi Anda tidak bisa menjalin persahabatan dengan benda. Hanya suatu pribadi yang bisa bersahabat dengan pribadi yang lain. Allah hanya bisa memiliki persahabatan dengan manusia. Itulah sebabnya mengapa Allah menciptakan kita dalam gambaranNya, untuk bisa bersahabat dengan kita. Jika yang Allah inginkan hanya perangkat audio super untuk menyanyikan pujian bagiNya, tentunya Dia tidak perlu menciptakan kita.
Hal apakah yang menjadi ciri bagi sebuah kepribadian? Ciri utama suatu pribadi adalah unsur tangung jawab. Hanya manusia yang bisa memberi tanggapan berdasarkan pilihannya sendiri; berdasarkan kehendak bebasnya. Hal itulah yang membuat Anda menjadi satu pribadi yang khusus. Jika saya singkirkan tanggung jawab Anda, maka itu berarti saya memperlakukan Anda bukan sebagai satu pribadi, melainkan sebagai hewan atau benda. Saya memperlakukan Anda sebagai 'obyek' jika saya mengacungkan senjata ke arah Anda dan berkata, "kamu harus melakukan ini. Kalau kamu tidak mengerjakan ini, aku akan menembakmu." Dengan demikian, maka saya telah menyingkirkan peluang Anda untuk memilih dan bertanggung jawab.
Allah tidak memperlakukan kita seperti itu. Dia berkata, "Inilah kasih karuniaKu, Aku telah membuka pintu gerbang kerajaan bagimu." Dia tidak memaksa kita untuk menerimaNya. Dalam surat kepada jemaat di Laodikia, kita temukan kata-kata berikut, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk" (Wah 3:20). Yesus tidak mendobrak pintu. Dia tidak berkata, "kau tahu siapa aku? Kau berani berkata tidak kepadaku?" Raja dari segala raja, berdiri di muka pintu dan mengetuk. Hanya pribadi-pribadi hina - seperti bandit dan penjahat - yang mendobrak pintu untuk bisa masuk. Mereka tidak memperlakukan Anda sebagai pribadi. Mereka tidak peduli apakah Anda berkata ya atau tidak. Yang aku inginkan akan aku kejar, aku akan masuk ke dalam rumahmu dan mengambil barang-barangmu, aku akan membobol pintu untuk melakukannya. Hanya para penjarah yang berbuat seperti itu. Akan tetapi, ternyata ada orang yang memberitakan Injil dan berharap agar Allah melakukan hal yang sama. Mereka tidak mengerti mengapa anak Allah justru berdiri di muka pintu dan mengetuk. Anak Allah tidak menjebol pintu. Karena mentalitas manusia adalah seperti ini: kalau aku memiliki kekuasaan yang mencukupi, maka aku tidak akan mengetuk pintu, aku akan mendobraknya. Karena tidak memiliki kekuatan, maka aku harus mengetuk pintu. Allah tidak berperilaku seperti itu. Hanya manusia yang berperilaku seperti ini.
Saya pernah bertemu dengan seorang Jendral dari China. Dia adalah panglima pasukan lapis baja di masa Perang Dunia II, dan di masa perang itu, dia pernah bergerak melintasi daerah kekuasaan Perancis di Shanghai - di wilayah Shanghai ada daerah kekuasaan Perancis, Inggris, dan yang lain-lainnya - untuk menyerang wilayah Jepang. Tentu saja, jika dia tidak melintasi daerah kekuasaan Perancis, maka dia harus memutar cukup jauh untuk bisa mencapai daerah kekuasaan Jepang. Karena kekuatannya - yang mencakup berbagai kendaraan lapis baja itu - tak akan bisa dihadang oleh pihak Perancis, maka dia memutuskan untuk melintasi daerah kekuasaan Perancis tanpa meminta persetujuan mereka. Ketika dia sampai di sektor yang dikuasai oleh Perancis, pasukan Perancis menghadangnya dan berkata, "Tidak, Anda tidak boleh lewat. Ini adalah wilayah kekuasaan Perancis." Dan Jendral itu berkata, "Jika Anda tidak menyingkir dari hadapan saya, maka saya akan melindas kalian. Silakan kalian ambil keputusan." Lalu pasukan Perancis itu berkata, "Kami akan mengajukan protes ke Nanking!" Dia menjawab, "Silakan kalian berbicara dengan para politisi di sana. Saya seorang perwira militer. Menyingkir dari hadapan saya atau saya akan melindas kalian." Kemudian, dia perintahkan barisannya, "Maju terus!" dan pasukannya bergerak maju dengan semua senjata siap tembak. Tentu saja, pihak Perancis tidak berani menghentikannya.
Tahukah Anda, ada satu hal yang sungguh lucu! Jika Anda mendengarkan kisah tersebut, Anda akan merasa sangat senang! Anda akan berkata, "Ah, bagus sekali! Begituah caranya memperlakukan mereka. Begitulah cara memperlakukan orang-orang asing tersebut. Tank-tank China itu memang harus maju. Jika tidak mengizinkan, maka mereka harus merasakan kekuatan kita." Ketika Jendral ini bercerita kepada saya, dia merasa sangat senang akan hal tersebut. Itulah mentalitas dunia. Jika Anda memiliki kekuatan, Anda akan menggunakannya! Anda tidak akan menunggu dan mengetuk pintu orang lain. Anda tidak akan peduli apakah orang lain akan setuju atau tidak. "Aku punya kekuatan, aku bebas mengerjakan apa yang aku mau."
Namun itu bukanlah cara Allah berpikir dan bertindak. Karena Dia lebih besar daripada Anda, bukan berarti Dia akan menggilas Anda. Ingatlah bahwa Allah memperlakukan Anda sebagai pribadi. Dia memperlakukan Anda sebagai pribadi karena Dia sangat mengasihi Anda. Dan tanggung jawab Anda adalah untuk menanggapi kasih tersebut!

Keselamatan dan Kasih Karunia.

(Bagian Kelima dari Studi Sistematis tentang Pokok Keselamatan)

oleh Pendeta Eric Chang

Hari ini, kita akan meneliti pokok tentang kasih karunia. Apakah kasih karunia itu? Kita sering diberitahu bahwa, "Kita diselamatkan hanya oleh kasih karunia!" Memang pernyataan itu sangat benar! Namun apakah arti dari kasih karunia?
Pada lazimnya, kasih karunia dijelaskan sebagai anugerah gratis. Kasih karunia Allah berarti Allah memberi hadiah gratis kepada Anda. Lalu, apakah anugerah gratis tersebut? Anugerah itu adalah keselamatan. Apakah yang kita maksudkan dengan ini?
Kasih karunia dipakai untuk menggambarkan dua hal yang sebetulnya sangat berbeda. Dietrich Bonhoeffer, di dalam bukunya yang sangat bagus "The Cost of Discipleship (Harga Pemuridan)" membahas tentang 'kasih karunia yang murahan (cheap grace)' dan 'kasih karunia yang mahal (costly grace)'. Apakah yang Bonhoeffer maksudkan dengan 'kasih karunia murahan'? 'Kasih karunia murahan' menurut Bonhoeffer adalah jenis kasih karunia, yang berisi ajaran tentang keselamatan di mana Anda tidak perlu bertobat. Anda perlu 'percaya', namun tidak jadi masalah jika Anda tidak bertobat. Anda tidak perlu menjalani kehidupan yang kudus. Anda tidak perlu menjadi seorang murid. Salib adalah hal yang tidak perlu Anda pikul. Anda tidak perlu memikul salib karena Yesus telah mati di kayu salib, jadi dialah yang memikul salib itu, Anda tidak perlu memikul apa-apa. Ini adalah ajaran kasih karunia yang menyangkal ajaran Yesus yang berkata, "Siapa yang mau mengikut Aku, dia harus memikul salibnya dan mengikut Aku" (Luk 9:23 dan ayat  lainnya). Singkatnya, ini adalah kasih karunia yang tidak menuntut pengorbanan apa-apa dari seseorang.
Itulah yang disebut sebagai 'kasih karunia murahan' oleh Bonhoeffer: kasih karunia yang tidak menuntut pertobatan. Pertobatan itu bukan hal yang murah begitu Anda tahu apa arti pertobatan itu. Pertobatan bukan sekadar penyesalan atas dosa Anda. Kata 'pertobatan' di dalam bahasa Yunani berarti perubahan sikap hati, perubahan akal budi dan perubahan cara pandang. Ini berarti suatu pembalikan 180 derajat. Akan tetapi 'kasih karunia murahan' tidak menekankan satupun dari hal-hal tersebut. Kasih karunia jenis yang ini memasang diskon 50%, bahkan sampai 80%.
Sering sekali, keselamatan dikhotbahkan dengan cara seperti itu, yaitu bahwa Allah mengobral keselamatan seperti Sinterklas membagikan hadiah kepada anak-anak di jalanan. Kita diberitahu bahwa iman itu berarti kita tinggal mengulurkan tangan dan menerima keselamatan itu. Iman didefinisikan sekadar sebagai suatu tindakan mengulurkan tangan untuk menerima hadiah dari Allah. Kita berulang kali diberitahu: keselamatan tidak membutuhkan biaya apa-apa! Keselamatan itu gratis! Murah. Apakah itu yang diajarkan oleh Firman Allah? Itukah keselamatan?
Terdapat dua macam kekeliruan di dalam ajaran ini. Pertama: kasih karunia itu sebenarnya sangatlah mahal. Luar biasa mahalnya bagi Allah dan juga luar biasa mahal bagi kita. Itulah ajaran dari Alkitab. Yang kedua adalah bahwa keselamatan itu bukanlah hadiah yang datang sebagai paket buat Anda. Anda memperoleh keselamatan hanya jika Anda menerima Yesus Kristus sebagai Tuan dan Raja atas kehidupan Anda. Keselamatan bukanlah sekadar sesuatu hal yang dibeli oleh Kristus di kayu salib, lantas sekarang dia bagi-bagikan kepada Anda. Itu bukanlah ajaran dari Alkitab. Saya akan menguraikan kedua hal ini.

