Rabu, 17 Juli 2013

Keselamatan dan Iman.

(Bagian kedua dari seri pembahasan sistematis pokok keselamatan)

oleh Pendeta Eric Chang

Hari ini, dengan kasih karunia Allah, saya akan coba untuk menguraikan tentang ajaran keselamatan, sebagaimana yang diajarkan oleh Firman Allah. Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa terdapat perbedaan ajaran mengenai keselamatan di dalam gereja masa kini.

Pentingnya memahami ajaran yang alkitabiah mengenai keselamatan
Lazimnya gereja-gereja sekarang mengajarkan bahwa jika Anda percaya kepada Yesus maka Anda diselamatkan. Kita tidak diberitahu apa arti 'percaya' itu dan juga apa arti 'diselamatkan' itu. Kita hanya diberitahu, "Percayalah kepada Yesus dan kamu akan diselamatkan." Dan sekali selamat, maka Anda akan tetap selamat. Dan jika Anda "tetap selamat", maka itu berarti tak peduli apakah Anda berbuat dosa, meninggalkan Kristus sepenuhnya atau murtad - semua itu tidak masalah. Tak peduli apakah Anda menjalani hidup yang kudus atau tidak, Anda akan tetap selamat.
Di konperensi yang saya sebutkan di pesan yang lalu, saya bertanya kepada mereka yang mempertahankan ajaran ini, "Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa jika seseorang menyebut dirinya Kristen lalu melakukan pembunuhan atau perzinahan, atau segala macam dosa yang Anda ketahui, sekalipun dia tidak bertobat, maka ia akan tetap diselamatkan?" Menurut mereka, jawabannya adalah ‘iya.’ Karena sekali selamat akan tetap selamat'. Itulah ajaran standar gereja sekarang ini.
Doktrin semacam ini tidak bisa saya terima atas dasar Firman Allah. Sangatlah penting bagi kita tahu bahwa Firman Allah tidak mengajarkan doktrin semacam itu, bahwa Anda bisa diselamatkan tanpa pertobatan. Sangatlah penting untuk dipahami bahwa tanpa kekudusan, tidak ada keselamatan.
Selanjutnya, dalam beberapa minggu ke depan, saya berniat untuk menguraikan secara sistematis semua ajaran alkitabiah mengenai keselamatan. Setiap orang Kristen perlu memahami apa makna keselamatan itu. Tak ada hal yang lebih tragis daripada orang yang menyangka bahwa dia akan diselamatkan padahal kenyataannya tidak. Saya tidak mau dituntut untuk mempertanggungjawabkan akibat dari ajaran semacam itu di Hari Penghakiman nanti.
Di pesan yang lalu (Keselamatan dan Kekudusan), kami telah menegaskan hubungan penting antara keselamatan dan kekudusan. Kita lihat dari Ibrani 12:14, dan juga banyak ayat lainnya, bahwa tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Itu adalah Firman Allah. Tak peduli apapun yang diucapkan oleh orang-orang, saya minta Anda untuk meneliti apa yang disampaikan oleh Allah.
Kita akan melihat Yoh 1:12-13. Dan apa yang kita lihat di sini? "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; (13) orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah."
Menjadi seorang Kristen adalah masalah kelahiran baru. jadi, pertanyaan yang perlu Anda ajukan adalah, "Bagaimana caranya agar Anda bisa 'dilahirkan kembali'?" Di gereja-gereja Anda telah banyak mendengar tentang hal 'dilahirkan kembali', tahukah Anda apa artinya 'dilahirkan kembali'. Selama bertahun-tahun saya melayani Tuhan, saya telah mendengarkan begitu banyak khotbah, namun tak satupun dari semua khotbah itu yang memberitahu saya apa arti 'lahir kembali'. Mereka terus saja berkata, "Anda harus dilahirkan kembali," tapi tolong beritahu saya apa arti 'dilahirkan kembali' itu?
Di pesan yang selanjutnya, dengan izin Allah, saya ingin menguraikan lebih dalam lagi tentang makna 'dilahirkan kembali'. Di pesan hari ini, kita perlu memahami bagaimana seseorang itu dilahirkan kembali. Ayat 12 berkata, semua orang yang menerima-Nya, mereka yang percaya dalam nama-Nya, mereka itulah orang-orang yang menjadi anak-anak Allah. Mereka menjadi anak-anak Allah dengan cara 'dilahirkan kembali' oleh Roh. Pertanyaannya adalah: Apakah arti 'menerima Kristus dan apakah arti percaya dalam namanya'"? Apa arti 'memiliki iman', dan apa juga arti 'iman' itu?

Tiga macam iman
Pertama-tama, saya ingin agar Anda perhatikan tentang tiga macam hal yang sama-sama memakai nama 'iman'.