'Kasih karunia' adalah kata yang khas digunakan oleh rasul Paulus
Pertama-tama, mari kita teliti pemakaian kata 'kasih karunia' ini di dalam Alkitab. Kata ini paling sering dipakai oleh rasul Paulus. Rasul Paulus memakai kata ini sampai 100 kali. Di dalam tulisan Pauline - yaitu, tulisan-tulisan para pengikut atau murid Paulus seperti Kisah Para Rasul dan Lukas, kata ini muncul sebanyak 25 kali. Surat Ibrani, yang juga merupakan tulisan Pauline, memuat kata ini sebanyak 8 kali. Ini berarti bahwa dari total 155 kali kemunculan kata ini di dalam Perjanjian Baru, sebanyak 133 kali kata ini muncul di dalam tulisan Paulus dan Pauline.
Rasul Yohanes justru sangat jarang memakai kata 'kasih karunia' ini. Di sepanjang Injil Yohanes kata 'kasih karunia' hanya muncul 4 kali. Di dalam kitab Wahyu, kata ini muncul hanya 2 kali. Dan di dalam ketiga surat rasul Yohanes, kata ini hanya muncul sekali. Artinya, di dalam 5 tulisan penting rasul Yohanes, kata 'kasih karunia' hanya muncul 7 kali. Di dalam Injil Matius dan Injil Markus, kata kasih karunia bahkan tidak muncul sama sekali.
Kesimpulan dari analisis statistik ini adalah bahwa kata 'kasih karunia' secara khusus merupakan ciri tulisan Paulus. Artinya, jika rasul Yohanes ingin membahas tentang kasih karunia, dia akan memakai kata lain ketimbang 'kasih karunia'. Kata kasih karunia bukan kata yang lazim dia gunakan.

Kasih karunia berarti kasih Allah kepada kita
Kata apa yang dipakai oleh rasul Yohanes sebagai ganti kata 'kasih karunia (grace)'? Yohanes memakai kata 'kasih (love)'. Jadi kata 'kasih karunia' di dalam tulisan Paulus adalah kata 'kasih' di dalam tulisan Yohanes. Demikianlah perbandingannya. Di Injil Yohanes, misalnya, dia memakai kata 'kasih' sebanyak 36 kali. Di dalam 3 suratnya yang singkat, rasul Yohanes memakai kata 'kasih' sebanyak 31 kali. Jika kita mencermati dan merangkum semua uraian ini, hal ini akan membantu kita untuk memahami apa arti kasih karunia. Kasih karunia (grace) itu berarti kasih (love) - yakni kasih Allah kepada kita.
Jika kita beralih ke Titus 3:4, dan meneliti seluruh bagian ayat-ayat 4-7, kita akan menemukan makna yang lebih lengkap tentang kasih karunia. Di sana tertulis:
Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.
Ini adalah ayat-ayat yang sangat indah dan penting yang secara langsung berkaitan dengan keselamatan kita. Saat kita menganalisa ayat-ayat ini, kita melihat beberapa hal. Ayat 7 berbicara tentang kasih karunia: kita dibenarkan oleh kasih karuniaNya. Di ayat 5, kita melihat bahwa kasih karunia itu bermakna rahmat (mercy = belas kasihan, rahmat). Dan jika kita telusuri balik ke ayat 4, kita melihat bahwa kasih karunia ini bermakna kemurahan (goodness = kebaikan, kemurahan) dan kasih (loving kindness = kasih kebaikan, kasih), dengan demikian, kita mendapati definisi kasih karunia yang lebih lengkap. Sangatlah penting untuk memahami makna kasih karunia karena oleh kasih karunialah kita diselamatkan.
Namun apakah uraian tadi telah membawa pemahaman kita cukup mendalam? Mengertikah Anda sekarang apa makna kasih karunia itu? Ternyata kita masih saja belum mendapat kejelasan karena yang kita dapatkan hanyalah pemakaian kata-kata yang berganti-ganti, dan kita tidak yakin apakah kita lebih mengerti makna kata yang satu dibandingkan yang lain. Untuk saat ini, kasih karunia berarti rahmat (mercy), namun hal ini hanya membangkitkan pertanyaan berikutnya, apa arti rahmat (mercy) itu? Dan kasih karunia berarti kasih (loving kindness), namun apakah arti kasih (loving kindness) itu? Kita perlu teruskan penelusuran kita. Saat kita lanjutkan penelitian kita, kita mulai temukan hal yang sangat berharga.

Kasih karunia adalah apa yang telah Allah kerjakan bagi kita lewat Kristus
Apakah kasih karunia menurut Alkitab? Kasih karunia adalah ketika Allah mengutus Yesus demi kepentingan kita. Mengertikah kita apa yang telah Yesus alami demi kita? Jika kita pernah menderita sebagian kecil saja dari apa yang telah Yesus alami, mungkin kita akan mengerti. Persoalan yang melanda kekristenan adalah bahwa kita belum cukup mengerti pengorbanan yang telah dilakukan oleh Allah lewat Kristus bagi kita. Banyak hal yang hanya sekadar kata-kata saja bagi kita. Belum ada keinsyafan di dalam hati, yang ada hanya fakta di kepala.
Tidak ada kasih karunia yang murahan. Apa yang terjadi pada Yesus dalam rangka mengerjakan keselamatan kita? Apa yang terjadi padanya? Dia diserang, difitnah, yang dalam istilah Alkitab disebut dengan "bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa" [Ibr 12:3]. Wajahnya diludahi: Diludahi wajahnya! Di pengadilan, bahkan ada orang yang menampar wajahnya - menampar wajah Raja segala raja! Saya tidak tahu orang yang menampar tersebut akan menaruh tangannya ke mana pada Hari Penghakiman nanti. Akan tetapi Yesus mengampuni mereka dengan sukarela karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat [Luk 23:34]. Pengampunan itu penuh dengan pengorbanan. Kasih karunia itu melibatkan pengampunan dan pengampunan itu selalu mahal. Pernahkah Anda mencoba untuk mengampuni orang lain secara tulus padahal orang tersebut telah melukai hati Anda dengan sangat mendalam? Pernahkah Anda ditampar di wajah Anda dan mencoba untuk mengampuni orang tersebut? Anda merasa bahwa harga diri Anda telah dihina dan direndahkan. Susahnya setengah mati untuk mengampuni orang tersebut. Akan tetapi hal yang luar biasa dari Yesus adalah bahwa dengan sukarela dia menerima semua itu. Dia melangkah ke kayu salib dan menanggung penyaliban itu. Jangankan kematian, pernahkah Anda menanggung penghinaan dan menanggung penderitaan demi Kristus? Semakin maju langkah Anda di dalam kehidupan Kristen, akan semakin berharga Yesus di mata Anda saat Anda renungkan semua yang telah dia lakukan demi kita.
Apakah kita dapat memahami pergumulan Yesus di taman Getsemani? Kita tidak mungkin dapat memahami kepedihan yang dia tanggung. Di kayu salib, dia mencurahkan dirinya bagi kita, sampai dengan tetas darah yang terakhir - tetes demi tetes - yang mengalir keluar dari setiap lukanya. Tak ada bentuk hukuman mati yang lebih kejam daripada penyaliban. Akan tetapi, bentuk paling kejam yang bisa dibayangkan oleh manusia itu, mereka sediakan untuk Anak Allah. Namun penderitaan apakah yang pernah kita tanggung demi kebenaran? Tahukah kita apa harga kasih karunia ini bagi Yesus? Jika kita memahaminya, kita tidak akan menawarkan keselamatan yang murahan.

Kasih karunia adalah komitmen total Allah kepada kita melalui Yesus
Berdasarkan uraian ini, saya ingin merangkum makna 'kasih karunia' dalam satu ungkapan. Apakah yang telah dilakukan oleh Allah dan Yesus, Juruselamat kita di dalam uraian tadi? Kita bisa merangkum semua itu dalam satu ungkapan: Kasih karunia adalah komitmen total Allah kepada kita lewat karya keselamatan yang dilakukanNya melalui Kristus. Sekarang kita telah sampai pada definisi yang alkitabiah tentang kasih karunia.
Saat saya mengamati hidup dan kematian Yesus, saya mulai memahami arti kasih karunia. Saat saya menatap paku yang menancap di tangan dan kakinya, saya mulai mengerti apa arti 'kasih karunia'. Kasih karunia adalah komitmen total Allah kepada saya melalui Yesus. Seperti yang disampaikan oleh Paulus di dalam Roma 8:32, "Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua." Apa lagi yang Allah pertahankan dari kita? Hal apa lagi yang bisa diberikan oleh Allah, yang belum Dia berikan kepada kita?
Namun ada orang dunia yang berkata, "Apa yang dikerjakan oleh Allah untuk menyelamatkan dunia dari kekacauan ini?" Mereka mengatakan hal ini karena mereka tidak pernah diajarkan tentang apa itu kasih karunia. Apa yang perlu dilakukan, sudah dikerjakan oleh Allah. Dan Dia masih mengerjakannya. Dan Dia akan menyelesaikannya!
Tidak ada hal yang Allah pertahankan dari kita. Dia telah memberikan segala yang bisa diberikan. Tak ada kasih yang memberi diri, begitu murni dan tidak egois seperti ini di antara manusia. Dan disaat kita sudah memahami kasih karunia, hal apa lagi masih masih bisa kita keluhkan di dalam hidup kita? Siapa dari antara kita yang masih berani membuka mulut kita untuk menggerutu dan mengeluh? Kasih karunia terlihat ketika Allah memberikan diriNya kepada kita melalui AnakNya. itulah kasih karunia! Mengunakan kata-kata Paulus di dalam Galatia 2:20, "... Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." Hal yang sangat penting untuk dipahami  adalah bahwa kasih karunia itu terlihat ketika Kristus secara langsung memberi dirinya kepada saya.

Kristus bukanlah sekadar sarana untuk mencapai tujuan
Kasih karunia Allah itu tersedia hanya di dalam Kristus karena Kristus itulah kasih karunia Allah kepada kita. Tidak ada keselamatan di luar Kristus. Kita sering mendengar bahwa keselamatan adalah hadiah yang kita terima dari Allah. Dan hadiah ini dijamin dengan kematian Kristus. Penting bagi kita umtuk bisa membedakan apa tujuan akhirnya dan bagaimana kita mencapainya. Banyak orang yang menjadi Kristen karena mereka menghendaki keselamatan. Jadi, untuk mendapatkan keselamatan, iman di dalam Kristus dijadikan alat atau sarana untuk mencapai keselamatan itu. Ini cara berpikir yang sangat berbahaya karena itu berarti bahwa Yesus bukan tujuan Anda. Yesus tidak menjadi tujuan Anda; Dia hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan.
Sebagai contoh, anggaplah saya memiliki satu kaleng buah segar atau apapun isinya itu. Saya tidak bisa mendapatkan isinya karena gigi saya tidak cukup kuat untuk membuka kalengnya. Jadi, yang saya butuhkan adalah alat untuk membuka kaleng. Demikianlah, tujuan saya adalah apa yang ada di dalam kaleng itu. Pembuka kaleng adalah alat untuk mendapatkan apa yang saya inginkan itu. Pembuka kaleng sangatlah penting karena gigi saya tidak cukup kuat untuk membuka kaleng itu. Jadi, saya ambil pembuka kaleng itu dan membuka kalengnya. Setelah saya bisa membuka kalengnya, apakah saya masih membutuhkan alat pembukanya? Tidak lagi. Saya hanya berminat pada isi kaleng tersebut. Begitu kaleng itu terbuka, saya bisa melupakan alat pembukanya.
Atau, pikirkanlah seperti ini. Jembatan adalah alat yang penting untuk menyeberang, namun begitu Anda sampai ke seberang - Anda tidak membutuhkan jembatan lagi, dengan asumsi bahwa Anda tidak akan menyeberang kembali ke tempat semula. Jadi, jika ada teroris yang datang dan meledakkan jembatan, Anda bisa berkata, "Hal itu tidak berarti lagi buatku. Aku sudah di seberang."
Atau, dengan cara lain. Anda sedang sakit parah. Ada orang yang berkata, "Oh, Anda perlu pergi ke dokter." Jadi, dokter penting bagi Anda. Mengapa? Karena dialah alat bagi kesembuhan Anda. Namun begitu Anda sembuh kembali, apakah Anda memerlukan dokter lagi? Anda bisa berkata, "Selamat tinggal, dokter! Terima kasih! Aku akan selalu mengenangmu. Aku akan selalu mengenang kebaikanmu, terutama karena tagihanmu yang menakutkan itu, namun aku tidak memerlukanmu lagi." Inilah bedanya memperlakukan sesuatu sebagai sarana untuk mencapai tujuan dengan memperlakukan sesuatu sebagai tujuan. Dapatkah Anda membedakan keduanya 
Hal apa yang membuat Anda tertarik menjadi Krisen? "Yah, aku takut mati! Dan yang terutama, aku takut masuk neraka. Jadi, aku perlu Yesus datang menyelamatkanku dari neraka. Aku juga terganggu dengan rasa bersalah. Aku perlu Yesus untuk menolongku dan menyelamatkan aku dari tekanan rasa bersalah yang membuat hidupku menderita. Namun sekarang aku diselamatkan dan memiliki hidup yang kekal. Aku tidak akan pernah binasa; lalu untuk apa lagi Anda membutuhkan Yesus?" Jika Anda sekarang sudah mencapai tujuan Anda dalam mendapatkan jaminan tempat di surga, Anda tidak memerlukan Yesus lagi, bukanlah demikian? Inilah yang dimaksudkan dengan memperlakukan Yesus sebagai suatu sarana untuk mencapai tujuan!
Dapatkah Anda melihat kesalahan halus dan bahaya terselubung yang diakibatkan oleh ajaran yang sedemikian? Apakah kita melihat gereja mempunyai ketergantungan terus menerus pada Yesus? Atau apakah yang kita lihat adalah gereja-gereja yang menganggap bahwa Yesus adalah sarana untuk mencapai keselamatan, dan setelah Anda memperoleh keselamatan, Anda tidak memerlukan Yesus lagi.
Keselamatan menjadi milik kita selama kita memiliki Kristus
Jika Anda memperlakukan Yesus hanya sebagai sarana untuk mencapai keselamatan, maka Anda tidak akan memperoleh keselamatan. Karena Anda belum memahami makna kasih karunia dan juga keselamatan itu sendiri. Kita tidak boleh memperalat Yesus sebagai suatu sarana untuk mendapatkan keselamatan. Yang menjadi tujuan kita adalah Yesus karena Allah, di dalam hikmatNya, telah menaruh keselamatan selalu dan hanya di dalam Kristus! Anda hanya akan memperoleh keselamatan selama Anda berada di dalam Kristus. Pada saat Anda menyingkirkan Yesus, maka Anda tidak memperoleh keselamatan karena dengan menyingkirkan Yesus berarti Anda menyingkirkan keselamatan. Anda tidak boleh sama sekali meninggalkan Yesus seperti Anda meninggalkan pembuka kaleng. Anda sama sekali tidak boleh berkata, "Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, jadi, terima kasih, Yesus. Aku akan selalu bersyukur kepadamu, akan tetapi sekarang aku tidak membutuhkanmu."
Apakah bagi Anda Yesus lebih berharga daripada keselamatan Anda? Bagi rasul Paulus, keselamatan itu bukan hal yang sangat berharga bagi dia. Karena inilah dia bisa mengucapkan pernyataan yang luar biasa di dalam Rom 9:3, "Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani." "Jika dengan memasukkanku ke neraka bisa menyelamatkan jemaat, maka masukkanlah aku ke neraka." Itulah pemikiran Paulus. Keselamatan  itu sendiri tidak pernah menjadi hal yang sangat berharga bagi dia. Dia bukan jenis orang yang hanya mau menyelamatkan dirinya sendiri, sekalipun itu diri rohaninya. Dia adalah jenis orang yang bersedia mengikuti kebenaran, ke manapun kebenaran itu membawanya. Akan tetapi pemberitaan Injil sekarang ini telah memenuhi gereja dengan kumpulan orang-orang yang hanya peduli dengan keselamatan pribadinya. Mereka tak peduli jika orang lain di dunia ini pergi ke neraka, asal dia selamat, hanya itu yang dia pedulikan. Orang semacam itu bahkan tidak tahu apa arti kasih karunia.
Bagi saya, dan saya harap juga bagi Anda, kita akan mengikut Yesus karena dia adalah mutiara yang paling berharga. Yang penting bagi kita adalah Yesus bukan sekadar menginginkan keselamatan. Apa yang mau saya kerjakan di surga? Apa daya tarik surga bagi saya? Tidak ada daya tariknya bagi saya. Satu-satunya alasan mengapa saya tertarik dengan surga adalah karena Yesus ada di sana. Jika Yesus tidak ada di sana, siapa yang mau pergi ke surga? Apa yang akan saya kerjakan di surga? Saya tidak tertarik pada surga jika bukan karena Yesus ada di sana.
Siapa yang mau hidup selamanya? Kadang kala hidup ini terasa terlalu lama. Ada sangat banyak orang yang ingin mengakhiri hidupnya di dunia ini. Nyaris tak tertahankan bagi mereka untuk menjalani hidup sampai 70 tahun. Dan Anda ingin menyuruh mereka untuk hidup selama-lamanya? Namun cara Injil diberitakan sekarang hanya menarik satu tipe orang: orang yang takut mati. Dengan khotbah semacam ini, kita telah membuat gereja penuh dengan kumpulan orang-orang yang luar biasa egois! Orang-orang yang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri!
Tidak bisa begitu. Seorang Kristen adalah orang yang mengerti apa arti kasih karunia; apa arti kasih. Ketika saya mengamati Yesus, saya mulai mengerti. Untuk pertama kalinya, saya mulai mengerti apa itu keindahan, apa itu kebaikan, apa arti tujuan hidup.
Saya dibesarkan di tengah peperangan. Hal yang saya ingat semasa kecil adalah mayat-mayat di jalanan kota Shanghai; mati kelaparan, kedinginan, terbunuh - setiap saat ada mayat. Itulah gambaran kehidupan anak yang dibesarkan di masa perang. Dan sering kali, saya bertanya-tanya, "Apakah arti kehidupan ini? Apakah mereka bertumbuh dewasa hanya untuk bergelimpangan di atas tanah?" Jika ada orang yang berkata, "Aku akan memberimu hidup yang kekal," maka saya akan berkata, "Terima kasih! Saya sudah muak dengan hidup yang saya miliki." Namun saat saya mulai melihat keindahan Allah di wajah Yesus Kristus, saya mendapati bahwa hidup itu sangat bermakna dan hal itu menarik minat saya. Saya mulai mengerti bahwa hidup tidak harus sesia-sia ini.