1) Iman yang diakui di mulut, namun disangkal dalam kehidupan
Pertama, jenis iman yang terlihat mirip dengan iman, namun sebenarnya bukanlah iman. Contohnya di dalam Titus 1:16. (Saya akan memberi Anda rujukan-rujukan ayatnya, supaya jelas bahwa yang sedang kita bahas ini adalah Firman Allah, bukan pendapat manusia.) Titus 1:16 berkata, "Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik."
Gereja hari ini berkata, "Jika Anda diselamatkan, maka Anda selamat. Tak peduli apakah ada kekudusan di dalam hidup Anda. Sekalipun hidup Anda tidak menunjukkan adanya perbuatan baik, hal itu tidak jadi masalah, karena kita ini diselamatkan oleh kasih karunia, bukan oleh perbuatan baik." Ini menunjukkan bahwa gereja tidak mengerti apa itu kasih karunia dan apa itu perbuatan baik. Jika Anda berkata bahwa adanya kasih karunia berarti Anda tidak perlu menghasilkan buah Roh di dalam hidup Anda, maka ini menunjukkan bahwa Anda sama sekali belum mengerti apa itu kasih karunia. (Kita akan kembali lagi pada pokok ini.)
Di ayat Titus 1:16 ini, orang-orang ini mengaku mengenal Allah, tetapi Paulus menolak pengakuan iman mereka. Mengapa? Karena mereka menyangkal Allah - walaupun mulut mereka mengakui, namun mereka menyangkal melalui perbuatan mereka, lewat kelakuan mereka. Ini berarti jika hidup Anda tidak sesuai dengan pengakuan iman Anda, maka iman Anda itu iman yang kosong.
Inilah jenis iman yang oleh rasul Yakobus sebut sebagai 'iman yang mati'. Yak.2.20, "Iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong." Jadi memang ada jenis iman yang disebut 'iman'. Ia benar-benar disebut 'iman', namun kosong atau mati. Iman yang mati tidak bisa menolong siapapun. Itulah pokok utama di Yakobus pasal 2. Bandingkan Firman Allah dengan jenis ajaran yang beredar sekarang ini.
Paulus juga menyampaikan hal yang serupa di 2 Tim 3:5, tentang adanya orang-orang yang "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!" Menurut ayat 2, orang-orang yang harus dihindari adalah orang-orang yang mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, dan seterusnya; akan tetapi orang-orang ini menjalankan semacam ibadah dan mengaku memiliki iman. Namun Paulus berkata, "Terhadap orang-orang semacam ini, tak peduli sebesar apa pengakuan mereka tentang keagamaan mereka, jauhilah mereka!" Paulus tidak mau berurusan dengan orang-orang semacam itu.
Dari sini kita mulai melihat adanya suatu perbedaan yang sangat besar antara ajaran Paulus dengan jenis ajaran yang kita lihat sekarang. Paulus sangat keras dalam menyikapi setiap orang Kristen yang mengaku beribadah, yang mengaku memiliki iman di dalam Kristus dan Allah, namun kehidupannya justru menyangkal pengakuan tersebut. Malahan, Paulus menekankan pokok yang sama di 1 Korintus 5:11: Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.
Perhatikan betapa keras sikap Paulus terhadap orang-orang yang mengaku sebagai orang Kristen, namun yang kehidupannya tidak sesuai dengan pengakuannya. Namun sikap semacam ini tidak dimiliki orang Kristen sekarang. Bahkan para penatua gereja ikut-ikutan bermain judi dan sibuk bertengkar satu dengan yang lain. Karena cinta akan uang, mereka menggelapkan pajak. Bagi mereka, tidak masalah karena yang diajarkan pada mereka adalah, "Sekali dia diselamatkan maka dia akan tetap selamat.” Dia bebas melakukan dosa sebanyak yang dia inginkan. Tidak perlu kuatir. Paulus sangat keras menghadapi persoalan semacam ini. Dia berkata bahwa jika Anda menyebut diri Anda seorang saudara seiman, namun Anda melakukan semua dosa itu, maka dia tidak akan mau berurusan dengan Anda. Dia bahkan tidak mau makan satu meja dengan Anda. Mengapa? Agar nama Kristus tidak dipermalukan. Sebab, jika nama Kristus dipermalukan, maka orang-orang non-Kristen tidak akan mau menjadi Kristen. Bukankah hal semacam itu yang kita dengar sekarang ini? Orang-orang non-Kristen terus saja berkata, "Nah, aku sama baiknya dengan orang Kristen!" Dan mereka benar! Mereka sama baiknya dengan orang Kristen. Itu sebabnya mereka berkata, "Mengapa aku harus menjadi orang Kristen? Coba lihat orang-orang Kristen itu!"