Hanya Yesus yang memberi arti bagi keselamatan
Jadi saya sampaikan sekali lagi, saya tidak begitu berminat pada hanya sekadar keselamatan. Saya tidak berminat pada hal itu. Saya justru tertarik kepada Yesus! Hanya jika saya memahami Yesus, baru saya mulai mengerti arti keselamatan. Dialah yang memberi arti bagi keselamatan. Keselamatan itu sendiri tidak ada artinya. Saya tidak menjadi Kristen karena alasannya adalah takut mati. Tak seorangpun yang bisa menakut-nakuti saya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun ketika saya melihat Yesus, maka mata saya mulai terbuka. Saya mulai mengerti makna kasih karunia. Betapa indahnya kasih karunia itu! Baru saya mengerti betapa berharganya dia.
Keselamatan sepenuhnya merupakan kasih karunia karena keselamatan itu sepenuhnya oleh Allah lewat Kristus. Saya tidak bisa diselamatkan oleh apapun selain Allah. Jangan pernah memperlakukan Yesus sebagai sarana untuk memperoleh keselamatan. Allah melarang hal itu! Periksalah hati Anda di hadapan Allah dan tanyalah diri Anda apakah yang menjadi motivasi Anda menjadi orang Kristen. Jika Anda menjadi Kristen hanya untuk menyelamatkan roh Anda sendiri, sobat, berarti Anda berada di jalur yang salah karena Anda tidak mengasihi kebenaran, Anda hanya mengasihi diri Anda sendiri. Orang yang mengasihi kebenaran tidak kuatir pada apa yang terjadi pada dirinya. Mungkin Anda dulu memperlakukan Yesus sebagai alat saja. Allah bisa memaafkan hal itu, jika Anda beranjak dari posisi itu, dan berkata, "Tuhan, maafkan saya, saya telah memperlakukan engkau sekadar sebagai sarana untuk kepentingan saya pribadi. Sekarang saya serahkan diri saya sepenuhnya kepadamu." Itulah sebabnya mengapa iman tidak pernah bisa menjadi iman yang sejati jika bukan merupakan komitmen yang total pada Allah. Iman berarti menempatkan diri sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan setiap waktu, bukan sekadar di suatu titik di masa lalu.

Diselamatkan hanya oleh kasih karunia!
Satu poin terakhir. Saya telah berulang kali menegaskan bahwa kita diselamatkan oleh kasih karunia. Kita bahkan tidak diselamatkan oleh iman kita. Iman kita tidak menyelamatkan kita. Allah-lah yang menyelamatkan kita.
Saya akan memakai satu ilustrasi untuk menunjukkan bahwa kita diselamatkan oleh kasih karunia. Jika Anda sakit parah, dapatkah Anda menyelamatkan diri Anda sendiri? Saya akan memakai ilustrasi yang sederhana - tentang penyakit usus buntu. Penyakit usus buntu pada awalnya mungkin tidak berbahaya, namun jika tidak ditangani, Anda bisa masuk ke dalam kondisi yang parah, yaitu peritonitis (radang usus buntu). Saat usus buntu telah meradang, Anda bisa mati. Bisakah Anda menyelamatkan diri Anda sendiri? Anda bisa, jika Anda tahu bagaimana cara membedah perut Anda sendiri dan membuang usus buntu Anda. Saat demam yang tinggi, saya ragu apakah seorang dokter ahli bisa membedah dirinya sendiri. Jadi, Anda tidak bisa menyelamatkan diri Anda sendiri. Anda benar-benar bergantung pada dokter untuk berbuat sesuatu bagi Anda. Penanganan masalah ini benar-benar bergantung pada kasih karunia si dokter.
Iman yang menyelamatkan: menempatkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah
Apa artinya Anda memiliki iman? Iman itu berarti bahwa Anda menyerahkan diri Anda ke dalam tangan Allah untuk melakukan apapun yang Dia pandang perlu. Iman berarti menempatkan diri Anda sepenuhnya di dalam kemurahanNya. Dia bisa melakukan apapuan yang Dia kehendaki atas diri Anda. Anda mempercayai Dia sepenuhnya. Iman berarti menyerahkan diri Anda sepenuhnya, menempatkan diri Anda ke dalam tanganNya. Namun tindakan menyerahkan diri Anda ke dalam tanganNya itu tidaklah menyelamatkan diri Anda. Iman baru bisa menyelamatkan Anda jika iman Anda bisa membuang usus buntu tersebut. Jika iman Anda bisa menyelamatkan Anda, maka Anda tidak memerlukan dokter. Iman berarti Anda menempatkan diri Anda sepenuhnya ke dalam kemurahanNya. Iman berarti pengakuan seutuhnya bahwa Anda tidak bisa menyelamatkan diri Anda. Jika iman bisa menyelamatkan Anda, maka Anda tidak memerlukan dokter. Iman selalu ditujukan kepada pihak lain; iman berarti Anda, sama seperti seorang pasien, menyerahkan diri Anda ke dalam tangan Allah sepenuhnya dan tanpa syarat, "Tuhan, Engkau boleh mengerjakan apapun yang Kau kehendaki. Lakukanlah apapun yang Kau pandang perlu untuk dikerjakan atasku. Jika Engkau harus membedahku, bedahlah. Terasa sakit, akan tetapi memang perlu dikerjakan."
Itu sebabnya mengapa iman itu berarti komitmen total - berserah sepenuhnya ke dalam tanganNya. Iman bukan sekadar mempercayai beberapa hal sebagai suatu fakta. Saya bisa saja terus menerus percaya bahwa dokter ini mampu mengangkat usus buntu saya. Namun hal itu sama sekali tidak menolong. Fakta bahwa saya mempercayai kemampuannya dalam membuang usus buntu saya tidak membuat usus buntu saya terangkat. Saya harus menyerahkan diri saya kepadanya. Itulah hal yang harus saya lakukan - tak boleh kurang dari itu. Jika iman Anda hanya sekadar kepercayaan bahwa Yesus telah mati bagi Anda, maka hal itu tidak akan menyelamatkan Anda. Itu hanya langkah pertama, namun masih harus diambil langkah-langkah berikutnya. Anda harus menyerahkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah, dan berkata, "Ini saya, Tuhan. Saya sepenuhnya menjadi milikMu. Lakukanlah apapun yang Kau kehendaki atas diri saya." Itulah iman yang menyelamatkan! Yang saya maksudkan dengan iman yang menyelamatkan, bukan berarti bahwa iman tersebut yang menyelamatkan Anda; Allah-lah yang menyelamatkan Anda karena Anda menaruh diri Anda ke dalam tanganNya. Dokter terbaik di dunia pun tidak akan bisa menolong Anda jika Anda tidak memberikan diri Anda kepadanya. Jika Anda berkata kepadanya, "Saya tidak mau Anda dibedah!" Nah, dia tidak akan menyeret Anda ke meja operasi. Dia tidak akan melakukan hal itu. Allah bisa menyelamatkan Anda akan tetapi Dia tidak akan memaksakan keselamatan tersebut pada Anda. Anda tidak akan mengerti apa arti keselamatan di dalam hidup Anda sebelum Anda menyerahkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tanganNya.
Menyerahkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tanganNya, apakah hal ini hal yang murah atau sangat mahal? Jika Anda percayakan diri Anda sepenuhnya ke dalam penanganan dokter, apakah ini tindakan yang mudah atau sukar? Apakah ini hal yang sangat mahal atau murah? Saat Anda serahkan diri Anda ke dalam penanganan dokter, Anda sedang mempertaruhkan nyawa Anda di dalam tindakan itu! Jika dia salah bertindak, maka Anda bisa kehilangan nyawa! Sekarang Anda bisa melihat betapa kasih karunia itu tidak murah bagi Allah dan juga bagi Anda.
Pertanyaan lain yang perlu diajukan adalah: saat Anda menjadi Kristen, apakah Anda memperlakukan Yesus sekadar sebagai alat untuk mendapatkan keselamatan, atau, apakah dia sendiri yang merupakan tujuan yang hendak Anda raih? Jika Anda hanya sekadar ingin memperalat Yesus untuk menjamin tempat bagi Anda di surga, lupakan saja, sobat, karena Anda tak akan pernah sampai ke sana! Kedua, dalam hal menerima kasih karunia: Apakah kasih karunia itu murah atau sangat mahal bagi Anda? Jika menurut Anda murah, saya kuatir kalau yang Anda terima itu barang yang salah; bukan kasih karunia Allah. Akan tetapi jika kasih karunia itu menuntut pengorbanan diri Anda, di mana Anda harus menyerahkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah, maka Anda sedang berada di jalur yang benar.

Kamis, 18 Juli 2013

Keselamatan: Kemerdekaan dari Kuasa Dosa.

(Bagian keempat dari pembahasan sistematis tentang keselamatan)

oleh Pendeta Eric Chang

Kita akan melanjutkan eksposisi tentang ajaran Perjanjian Baru mengenai keselamatan. Dalam seri keselamatan ini, kita akan terus meneliti setiap aspek dari keselamatan secara sistematis.
Melalui rangkaian pembahasan ini, saya harap Anda meneliti Firman Allah dengan cermat untuk memutuskan apakah segala yang disampaikan benar-benar Firman Allah. Anda bertanggung jawab untuk memeriksa segala sesuatu yang sudah disampaikan di dalam terang Firman Allah.

Apakah diselamatkan dari kesalahan dosa itu terpisah dengan diselamatkan dari kuasa dosa?
Pengajaran yang berkembang sekarang memisahkan antara keselamatan dari kesalahan atau hukuman akan dosa dengan keselamatan dari kuasa dosa. Kita diselamatkan dari hukuman dosa yang berarti Anda tidak akan dihukum karena Anda sudah diampuni. Dengan kata lain, keselamatan diartikan sebagai kebebasan dari hukuman dosa; kita tidak akan dihukum. Jika Anda telah bertobat dari dosa-dosa Anda, lalu dosa-dosa Anda diampuni, maka Anda akan dibebaskan dari hukumannya. Akan tetapi, dalam hal dosa yang masih bercokol di dalam hidup Anda, Anda masih belum dibebaskan. Dosa masih berdiam di dalam diri Anda, dan masih memiliki kuasa ke atas Anda. Itulah ajaran yang harus kita uji di dalam terang Kitab Suci, untuk memastikan apakah ajaran ini benar atau salah. Ajaran ini memberitahu kita bahwa Anda bisa diselamatkan dari hukuman dosa - yang Anda perbuat sebelumnya, akan tetapi Anda masih seorang pendosa yang hidup di bawah kuasa dosa.
Berdasarkan ajaran ini, apa yang mau disampaikan adalah, "Orang Kristen bukanlah manusia yang sempurna. Mereka tetap orang berdosa, sama seperti orang lain." Jika orang bertanya, "Bagaimana mungkin orang yang sudah dibebaskan dari dosa tidak ada bedanya dengan orang-orang non-Kristen yang lain dalam kehidupan seharian?" Jawaban mereka adalah, "Ya, kita diselamatkan dari hukuman dosa, namun tidak dari kuasa dosa." Malahan, kita diberitahu bahwa orang Kristen boleh berbuat dosa nyaris tanpa batas, dan dia akan tetap diselamatkan berdasarkan suatu keputusan yang dibuatnya di waktu lampau. Berdasarkan ajaran ini, orang Kristen sama sekali tidak dimerdekakan dari dosa.
Ada juga sebagian ajaran yang berkata: Kristus bukan saja bisa membebaskan Anda dari hukuman dosa, melainkan juga dari kuasa dosa. Lalu mengapa tidak semua orang Kristen dibebaskan dari kuasa dosa? Jawabannya adalah karena orang-orang Kristen tersebut tidak membuka diri untuk hidup berkemenangan. Dengan kata lain, memang benar ada orang Kristen yang hidup di dalam dosa. Mereka itu memang Kristen, tapi orang Kristen yang kalah.
Pandangan ini hanya merupakan modifikasi dari pandangan yang sebelumnya. Pada intinya, tak ada perbedaan yang mendasar karena masih ada pemisahan di antara keselamatan dari kesalahan dosa dengan keselamatan dari kuasa dosa. Keselamatan dari kuasa dosa dianggap sebagai suatu pilihan saja. Artinya, Anda tidak berusaha masuk ke dalam kasih karunia Allah, namun sekalipun demikian, Anda akan tetap diselamatkan. Jadi, yang penting adalah bahwa Anda telah diampuni dari dosa-dosa Anda, dan sekalipun Anda tidak menjalani kehidupan Kristen yang berkemenangan, sekalipun Anda masih tetap hidup di dalam dosa, hal itu tidak jadi masalah. Menjalani kehidupan yang kudus adalah suatu pilihan; hal itu tidak penting bagi keselamatan.
Jadi, tanpa dibebaskan dari kuasa dosa, Anda masih tetap diselamatkan. Kebebasan dari kuasa dosa bukan masalah penting. Apa yang akan terjadi dengan adanya ajaran semacam ini? Hasilnya adalah angkatan yang menyebut dirinya 'Kristen' namun sangat lemah kualitasnya.
Jadi, menurut ajaran ini: dosa-dosa Anda telah diampuni, sekalipun Anda tidak menjalani kehidupan Kristen yang baik, hal itu tidak jadi masalah. Yang penting adalah bahwa Anda 'percaya' kepada Kristus. Dengan kata lain, jika Anda berbuat dosa, maka hanya Anda akan menderita, seolah-olah dosa itu hanya berdampak pada diri Anda saja, tidak berdampak kepada Allah. Demikianlah makna diselamatkan menurut pandangan ini - yakni Anda hanya diselamatkan dari hukuman dosa. Dalam kenyataannya, Anda tidak diselamatkan dari kuasa dosa. Pertanyaannya adalah apakah ini ajaran yang alkitabiah?
Renungkan pertanyaan ini: Orang yang diselamatkan dari hukuman dosa, apakah dia sebenarnya diselamatkan dari kuasa dosa? Jika Anda berhenti sejenak untuk memikirkan hal ini, Anda akan menyadari bahwa pengampunan tidaklah sama dengan pembebasan dari kuasa dosa.
Mungkin kedengarannya agak sulit, izinkan saya menjelaskannya dengan lebih sederhana. Saya akan sampaikan sebuah contoh.