Paulus memberi peringatan kepada orang-orang Kristen di dalam surat kepada jemaat di Korintus di 1 Kor 6:9, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak benar tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah?" Yang dia maksudkan dengan orang yang tidak benar adalah orang-orang yang menjalani hidup yang tidak benar. Lalu dia melanjutkan, "Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit (homoseksual),  (10) pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah". Namun sekarang, kita diajari bahwa kebenaran itu berarti kebenaran Kristus dikenakan (impute) pada kita, dan Anda bisa bersembunyi di balik kebenaran Kristus sambil terus berbuat dosa. Paulus menolak keras pandangan ini. "Apakah Kristus itu pembuat dosa?" demikian dia bertanya [Gal 2:17]. Akan tetapi kita menyatakan, "Yah, kita tidak memiliki kebenaran atas nama pribadi. Kebenaran Kristus dikenakan pada pada saya dan saya bisa bersembunyi di balik kebenaran itu."
Kebenaran Kristus itu memang dikenakan pada kita. Kebenaran itu dikenakan pada kita lewat dua cara: pertama, dengan mengampuni dosa-dosa kita - semua dosa kita di masa lalu dihapuskan. Akan tetapi itu belum merupakan keseluruhan dari keselamatan, karena masih ada pokok yang kedua. Dosa-dosa kita dihapuskan bukan supaya kita bebas berbuat dosa lagi. Pokok yang kedua adalah: kita dilahirkan kembali. Makna dari ungkapan 'dilahirkan kembali' adalah, "Menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya." Dan jika kita berbeda dari diri kita yang dulu, berarti kita tidak akan melakukan apa yang pernah kita perbuat dulunya.
Sekarang Anda tahu mengapa ungkapan 'dilahirkan kembali' itu banyak dipakai namun tidak dijelaskan. Karena istilah 'lahir baru' atau 'dilahirkan kembali' itu mempunyai arti adanya suatu perubahan yang utuh di dalam kehidupan. Bagaimana Anda menjadi baru jika Anda masih seperti yang dulu? 'Lahir baru' berarti Anda menjadi berbeda - yaitu berbeda dari diri Anda yang sebelumnya. Kebaruan di dalam diri kita ini dibentuk mengikuti gambar Kristus, kita menjadi serupa dengan Kristus. Kita tidak serta merta menjadi baru dalam sekejap mata. Menjadi 'baru' adalah suatu proses. Keselamatan itu adalah suatu proses. Pembaruan ini adalah suatu proses yang berkelanjutan. Itulah sebabnya disaat Anda menjadi Kristen, hal itu tidak berarti Anda langsung sempurna tanpa dosa. Anda masih akan jatuh ke dalam dosa dari waktu ke waktu. Anda masih akan mendapati bahwa diri Anda tidak mentaati Allah dari waktu ke waktu. Namun perbedaan yang penting di sini adalah: setiap kali Anda berbuat dosa, hal itu akan sangat menyedihkan hati Anda. Perbuatan itu akan sangat menyayat hati Anda. Sebelumnya, jika Anda berbuat dosa, maka Anda tidak akan peduli. Namun sekarang, Roh Allah akan menegur Anda atas dosa-dosa Anda, memperingatkan Anda pada dosa-dosa itu, sehingga Anda bertobat lagi dari dosa-dosa itu. Anda akan tetap diampuni selagi Anda bertobat (1 Yoh 1:9).
Namun tidak ada ajaran di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa Anda akan diampuni tanpa perlu bertobat bertolak belakang dengan doktrin resmi banyak gereja sekarang.
Jadi, jenis iman yang pertama adalah, jenis iman yang hanya ada di mulut seseorang; dia mengaku sebagai orang beragama, dan mungkin saja dia sangat tulus di dalam pengakuan tersebut. Akan tetapi pengakuan ini tidak dimbangi oleh adanya perubahan di dalam kehidupannya. Jadi iman semacam ini bukanlah iman yang menyelamatkan. Ini bukanlah iman yang sejati. Ayat 1 Petrus 1:7 menguraikan tentang kesejatian iman.

2) Iman yang tulus tetapi tidak utuh
Jenis iman yang kedua ini memang merupakan iman yang nyata, namun iman ini bukanlah iman yang utuh. Ada komitmen akan tetapi bukan komitmen yang total. Iman seperti ini dapat ditemukan di Matius pasal 13. Yesus memberitahu kita lewat perumpamaan ini bahwa Firman Allah diumpamakan seperti benih yang ditabur. Matius 13:20 berkata, "Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira." Orang jenis ini menerima Firman Allah dan dia menerimanya dengan gembira. Tidak ada orang yang bisa mengatakan bahwa jenis penerimaan Firman Allah yang semacam ini tidak tulus. Dia bukan sekadar menerima Firman Allah, dia juga menerimanya dengan gembira. Namun kita lihat di ayat 21 bahwa, saat penganiayaan datang (ketika persoalan bermunculan), orang ini murtad. Orang ini awalnya memang menerima Kristus. Dia memang menerima Firman itu, namun di ayat 21 kita diberitahu bahwa orang ini tidak memiliki akar yang dalam, jadi ketika kesukaran dan persoalan datang, dia murtad.
Di ayat 22, ada lagi jenis orang Kristen yang mirip dengan itu. Orang ini mendengar Firman Allah dan menerimanya, akan tetapi kekuatiran dan tipu daya dunia - kasih pada dunia - mencekik benih itu. Berdasarkan firman di dalam ayat 21 dan 22, apakah orang ini diselamatkan atau tidak? Orang yang menerima Firman Allah dengan gembira, apakah dia diselamatkan atau tidak?
Dikatakan di Yoh 1:12, "orang yang menerima Kristus, mereka yang percaya dalam nama-Nya, maka orang itu diselamatkan." Jadi kalau demikian berdasarkan ajaran sekali selamat tetap selamat, berarti orang yang menerima Firman Tuhan dengan gembira itu akan selamat dan tetap selamat, bukankah demikian? Mungkin pemegang ajaran ini akan berkata bahwa orang-orang yang murtad itu mestinya tidak benar-benar menerima Yesus. Bagaimana kita bisa tahu apakah orang itu benar-benar menerima Yesus atau tidak? Alkitab tidak menyangkal ketulusan itu. Namun apakah yang menjadi persoalannya?
Masalahnya adalah bahwa iman itu tidak utuh. Masih ada batu-batunya. Kata 'tanah' di dalam perumpamaan ini adalah gambaran dari hati. Allah-lah yang menghancurkan batu-batu itu. Allah bisa menghancurkan batu-batu di dalam hati kita, akan tetapi kita harus bersedia mengizinkan Dia mengerjakan hal itu. Dia tidak akan menghancurkan batu-batu di dalam hati kita jika kita tidak mengizinkan Dia mengerjakannya.

Komitmen kepada Allah itu harus total atau itu bukan komitmen
Saya ingin bertanya apakah komitmen Anda kepada Allah itu adalah suatu komitmen yang total atau tidak. Saya tidak menyangkal ketulusan iman Anda. Alkitab tidak menyangkal ketulusan Anda dalam menerima Firman Allah dengan gembira. Namun persoalannya adalah, ketika Anda menerima Firman itu di dalam hati Anda, apakah Anda membuka segenap hati Anda kepada Allah? Atau apakah Anda masih menutup beberapa bagian di dalam hati Anda – masih ada batu-batu. Anda bisa saja menerima Firman Allah, namun apakah benih semak belukar di dalam hati Anda - benih kecintaan pada dunia - masih banyak bertaburan di hati Anda? Apakah Anda mengizinkan Allah untuk menyingkirkan benih semak belukar itu dari dalam hati Anda? Peringatan yang terdapat di dalam ajaran Yesus di sini adalah bahwa Anda bisa saja memiliki iman yang tulus, namun karena iman yang tulus itu tidak utuh, bukan komitmen yang total kepada Allah, akibatnya adalah bahwa ketika penganiayaan datang, saat kecintaan pada dunia muncul, Anda akan murtad. Ini berarti bahwa hanya ada satu jenis iman yang menjamin keselamatan kita dan itu adalah jenis iman yang berupa komitmen total.
Pada akhirnya, iman yang tidak utuh justru merupakan iman yang sangat berbahaya. Berbahaya karena ia memang iman namun bukan iman yang utuh. Dan karena Anda berpikir bahwa Anda memiliki iman, sekalipun iman itu tidak utuh, Anda mungkin akan menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa Anda akan baik-baik saja.

Hukuman itu berat bagi mereka yang hidupnya mempermalukan Tuhan
Ada contoh lebih lanjut tentang iman yang tulus namun tidak utuh ini. Di Matius 18, seorang hamba raja, karena keteledorannya membuat dia berhutang sepuluh ribu talenta kepada raja. Dengan demikian, dia lalu dihukum dengan sangat keras. Ketika raja memerintahkan untuk menjual dia dan keluarganya sebagai budak, si hamba ini datang dan memohon pengampunan kepada sang raja. Di dalam ayat 27, kita diberitahu bahwa majikannya, sang raja, membebaskan dia, mengampuni dia sepenuhnya.
Ketika si hamba, si menteri ini, memohon pengampunan, apakah permohonannya itu tulus? Apakah permohonannya itu murni? Tentu saja, permohonan itu tulus - segenap hidupnya dipertaruhkan di sana. Saat sang raja mengampuni hutangnya, apakah pengampunan itu murni? Tentu saja pengampunan itu murni. Tak ada keraguan mengenai ketulusan di dalam hal permohonan akan pengampunan dan juga pengampunan yang diberikan ini.
Namun yang terjadi selanjutnya adalah, hamba ini, lalu mendatangi rekannya sesama hamba dan berkata, "Bayar hutangmu kepadaku." Ketika rekannya itu tak mampu membayar, dia meminta agar rekan tersebut dipenjarakan. Lalu apa yang terjadi? Perkara ini lalu diadukan kepada sang raja. Kemudian raja memanggil hamba tersebut ke hadapannya dan berkata, "Aku telah mengampuni semua hutangmu. Bukankah kamu juga seharusnya mengampuni hutang rekanmu yang tidak seberapa itu? Karena kamu tidak mengampuni hutang rekanmu itu, maka semua pengampunan yang telah kuberikan kepadamu itu dibatalkan."