Kisah Dr Zartorius
Saat saya bepergian ke Swiss, saya bertemu dengan seorang dokter yang bernama Dr Zartorius. Dia adalah orang yang sangat ramah, dan ketika saya mengunjunginya dia berkata, "Mengapa tidak sekalian menginap di sini untuk sementara?" Lewat itu saya mendapat kesempatan untuk mendengar kisah hidupnya dan bagaimana dia menjadi Kristen.
Dia pertama kali datang ke bagian timur Swiss ini sebagai seorang dokter muda. Dia mendapati bahwa orang di daerah itu gemar meminum anggur. Daerah itu memang daerah penghasil minuman anggur di Swiss. Lalu, dia mulai menikmati minuman anggur. Pada awalnya hanya sedikit, tapi lama kelamaan semakin banyak karena bukan saja harga anggur di situ murah tapi rasanya juga enak. Sebelum dia menyadari apa yang terjadi, dia sudah terjerat menjadi pecandu alkohol. Keadaannya menjadi parah karena sebagian besar penghasilannya dia habiskan untuk membeli anggur. Yang menjadi masalah adalah, jika Anda sudah menjadi pecandu alkohol, minuman anggur yang biasa-biasa saja tidak akan memuaskan selera Anda lagi karena kandungan alkoholnya terlalu rendah. Dia mulai mencari minuman yang sangat keras, yang kandungan alkoholnya lebih tinggi. Minuman jenis-jenis tersebut sangatlah mahal. Seiring dengan waktu, dia semakin memboroskan uangnya untuk membeli minuman keras. Hal ini juga berarti menurunnya penghasilannya, karena tidak ada pasien yang mau pergi ke dokter yang selalu dalam keadaan mabuk. Demikianlah, terjadi penurunan penghasilan yang diiringi dengan peningkatan pengeluaran.
Kemudian ada seorang sahabatnya yang menantangnya untuk bertaruh. Kawan ini berkata, "Tahukah kamu? Kamu sekarang sudah jadi pecandu alkohol." Dia merasa tersinggung oleh perkataan itu! Dia berkata, "Aku tidak ketagihan alkohol!" Kawannya berkata padanya, "Saya bertaruh bahwa kamu tidak sanggup melewati satu hari tanpa alkohol. Saya bertaruh 20 franc. Saya yakin kalau kamu tidak akan bisa berhenti." Ternyata, memang benar. Dia tidak mampu berhenti. Dia kalah dalam taruhan itu. Lalu, dia menyadari bahwa dia sudah jauh terjerat. 
Situasinya menjadi semakin buruk saja. Dia harus menjual mobilnya, dan terpaksa mengunjungi pasiennya dengan bersepeda. Suatu hari, anak laki-lakinya terluka oleh paku. Luka itu cukup dalam. Lalu istrinya membawa anak itu kepadanya dan berkata, "Lihat, yunior terluka." Di saat itu dia dalam keadaan yang agak mabuk. "Ah," katanya, "tidak apa-apa. Jangan ributkan masalah luka itu. Anak-anak sudah pasti akan sering terluka." Luka ini ternyata akhirnya berkembang manjadi keracunan darah, dan anak itu hampir saja mati karenanya.
Pada hari lainnya, sang istri datang dan berkata, "Apakah kamu punya uang untuk membeli susu? Kita tidak punya susu lagi untuk sarapan." Dia merogoh kantongnya, akan tetapi tidak ada uang di sana. Saat dia merenungkan hal itu, dia berkata, "Apakah saya sudah benar-benar berantakan, sampai-sampai tidak bisa lagi menyediakan susu untuk anak-anak?"
Dia menjadi depresi. Lalu dia pergi ke ruang bedahnya dan mengunci pintu. Dia memutuskan, "Aku sekarang sudah kecanduan alkohol. Aku tidak berdaya. Tak ada lagi masa depan bagiku. Kecerobohanku nyaris berakibat kematian bagi anakku. Sekarang mereka bahkan tidak punya makanan untuk sarapan lagi!" Air mata mengalir di wajahnya. Dia telah berusaha, akan tetapi dia tahu bahwa tidak mungkin untuknya melepaskan diri dari cengkeraman alkohol. Dia membuka laci mejanya. Dia pernah menjadi seorang perwira di dalam Angkatan Perang Swiss, dan dia menyimpan pistol militernya di laci itu. Lalu dia mengambil pistolnya dan berpikir, "Yah, biar aku akhiri saja kesengsaraan semua orang. Aku akan mengakhirinya dengan satu tembakan." Lalu dia ambil pistol itu, dan juga peluru yang ada di sampingnya. Ketika dia mengambil pistol dan peluru-peluru itu, dia melihat sesuatu yang tergeletak di bawah pistolnya. Sebuah Alkitab - sebuah Alkitab yang tak pernah dibacanya. Dia pernah dibaptis, sama halnya dengan kebanyakan orang lain. Dia menerima Alkitab itu pada upacara pembaptisannya, akan tetapi dia tidak pernah membacanya. Dia hanya menggeletakkan Alkitab itu di dalam laci.
Jika Anda bertanya kepadanya, "Apakah Anda seorang Kristen?" dia akan menjawab, "Tentu saja aku seorang Krsiten." "Apakah Anda percaya bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa Anda?" "Sudah tentu, aku percaya bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosaku. Aku orang Kristen! Aku sudah dibaptis! Aku sudah lewat upacara peneguhan! Sudah semuanya!" Seorang Kristen yang pemabuk!
Demikianlah, dia lalu memutuskan bahwa setidaknya, sebelum dia menembakkan peluru itu, ada baiknya jika dia juga membaca ayat yang terakhir baginya. Lagi pula, sebagai seorang Kristen, Anda perlu mengucapkan doa yang terakhir sebelum mati. Namun dia tidak tahu mana awal dan mana akhir dari Alkitab itu. Jadi dia buka saja Alkitab itu sekenanya. Dan yang terbuka adalah kitab Yesaya. Saat matanya menelusuri ke bawah, dia terpaku pada sebuah kalimat: "Akulah, TUHAN, Juruselamatmu, dan Penebusmu" [Yes 60:16]. Dia berkata, "Hei! Kalimat ini berbicara kepadaku!" "Akulah, TUHAN, Juruselamatmu, dan Penebusmu." Kata 'Penebus' berarti pembebas, orang yang membebaskan Anda, orang yang menyelamatkan Anda. Saat dia mengamati kata-kata itu, dia nyaris tidak mempercayai penglihatannya. "Akulah, TUHAN, Juruselamatmu, dan Penebusmu." Dia segera jatuh berlutut. Dia tahu bahwa Allah berbicara langsung kepadanya. "Akulah Penebusmu. Mengapa kamu putus asa? Untuk apa pistol di tanganmu itu? Aku bisa menyelamatkanmu!"
Dia lalu berkata, "Tuhan, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku sudah tidak punya jalan keluar yang lain. Jika Engkau bersedia menolongku, kumohon padaMu, selamatkanlah aku!" Dia meletakkan pistolnya dan dia jatuh tersungkur di hadapan Tuhan. Dia bercerita bahwa pada saat itu mukjizat terjadi. Kuasa Allah masuk ke dalam hidupnya, dan bukan sekadar mengampuni dosa-dosanya, tetapi juga mengerjakan hal yang ajaib! Yang terjadi adalah kuasa Allah masuk ke dalam hidupnya dan menyingkirkan kecanduannya pada alkohol, semua keinginan untuk anggur sirna! Apa yang tidak bisa dikerjakan oleh manusia, dikerjakan oleh Allah dalam sedetik saja! Dia membatin, "Sungguh luar biasa!" Dia bangkit, dan mendapati bahwa segenap hasratnya untuk anggur telah hilang. Bagaimana memahami hal ini? Sebagai seorang dokter, dia tahu bahwa tidak mudah lepas dari kecanduan alkohol. Akan tetapi, Allah mengatasinya hanya dalam sekejap.

Keselamatan berarti dibebaskan dari kuasa dosa
Dari pengalaman indah dokter itu, yang disampaikan secara langsung kepada saya, kita bisa melihat apa makna keselamatan itu. Saya harap Anda perhatikan apa arti keselamatan itu sambil Anda mempelajari kisah ini.
Keselamatan adalah pengampunan dari dosa, akan tetapi keselamatan itu tidak sekadar pengampunan dari dosa saja. Sekiranya keselamatan itu hanya berupa pengampunan dari dosa saja, pikirkanlah apa yang akan dikerjakan oleh dokter itu. Dia akan berlutut di hadapan Allah dan berkata, "Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. Aku lahir sebagai seorang Kristen akan tetapi aku menjalani hidup yang kacau. Kumohon ampunilah aku karena telah mempermalukan namaMu. Ampunilah aku yang tidak memenuhi tanggung jawabku sebagai ayah dan suami. Ampunilah aku yang lalai mengurusi anakku di saat dia menghadapi luka yang berbahaya. Ampunilah aku yang tidak merawat keluargaku, mereka tidak punya makanan lagi. Ampunilah aku yang tidak bertanggung jawab terhadap para pasienku." Demikianlah, dia bertobat secara sungguh-sungguh dari dosanya. Dosa-dosanya diampuni. Saya ingin bertanya, "Apakah dia diselamatkan dari dosa?" Pikirkanlah baik-baik: Apakah ia diselamatkan dari dosa?
Ya, pasti! Dia diselamatkan. Namun bagaimana dengan kuasa dosa di dalam kehidupannya? Jika dia tidak dibebaskan dari kuasa dosa, apa yang akan terjadi pada dirinya? Apa gunanya bagi dia dengan hanya menerima pengampunan saja? Karena begitu dia keluar dari sana, dia masih dalam kuasa dosa, dia akan mengerjakan lagi semua dosanya. Akar dari dosa itu ada di dalam dirinya. Anda bisa saja memotong bagian ujungnya seperti memangkas rumput, akan tetapi ia akan segera tumbuh lagi, karena hanya bagian atas yang dipangkas dan akarnya masih tersisa. Bisakah Anda memahami bahwa pengampunan dosa saja, tak dapat disebut sebagai keselamatan? Karena selama akar dari dosa itu masih ada, maka Anda masih tetap budak dosa. Anda akan terus berbuat dosa lagi. Apakah Anda akan terus saja memintakan pengampunan atas dosa, sambil terus hidup di dalam dosa, lalu apakah Anda akan terus diampuni? Apakah menurut Anda hal semacam ini yang diinginkan oleh si dokter? Apakah menurut Anda pengampunan adalah hal yang paling penting yang dia cari? Hal yang terpenting baginya bukanlah sekadar pengampunan dosa, melainkan kemerdekaan dari kuasa yang sedang menghancurkan dirinya? Saya yakin setiap orang yang bergumul dengan dosa tahu betapa nyatanya kuasa dosa.
Di sinilah letak permasalahannya. Orang yang hanya sekadar meminta pengampunan dosa, tidak mengerti permasalahan dosa. Jika saya mendatangi sang dokter yang sedang mengarahkan pistol ke kepalanya, dan saya berkata padanya, "Sabar! Jangan terlalu dipikirkan. Allah akan mengampuni semua dosa Anda." Apakah Anda pikir dia akan merasa lega? Apakah Anda pikir di dalam keadaannya yang terdesak itu, dia hanya menginginkan dibebaskan dari hukuman dosa? Dia sedang menghukum dirinya sendiri! Dia sedang memohon hukuman itu. Bagi dia, pengampunan bukanlah masalah yang utama untuk saat itu. Persoalan yang utama adalah kuasa dosa yang sedang menghancurkan diri dan keluarganya. Yang harus ditangani adalah akar dari permasalahan itu.
Kebanyakan orang Kristen mungkin berkata kepada dokter ini, "Anda tidak perlu begitu tertekan atas dosa-dosa Anda. Ayolah! Tersenyumlah! Yesus mengasihi Anda dan akan mengampuni dosa-dosa Anda." Hal itu memang sepenuhnya benar. Dia akan mengampuni! Akan tetapi bagi seorang yang sedang diikat dosa, masalahnya bukan apakah saya diampuni atau tidak, tapi kuasa dosa yang akan menghancurkan saya. Jika Anda menyuruh saya untuk menjadi budak dosa seumur hidup, dan seumur hidup saya harus bolak-balik kepada Allah setiap hari dan berkata, "Tuhan, maafkan aku! Aku mabuk lagi. Tuhan, maafkan aku! Aku mabuk lagi!" Apakah menurut Anda orang ini mau menjalani hidup yang seperti ini? Itukah jenis kehidupan Kristen yang ingin Anda jalani? Setiap hari hidup di bawah kuasa dosa. Itukah kekristenan? Jika demikian halnya, di manakah keselamatan dari dosa itu? Kita hanya diselamatkan dari hukuman dosa. Kita belum diselamatkan dari dosa. Saya harap Anda bisa memahami persoalan di sini. Bisakah Anda melihat bahwa dokter ini tidak takut pada hukuman dosa? Bukan hukuman yang membuat dia cemas! Yang membuat dia kuatir adalah kuasa dosa, realitas dosa di dalam kehidupannya.
Saya harap Anda cermati hal ini: hukuman dosa bukanlah dosa. Dibebaskan dari hukuman dosa bukan berarti dibebaskan dari dosa itu sendiri. Pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah, apakah yang diajarkan oleh Alkitab? Apakah Alkitab mengajarkan "diselamatkan" berarti diselamatkan dari hukuman dosa, atau yang diajarkan adalah diselamatkan dari dosa? Syukur kepada Allah, Alkitab tidak sekadar mengajarkan keselamatan dari hukuman dosa! Syukur kepada Allah, karena Alkitab mengajarkan keselamatan dari dosa itu sendiri; keselamatan dari setiap kuasa dosa di dalam hidup saya!
Untuk memahami hal ini, bacalah Roma pasal 6, di mana rasul Paulus berkata, "Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa" [Rom 6:14]. Dosa tidak berkuasa lagi atas diri Anda. Jika Anda tidak mampu berkata kepada orang yang akan binasa oleh dosa, bahwa Allah sanggup menyelamatkan dia dari kuasa dosa, maka tidak ada pesan yang bisa Anda sampaikan pada mereka. Anda harus diselamatkan dari dosa, bukan sekadar dari hukuman dosa. Segenap isi surat Roma berkenaan dengan masalah kemerdekaan dari dosa, terutama di Roma pasal 6 dan 8.

Bukti dari kuasa yang mengatasi dosa
Jika kita tidak sekadar diselamatkan dari hukuman dosa, tetapi juga dari kuasa dosa, maka tahap lanjutan dari keselamatan adalah munculnya perubahan yang mendasar dalam kehidupan.
Jika Anda berkata bahwa Anda telah diselamatkan, akan tetapi belum diselamatkan dari dosa, berarti Anda masih belum tahu apa arti menjadi seorang Kristen itu. Ketika Dr Zatorius diselamatkan oleh Tuhan, dia tahu bahwa dia telah diselamatkan. Dia tahu persis apa yang dimaksudkan oleh rasul [Paulus] di 2 Kor 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,..." Itulah keselamatan! Itulah keselamatan sejati! Itulah makna dari keselamatan!
Saat seseorang telah diselamatkan, dia tahu bahwa dia telah diselamatkan; dia tahu bahwa sesuatu telah terjadi pada dirinya. Saat kuasa Allah masuk ke dalam hidup Anda, apakah Anda tidak mengetahuinya? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa peristiwanya harus dramatis seperti yang dialami oleh Dr Zartorius, namun tetap merupakan peristiwa di mana Anda tahu bahwa Anda telah mengalami kuasa Allah di dalam hidup Anda. Anda mungkin bahkan tidak tahu kapan peristiwa itu terjadi, akan tetapi yang penting adalah hal itu benar-benar telah terjadi. Sebagian orang mengalami kuasa Allah masuk ke dalam hidup mereka dengan pelahan-lahan namun dengan efektif. Mereka tahu bahwa kuasa Allah ada di dalam hidup mereka, walaupun mereka mungkin tidak tahu kapan persisnya perubahan besar itu terjadi. Alkitab mutlak memberitahu kita bahwa perubahan harus terjadi.

Perubahan - dibebaskan dari keterikatan pada keinginan
Perubahan yang seperti apa? Sama seperti yang terjadi pada Dr Zartorius. Karena kuasa dosa bekerja dalam kerangka yang sama. Apakah kuasa dosa di dalam kasus Dr Zartorius ini? Masalah kecanduan, yaitu kecanduan minuman keras. Inilah hal yang disebut sebagai 'nafsu' atau 'keinginan' di dalam Alkitab. Adanya keterikatan pada nafsu atau keinginan adalah bukti adanya kuasa dosa yang bekerja di dalam diri Anda. Ada yang tidak terikat pada alkohol, akan tetapi mereka kecanduan hal lain seperti seks. Mereka harus terus menerus memuaskannya. Nafsu seks tampaknya sangat berpengaruh pada sebagian besar orang. Mental mereka nyaris menjadi tidak seimbang akibat nafsu seks ini. Ada juga orang yang kecanduan uang. Selalu saja terikat dengan uang; mata mereka hanya bisa melihat lembaran dolar saja. Ada pula yang terikat pada kehormatan dan kedudukan. Dan kuasa dari semua hal itulah yang mengendalikan diri mereka. Mereka akan mengorbankan segalanya demi memuaskan keinginan mereka itu.
Lihat saja Dr Zartorius. Dia bersedia mengorbankan banyak hal; kehilangan reputasi; uang; dan bahkan kesejahteraan keluarganya demi memuaskan keinginannya. Inilah yang dimaksudkan sebagai kuasa atau dominasi dosa. Artinya, dosa merupakan pengendali di dalam diri Anda. Setiap orang yang tidak dimerdekakan dari dosa, yang memegang kendali di atas dirinya adalah dosa. Sebagai contoh, sifat 'egois' dalam diri orang yang belum dilahirkan kembali itu merupakan kuasa yang mengendali segenap hidupnya. Namun ketika kuasa Allah masuk Anda akan dibebaskan.
Demikianlah, kita bisa melihat hal ini di dalam 1 Yoh 3:9: Rasul Yohanes mengatakan, "Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah." Ajaran ini jelas bertentangan dengan ajaran yang kita dengar sekarang. Rasul Yohanes berkata, "Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi." Sungguh pernyataan yang keras! Bagaimana kita bisa memahaminya? Pertama-tama, kita tahu bahwa rasul Yohanes sedang membahas perkara yang tengah kita bicarakan: diselamatkan berarti diselamatkan dari kuasa dosa atau dari watak dosa yang ada di dalam diri Anda. Rasul Yohanes tidak menyatakan bahwa keselamatan itu sebagai sekadar pengampunan dosa saja. Dia sedang berbicara tentang penyembuhan ganda, kita diselamatkan dari murkanya dan kita juga dimurnikannya. Dia menjadikan kita manusia baru.
Apakah rasul Yohanes ingin berkata bahwa ketika Anda dilahirkan kembali, maka Anda tidak mampu lagi berbuat dosa? Oh, bukan itu yang ingin disampaikan oleh rasul Yohanes! Dia tidak bermaksud mengatakan bahwa kita langsung menjadi sempurna tanpa dosa. Di dalam 1 Yoh 1:8 dia menjelaskan, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." Lalu apa yang dimaksudkan oleh sang rasul?
Mari perhatikan lagi kesaksian Dr Zartorius. Ketika kuasa Allah masuk ke dalam hidupnya, kecanduannya pada alkohol telah meninggalkan dia. Ini hal yang sangat luar biasa! Anda bisa taruh segelas anggur di hadapannya dan tidak tak tergiur sama sekali. Bagi seorang pencandu alkohol, melihat segelas anggur di depannya merupakan suatu godaan yang luar biasa. Tapi tidak bagi dokter ini, dia telah memiliki kodrat yang baru sekarang. Kodrat yang baru ini merdeka dari keterikatan pada alkohol. Bukan berarti bahwa dia tidak bisa minum anggur lagi. Dia masih bebas untuk mengulurkan tangannya dan meminum anggur itu. Dan dia juga tahu bahwa jika dia memilih untuk minum anggur itu, dalam waktu singkat, dia akan kembali diperbudak oleh kecanduannya.
Demikianlah, saat Allah membebaskan kita dari keterikatan pada dosa, hal itu bukan berarti bahwa kita tidak bisa berbuat dosa lagi. Juga bukan berarti bahwa kita tidak akan menikmati perbuatan dosa. Seperti halnya Dr Zatorius, anggur memang sudah tidak memikat hatinya lagi, namun bukan berarti bahwa jika dia mencicipi anggur itu, lantas rasa anggur itu tidak terasa nikmat baginya. Anggur itu masih punya kuasa untuk menjatuhkannya lagi. Dan dia tahu bahwa dia harus menjaga jarak dari anggur. Tidak boleh berkata, "Nah, sekarang aku sudah merdeka dari kecanduan pada alkohol, jadi aku boleh minum sebanyak yang aku suka." Hanya karena kita sudah dibebaskan dari kuasa dosa tidak berarti bahwa sekarang kita boleh berbuat dosa sesuka hati. Jadi, "Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi," ini berarti bahwa kuasa dosa memang sudah pergi, namun bukan berarti bahwa Anda tidak bisa berbuat dosa lagi.

Jangan ceroboh menjalankan kemerdekaan yang Anda peroleh!
Sebagai rangkuman, apa yang terjadi ketika kita mengklaim kuasa keselamatan Allah? Yang terjadi adalah, seperti yang dialami oleh Dr Zartorius, Allah menaruh hati yang baru di dalam diri kita, seperti yang disampaikan oleh Yehezkiel [Yeh 36:26]. Hati yang baru ini adalah hati yang bebas dari kuasa dosa. Namun hal ini bukan berarti bahwa kita tidak bisa berbuat dosa lagi. Seberapa permanen kemerdekaan dari dosa ini? Apakah karena kita sudah merdeka dari kuasa dosa, lalu kita boleh bersikap ceroboh terhadap dosa? Karena kita sudah dimerdekakan dari kuasa dosa, sekali kita diselamatkan, maka kita akan selalu diselamatkan dari kuasa dosa? Kita tidak perlu takutkan lagi masalah dosa? Bukan demikian! Jika Dr Zartorius tidak mempergunakan kemerdekaannya dengan baik, dia bisa terjerat kembali oleh kecanduannya.
Ada dua macam jalur terjadinya kekeliruan dalam memahami ajaran keselamatan di sini. Kekeliruan yang satu menganggap bahwa sekali kita dibebaskan dari kuasa dosa, maka kita langsung menjadi sempurna. Itulah doktrin perfeksionisme. Sekalipun kita sudah dimerdekakan dari kuasa dosa, bukan berarti bahwa kita tidak akan jatuh lagi. Itulah sebabnya mengapa rasul Paulus berkata di dalam Gal 5:1, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh. Dia telah memerdekakan Anda, namun Anda harus berdiri teguh di dalam kemerdekaan itu. Anda harus menjaga kemerdekaan itu. Jangan salah gunakan kemerdekaan itu. Jadi janganlah berpikir, "Aku sudah merdeka dari dosa, lalu sekarang aku bisa mengerjakan apa yang aku suka." Itu adalah kesalahan yang paling besar.
Kekeliruan yang kedua adalah yang lebih sering terjadi. Pandangan bahwa sekalipun saya telah dimerdekakan dari dosa, lalu jatuh ke dalam dosa lagi, saya akan tetap diselamatkan walaupun tanpa pertobatan. Ini adalah kekeliruan yang sama besarnya. Sebagai contoh, Dr Zartorius telah dibebaskan dari dosa, namun apakah keadaannya akan lebih baik jika dia kembali menjadi pemabuk? Jika dia tidak berdiri teguh di dalam kemerdekaan yang telah diberikan oleh Kristus padanya, dia akan kembali menjadi seorang pemabuk. Itulah sebabnya, ketika saya berbincang-bincang dengan Dr Zartorius saat itu, dia menjauhkan diri dari anggur, sekalipun anggur itu sudah tidak memikat hatinya lagi namun dia tetap berjaga-jaga. Dia ingin berdiri teguh di dalam kemerdekaan itu. Kata rasul Paulus, "Jangan pakai kemerdekaanmu untuk membenarkan perbuatan dosamu."

Allah mampu menyelamatkan dari dosa dan menjaga kita agar tidak jatuh
Mungkin pertanyaannya adalah, jika memang ada bahaya bahwa seseorang bisa jatuh kembali, lalu seberapa pasti keselamatan saya itu?
Pertama, orang yang dilahirkan kembali, dapat berkata seperti rasul Paulus, "Karena aku tahu kepada siapa aku percaya" [2 Tim 1:12]. Kalimat penuh keyakinan: "Karena aku tahu kepada siapa aku percaya." Setiap orang Kristen yang benar-benar telah dilahirkan kembali bisa mengucapkan kalimat tersebut karena dia telah mengalami kuasa Tuhan yang menyelamatkan dari dosa. Karena itu, orang seperti Dr Zartorius benar-benar dipenuhi oleh sukacita dan semangat! Ke manapun dia pergi, dia bersaksi tentang apa yang telah dikerjakan oleh Allah dalam hidupnya. Dia mampu berkata, "Karena aku tahu kepada siapa aku percaya. Aku tahu bahwa dia mampu menjagaku. Dia mampu menjaga agar aku tetap merdeka dari dosa."
Hal yang kedua, orang yang mengalami kuasa Tuhan memiliki keyakinan penuh yang akan memampukan dia melangkah maju. Seperti yang kita baca di surat Yudas di ayat 24, Yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung. Artinya, di setiap waktu, saya bergantung pada kuasa itu. "Kasih karunia" menurut Alkitab bukanlah sesuatu yang pernah Anda terima beberapa tahun yang lalu, ketika Anda pertama kali percaya kepada Yesus. "Kasih karunia" menurut Alkitab adalah sesuatu yang menjadi sandaran Anda - Anda bergantung pada kasih karunia itu hari demi hari, detik demi detik. Anda bergantung kepadanya karena Anda tahu bahwa Allah berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung.
Perhatikanlah keselamatan yang indah ini. Saya bermegah di dalam salib Kristus! Saya bermegah di dalam keselamatan yang indah! Alasan saya bermegah dalam keselamatan ini adalah karena ini adalah keselamatan yang penuh - keselamatan yang sempurna - keselamatan yang tidak saja dari hukuman dosa, tetapi juga keselamatan dari kuasa dosa di dalam hidup saya. Saya bermegah dalam keselamatan ini karena saya telah mengalami realitas dan kuasa dari keselamatan tersebut di dalam hidup saya, sehingga saya mampu berkata seperti rasul Paulus, "Karena aku tahu kepada siapa aku percaya." Dan saya juga mampu berkata seperti Yudas, "Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung." Sudahkah Anda mengalami keselamatan yang penuh itu? Apakah Anda mampu berkata, "Aku tahu kepada siapa aku percaya"?
Lanjut ke http://gkmitiban.blogspot.com/2013/07/keselamatan-dan-kasih-karunia.html