Selanjutnya, apa yang terjadi pada orang ini? Kita diberitahu bahwa hamba ini diserahkan kepada algojo-algojo (ayat 34). Hamba ini mendapat hukuman yang jauh lebih keras lagi. 'Algojo-algojo' berarti para penyiksa yang akan terus menyiksa dia sampai dia melunasi hutangnya, hal yang jelas mustahil, atau sampai dia mati, dan ini yang lebih lazim terjadi pada zaman itu.
Hamba ini benar-benr tulus memohon pengampunan. Dia benar-benar diampuni, akan tetapi kehidupannya menunjukkan bahwa dia tidak layak atas pengampunan itu. Dan karena kehidupannya tidak sesuai dengan pengakuannya (dan di dalam hal ini, bahkan pengakuan yang tulus sekalipun), pengampunan buatnya dibatalkan.
Perhatikan bahwa keadaannya yang terakhir ternyata lebih buruk daripada keadaannya mula-mula. Pada awalnya, di dalam ayat 25, dia hanya akan dijual sebagai budak bersama anak dan istrinya. Dijual sebagai budak memang sangat buruk; namun sekarang, hukuman yang harus dia tanggung lebih buruk lagi. Kali ini, dia diserahkan kepada para algojo. Sama seperti yang dikatakan oleh Petrus di dalam 2 Pet 2:20, "Akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula."
Paulus berkata kepada Timotius bahwa seorang Kristen yang tidak hidup selayaknya orang Kristen adalah lebih buruk daripada orang yang tidak percaya! Dan jika orang yang mengaku Kristen menjalani kehidupan yang mempermalukan Allah, yang membuat dia menjadi lebih buruk daripada orang yang tidak percaya, maka hukuman buatnya akan lebih berat daripada hukuman terhadap orang yang tidak percaya. Hal ini jelas merupakan kebalikan dari ajaran "sekali selamat tetap selamat," bukankah begitu? Ayat-ayat ini bukan saja tidak sejalan dengan ajaran 'sekali selamat tetap selamat,' namun memberitahu kita bahwa orang yang mengaku sebagai orang Kristen dan menjalani hidup yang mempermalukan Kristus, hukuman atasnya akan lebih berat daripada hukuman sebelumnya.
Janganlah kita menjadikan Firman Allah tidak berlaku demi dogma dan tradisi kita. Firman Allah telah menegaskan kepada kita, bahwa Anda bisa saja memiliki iman yang tulus akan tetapi tidak sempurna atau utuh. Dan karena iman tersebut tidak utuh, Anda mungkin akan menjalankan kehidupan yang mempermalukan Allah, sehingga pada akhirnya Anda berada dalam posisi yang sama dengan mereka yang sejak awalnya tidak memiliki iman yang tulus. Orang yang telah menerima Firman Allah dengan gembira lalu itu menjadi murtad ketika datang aniaya, dia berpaling dari Allah, apakah bedanya dia dengan orang yang sejak awalnya tidak memiliki iman yang tulus? Karena bukankah mereka semua, pada akhirnya, akan menyangkal Allah di dalam kehidupan mereka?
Pokok ini membawa kita pada peringatan Paulus pada jemaat di Korintus, di 2 Kor 13:5, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman." Paulus berkata, "Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." Tidak tahan uji ini artinya adalah tidak memenuhi standar. Ini adalah ucapan yang sangat keras. Ingatlah bahwa dia sedang berbicara kepada orang-orang Kristen, bukan kepada orang non-Kristen. "Apakah kamu tetap tegak di dalam iman?" demikian ucapnya kepada jemaat di Korintus, "Ujilah dirimu."
Sekalipun jemaat Korintus itu adalah orang-orang percaya, akan tetapi Paulus tetap berkata kepada mereka, "Telitilah iman macam apa yang kalian miliki. Apakah itu sekadar iman berdasarkan pengakuan di mulut saja? Atau apakah itu iman yang tidak utuh, yang hanya akan berakhir sama seperti iman jenis yang pertama?"
Jadi, iman jenis yang kedua adalah iman yang tulus akan tetapi iman ini masih harus bergerak maju menuju komitmen total. Jika ia terhenti dan tidak melanjutkan ke arah komitmen yang total, maka Kitab Suci sudah memberi kita peringatan tentang bahaya besar yang menanti di depan. Itulah sebabnya mengapa Anda menemukan betapa banyak orang yang setelah mereka mengambil keputusan bagi Kristus di dalam sebuah KKR akhirnya murtad - karena mereka berhenti di titik itu saja. Mungkin mereka telah membuat suatu komitmen yang tulus, akan tetapi mereka tidak melanjutkan pada komitmen yang total.

3) Iman yang berupa komitmen total
Iman jenis ketiga adalah iman yang berupa komitmen total. Suatu komitmen total tidak harus berarti pelayanan full-time. Saya harus terus mengulangi pernyataan ini karena setiap kali saya berbicara tentang komitmen total, orang-orang langsung berpikir tentang pelayanan full-time. Komitmen total adalah sikap hati Anda. Anda bisa saja mengkhotbahkan Injil tanpa memiliki komitmen yang total. 'Pelayanan full-time' tidak selalu berarti, atau tidak selalu sama nilainya, dengan 'komitmen total'. Ada sangat banyak penginjil di zaman sekarang ini yang bukan merupakan orang-orang yang berkomitmen total. Ada kecintaan pada uang di dalam hatinya. Ada kecintaan yang besar pada dunia. Dan kita tahu ada banyak hal yang tidak menyenangkan yang sedang berlangsung di tengah gereja-gereja. Jadi, komitmen total itu merupakan sikap hati. Pelayanan full-time ataupun penginjilan itu adalah masalah karunia. Saya berani berkata bahwa ada banyak jemaat awam di gereja yang bukan saja sebanding komitmennya, bahkan mungkin malah lebih besar komitmen mereka dibandingkan kebanyakan pendeta. Jadi, saya harap Anda bisa mengerti bahwa komitmen total di dalam Alkitab itu mengacu pada sikap hati kita kepada Allah.
Apakah sikap hati yang dimaksudkan itu?Ayat di Yoh 1:12, berkata, "semua orang yang menerima-Nya." Kata yang diterjemahkan dengan istilah 'menerima', di dalam bahasa Yunaninya bisa - atau bahkan lebih baik jika - diterjemahkan dengan kata 'mengambil'. Malahan, kata ini bisa berarti 'seize (merenggut)' dalam pengertian memakai kekerasan - merenggut seseorang dengan paksa. Kata yang sama, misalnya, dipakai di dalam Matius 21:35 dan 39, di mana dalam perumpamaan ini para penggarap itu menangkap (seize), para hamba yang dikirim oleh sang pemilik ladang. Jadi, Yoh 1:12 ini bisa kita terjemahkan dengan kalimat, "Semua orang yang mengambil-Nya, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." Itulah hakekat dari iman. Jika Anda menerima sesuatu, bagaimana cara Anda menerimanya? Anda akan mengambil apa yang diberikan kepada Anda itu. Jika saya memberi Anda sesuatu, dan jika Anda ingin menerimanya, maka Anda harus menggerakkan tangan Anda dan mengambil pemberian itu. Inilah alasan mengapa ungkapan 'menerima' dan ungkapan 'mengambil/berpegang' itu memiliki makna yang sama.
Di dalam Kitab Suci, iman selalu memiliki ciri ini, yaitu mengambil atau berpegang kepada Allah - mengambil atau berpegang pada hidup yang kekal. Iman diungkapkan secara sangat positif [atau memiliki pengertian yang aktif]. Di sepanjang Kitab Suci, kita temukan para raksasa iman yang merupakan orang-orang yang selalu berpegang atau bergantung pada Tuhan. "Hatiku berpaut kepada Tuhan"; aku berpegang padaNya, demikianlah yang dinyatakan oleh si pemazmur. Jika Anda beriman pada Tuhan, maka Anda akan berpegang kepadaNya.

Para raksasa iman 'berpegang/berpaut' kepada Allah
Di Kejadian 32 kita melihat bagaimana Yakub terus 'memegangi' Malaikat Tuhan. Namanya, sebagai akibat dari peristiwa itu, diganti menjadi Israel, "Sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang." Iman adalah kemenangan bersama Allah dan menang atas Allah dalam contoh ini. Anda bisa berkemenangan dengan cara berpegang teguh padaNya. Banyak contoh semacam ini di sepanjang Kitab Suci. Sebagai contoh, Abraham, dengan iman 'berpegang teguh' pada janji-janji Allah; dia 'berpegang teguh' pada kepribadian Allah. Orang yang memiliki iman yang sejati adalah orang yang 'berpegang teguh' atau 'berpaut' kepada Allah. Demikianlah, kita akan temukan terus ungkapan iman ini di sepanjang Kitab Suci. Ketika Ruth mengungkapkan imannya kepada Allah, dia 'berpaut' kepada Naomi. Di dalam Ruth 1:16, dia berkata, "Allahmu adalah Allahku." Dia berkata, "Janganlah menyuruh aku untuk meninggalkanmu." Dia berpegang teguh; dia berpaut.
Ada juga ayat-ayat yang indah di 2 Raja-raja. Di sini, Elisa 'berpaut' kepada Elia. Sebanyak tiga kali Elia berkata kepada Elisa bahwa Elisa boleh meninggalkannya. Kata Elia pada Elisa, "Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Betel." (2 Raj 2.2)Namun Elisa menjawab, "Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau." Hal yang sama dapat dibaca di ayat 4, dan ayat 6. Elia berkata kepada Elisa, "Tinggallah di sini. Aku akan melanjutkan perjalanan." Namun Elisa selalu menjawab, "Aku tidak akan meninggalkan engkau." Inilah orang yang beriman. Dia menginginkan porsi ganda dari Roh Allah. Jika Anda lanjutkan pembacaan Anda, maka Anda akan temukan bagaimana dia akhirnya menerima Roh Allah, karena dia menolak untuk meninggalkan Elia - dia berpegang teguh dengan imannya. Nabi-nabi besar Perjanjian Lama tidak secara tiba-tiba menjadi seorang nabi. Mereka adalah orang-orang dengan iman yang luar biasa. Terkadang mereka menunjukkan kelemahan mereka, namun bahkan di dalam kelemahan mereka itu, mereka 'berpegang teguh' kepada Allah; mereka tidak mau berpaling.
Itulah iman berdasarkan pengalaman kita, bukankah demikian? Kadang kala, tekanan kehidupan ini seperti akan menghancurkan kita. Persoalan kehidupan ini tampaknya menjauhkan kita dari Tuhan. Kadang-kadang, kita seperti orang yang sedang karam, dan berada dalam keadaan yang nyaris tenggelam, namun kita tetap berpaut kepada Tuhan. Seperti kata sang pemazmur, "Aku akan berpaut padaNya. Jiwaku melekat kepada Tuhan." Si pemazmur ini juga mengalami banyak persoalan, banyak kesukaran, akan tetapi iman adalah dasar yang membuatnya tidak berpaling. Dan di dalam keteguhan bertahan inilah Anda akan mendapati bahwa Allah juga berpegang pada Anda. "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." [Yak 4:8]
Iman yang sejati berpaut sepenuhnya pada Tuhan
Jadi, gambaran iman di dalam Alkitab itu ibarat seseorang yang sedang tenggelam. Kata 'keselamatan' itu berarti pertolongan, penyelamatan di tengah bencana, seperti kapal karam. Ibarat seseorang yang akan tenggelam, namun berpegang teguh pada perahu penyelamat. Di dalam Alkitab, iman tak pernah diartikan sekadar berpegang sekali saja kemudian melepaskannya sesuka hati Anda. Sama bodohnya dengan menganggap bahwa orang yang sedang mengalami kapal karam, dan karena dia telah memegang perahu penyelamat itu, maka di bisa sesuka hatinya melepaskan pegangannya pada  perahu itu, karena entah bagimana dia masih akan tetap diselamatkan. Iman berarti berpegang teguh secara terus menerus kepada Allah. Tak peduli seberapa lemahnya kita ini, seperti orang yang kapalnya karam - sudah sangat kelelahan, ketakutan dan lesu - namun dia masih melakukan satu hal: tetap berpegang teguh. Kita menemukan uraian yang persis seperti ini di dalam Filipi 3:12, "Aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus." Sudahkah Anda memiliki jenis iman total yang berpegang teguh sepenuhnya, tanpa syarat, kepada Kristus?
Kata yang digunakan di dalam Yoh 1:12 ini juga dipakai di Kis 10:43, yakni mengenai berpegang teguh dalam hal menerima pengampunan dosa. Juga di Roma 1:5, tentang hal menerima dan berpegang teguh pada kasih karunia. Dan di Ibrani 4:16, tentang menerima dan berpegang teguh pada rahmat Allah, yang harus diterima 'dengan segenap kekuatan kita' - mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita - berkomitmen total untuk berpegang teguh.
Kebesaran iman menurut Alkitab berkaitan dengan keteguhan iman; iman yang 'berpegang teguh'. Setiap contoh iman yang besar di dalam Alkitab adalah contoh tentang keteguhan.  Sebagai contoh, perempuan Siro Fenisia yang anaknya kerasukan setan [Mat 15:22-28]. Perempuan ini datang kepada Yesus dan memohon agar Yesus menyembuhkan anaknya. Namun dia bukan seorang Yahudi. Dan pada awalnya, tampaknya, Yesus menolak untuk mendengarkannya. Namun perempuan ini 'dengan teguh' memohon, dia tidak berhenti sekalipun menerima jawaban, "Tidak." Kepada perempuan ini, Yesus berkata, "Hai ibu, besar imanmu." Di manakah letak kebesaran imannya? Persis terletak pada keteguhannya memohon. Sekalipun jawaban dari Yesus tampaknya merupakan kata, "Tidak," namun dia terus saja memohon.
Yesus juga mengajarkan tentang Perumpamaan tentang Hakim yang Tidak Adil [Luk 18:1-18] untuk menguraikan pokok tentang iman ini. Hakim ini sebenarnya tidak mau mendengarkan permintaan si janda, akan tetapi janda ini terus saja mendatangi sang hakim, sampai akhirnya dia berkata, "Nah, sebaiknya aku membela perkaranya, daripada dia terus saja menggangguku."
Juga ada perumpamaan tentang seorang sahabat yang mengetuk pintu di malam hari untuk meminta roti [Luk 11:5-8], sahabat ini terus saja mengetuk pintu, dan berkata, "Berikanlah aku sepotong roti." Kita akan menganggap ini hal yang tidak tahu malu! Anda tentu tidak akan membangunkan orang lain di tengah malam! Akan tetapi seperti itulah iman: berpegang teguh.
Orang yang memiliki iman yang besar adalah orang yang berpegang teguh di dalam setiap situasi; Anda tidak akan bisa menggoyahkannya. Tak heran kalau orang semacam ini dijamin untuk diselamatkan. Hal itu tak perlu dipertanyakan lagi. Orang semacam ini tidak akan tersesat. Itu sudah pasti. Orang semacam ini, sekali selamat, dia akan tetap selamat. Karena dia tidak pernah berpaling. Kita harus menjelaskan tentang orang seperti apakah yang sedang kita bicarakan jika kita berkata, "Diselamatkan." Orang semacam ini, Anda tidak akan bisa menyingkirkannya dari Tuhan karena dia akan melekat kepada Tuhan apapun yang terjadi. Dan ketika dia sedang dalam kelemahan, dia akan berkata, "Tuhan! Pertahankanlah aku!" Namun, sampai dengan kekuatannya yang terakhir, dia akan terus bertahan karena dia berkomitmen total. Orang semacam ini adalah seorang anak Allah. Jadi, kita bisa artikan [Yoh 1:12], "Orang yang menerima-Nya," sebagai orang yang berpegang teguh kepada Kristus, "Yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." Percaya menurut Alkitab berarti berpegang teguh kepadanya. Terhadap orang semacam ini, kita baca di dalam Yoh 1:12, "Diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah." Itulah jenis orang yang 'dilahirkan kembali', yang diubahkan. Karena mereka berpegang teguh kepada Tuhan, maka akan terjadi transformasi dalam hidupnya.
Tindakan berpegang teguh kepada Tuhan ini sangat bergantung pada kekuatan Tuhan. Kekuatan dari Tuhanlah yang membantu kita untuk bertahan. Namun di pihak kita, kita harus memiliki tekad untuk bertahan, yakni bertahan sampai penghabisan.

Kiranya iman Anda adalah iman yang benar dan total!
Saudara, saya harap Anda mengerti apa arti iman yang menyelamatkan itu. Saya harap tidak ada orang yang akan terhilang pada Hari itu. Jika Anda memiliki iman yang sebatas pada pengakuan di mulut saja, maka itu akan menjadi tragedi terbesar Anda. Atau mungkin Anda memiliki iman yang benar, akan tetapi tidak utuh. Iman yang bukan komitmen total. Artinya, Anda memang berpegang pada Tuhan untuk jangka waktu sesaat, namun disaat keadaan mulai sukar, Anda berpaling, Anda murtad. Anda kurang memiliki komitmen total, yakni tekad untuk bertahan sampai penghabisan, untuk bertahan dengan kasih karunia Allah, bergantung kepada kekuatanNya. Anda boleh berkata, "Aku sangat lemah, aku tidak bisa melakukannya sendirian." Namun kita lihat di dalam Kitab Suci, di sana dikatakan, "TUHAN membantu dia di ranjangnya waktu sakit" [Maz 41:4]. Sang pemazmur tidak dapat bertahan dengan kekuatannya sendiri, akan tetapi dia bisa bertahan dengan kekuatan Allah. Jadi, mari kita miliki iman yang semacam ini, yaitu komitmen total ini. Dengan demikian, kita akan mengetahui apa artinya dilahirkan kembali.
Saya juga berdoa kiranya akan banyak orang yang menjadi para raksasa iman. Anda akan menang bersama Allah, Seperti Yakub, yang memiliki kehidupan yang berkemenangan. Jika Anda mau berpegang teguh kepada Allah, dan tidak mau berpaling, dengan kasih karunia Allah, maka Anda akan kagum melihat apa yang dikerjakan oleh Allah melalui Anda. Pada awalnya, seolah-olah Dia berkata, "Tidak," kepada Anda, namun jika Anda berpegang teguh, pada akhirnya, Dia akan menganugerahi Anda segala-galanya. Orang semacam inilah yang menyenangkan hatiNya.
Rahasia menjadi raksasa rohani sangatlah sederhana. Yang sulit adalah menjalankannya. Rahasia itu sangat sederhana. Jika Anda bisa berpegang teguh kepada Allah di dalam segala hal, di dalam setiap persoalan kehidupan Anda - dan Anda bertahan di dalam ketaatan penuh kepadaNya, berpegang pada Dia - saya beritahu Anda, sungguh ajaib hal yang akan Allah kerjakan melalui Anda, Anda bahkan tidak bisa membayangkannya.
Saya berpegang teguh kepada Allah dengan kasih karuniaNya, dan saya yakin bahwa Allah akan mengerjakan perkara yang ajaib di zaman ini. Saya sendiri sudah pernah melihat banyak perkara ajaib. Saya masih akan melihat banyak lagi perkara ajaib, seiring dengan kita berpegang teguh kepadaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar