Rabu, 17 Juli 2013

Keselamatan dan kekudusan


(Bagian pertama dari pembahasan sistematis tentang 12 pokok keselamatan)

oleh Pendeta Eric Chang

Saya akan menyampaikan kepada Anda mengenai sebuah pertentangan yang tengah berlangsung sehubungan dengan pokok pembahasan hari ini. Keadaannya memang kurang bagus, namun hal itu memang pasti akan terjadi. Kadang kala, di dalam usaha kita untuk memelihara kedamaian, kita sedikit mengorbankan kebenaran. Namun ada pula saatnya di mana kita harus berdiri teguh demi kebenaran.

Engkau harus menjadi yang terakhir untuk bisa menjadi yang pertama
Sebagaimana yang telah Anda ketahui, di KKR musim dingin di wilayah pantai barat Tuhan meletakkan - di dalam hati saya - pokok yang harus saya sampaikan. Tema dari KKR itu adalah "Berikanlah kepadaku pegunungan ini" yang diambil dari Yosua pasal 14. Pihak penyelenggara memberitahu saya bahwa mereka ingin agar setiap orang Kristen bisa mencapai potensi mereka di dalam Kristus. Saat saya berdiam diri di hadapan Tuhan, saya bisa melihat bahwa jika orang tidak diberi pengertian mengenai prinsip apa yang membuat mereka bisa maju menuju kepenuhan Allah di dalam hidup, maka tema KKR tersebut akan sulit untuk diuraikan dengan benar.
Di Yosua 14, kita melihat bahwa Kaleb mendatangi Yosua dan berkata: "...berikanlah kepadaku pegunungan." Kaleb adalah salah satu orang yang diutus oleh Musa untuk memata-matai negeri Kanaan. Hanya dia dan Yosua saja yang bersikap setia. Ketika mata-mata yang lain melaporkan bahwa gerakan maju ke negeri Kanaan itu tidak akan berhasil, kedua orang ini berkata, "Mari kita maju di dalam kekuatan Tuhan." Akan tetapi mereka berdua kalah suara. Mayoritas orang Israel berkata, "Jangan, itu negeri para raksasa. Jika kita maju ke sana, mereka akan segera membasmi kita!" Akan tetapi Kaleb dan Yosua berkata, "Benar, mereka memang kuat, akan tetapi Allah adalah kekuatan kita dan Dia pasti akan memberi kita kemenangan." Namun orang-orang Israel tidak mau mendengarkan kedua orang ini. Mereka lebih mendengarkan laporan mayoritas. Akibatnya, orang-orang Israel tidak mau taat kepada Tuhan dan seluruh angkatan itu binasa di padang gurun.
Yosua pasal 14 ini sangat menarik, ketika orang Israel akhirnya mencapai tanah perjanjian, Kaleb meminta kepada Yosua wilayah pegunungan di sebelah selatan Yerusalem. Namun yang mengejutkan, Yosua ternyata memberi Kaleb wilayah Hebron. Kaleb meminta wilayah pegunungan tetapi yang dia dapatkan adalah daerah lembah, Hebron adalah daerah yang terletak di lembah. Akan tetapi kita tidak melihat Kaleb memprotes lalu berkata, "Apa yang kau lakukan padaku? Aku meminta daerah pegunungan tetapi kau memberiku daerah lembah!" Kaleb memahami pemberian itu dengan sempurna karena dia adalah orang yang spiritual.
Di dalam kehidupan Kristen, sering kali, ketika kita meminta gunung dari Allah, yang Dia berikan adalah lembah. Hal penting yang perlu dipahami di dalam berurusan dengan hal-hal spiritual adalah, Anda baru bisa pergi ke atas jika Anda menuju ke bawah. Jika Anda ingin mendapatkan hidup, maka Anda perlu tahu apa artinya masuk kuburan; apa artinya mati bersama dengan Kristus. Dengan demikian, jika Anda ingin menjadi yang pertama, maka Anda harus tahu apa artinya menjadi yang terakhir. Jika Anda ingin menjadi yang terbesar di dalam Kerajaan Allah, maka Anda harus tahu bagaimana menjadi yang terkecil. Demikianlah, saya akan menguraikan prinsip rohani yang luar biasa pentingnya ini.

Buang semua kehidupan lama Anda
Pada hari kedua KKR, pokok yang saya uraikan adalah: dalam rangka memperoleh segala-galanya, orang harus kehilangan segala-galanya. Inilah prinsip ajaran Yesus. Jika Anda menginginkan kepenuhan hidup, maka Anda harus buang semua hidup lama Anda. Kegagalam dalam memahami prinsip mengakibatkan begitu banyak orang Kristen yang gagal mencapai gunung Allah. Saya menunjukkan dari Filipi 3 bahwa Paulus rela kehilangan segala-galanya demi memperoleh Kristus karena memiliki Kristus berarti memperoleh hal yang paling bernilai untuk dimiliki. Prinsip yang sama persis bisa kita lihat di Matius, di perumpamaan tentang Mutiara Yang Berharga. Ini adalah suatu prinsip rohani yang tidak pernah berubah: untuk bisa memperoleh Kristus, untuk bisa memperoleh segala-galanya, maka Anda harus kehilangan segala-galanya.
Tepatnya, inilah yang diajarkan oleh Yesus mengenai pemuridan: jika Anda ingin mengikut dia, maka Anda harus memikul salib Anda dan menyangkal diri Anda, bahkan termasuk menyangkal nyawa Anda juga. Jelas kita tidak bisa mengerjakan itu semua tanpa kasih karunia dan iman yang menopang kita. Artinya, Allah tidak berkewajiban untuk memberi kita mutiara yang sangat berharga ini. Dalam hal apapun, mutiara itu jauh lebih berharga dibandingkan segala sesuatu yang bisa kita tawarkan. Jika Paulus bisa memperoleh Kristus tanpa harus kehilangan segala-galanya, lalu mengapa dia harus kehilangan? Paulus bukanlah orang yang bodoh. Dia mengerti dengan sempurna tentang prinsip rohani: jika Anda tidak kehilangan segala-galanya, maka Anda tidak akan memperoleh Kristus.
Dengan kehilangan segala-galanya, bukan berarti seseorang harus menjadi pelayan full-time. Sama sekali bukan itu maksudnya, karena menjadi seorang pelayan full-time, bukan berarti Anda lalu kehilangan segalanya. Malahan, Anda bahkan bisa saja menjadi kaya raya dengan menjadi seorang penginjil, bisa lebih kaya dari pada orang lain. Entah Anda seorang penginjil atau bukan, tidak ada kaitannya dengan pokok tersebut. Saya sampaikan ini karena orang selalu bertanya apakah dengan berkomitmen total itu berarti seseorang harus menjadi penginjil. Menjadi seorang hamba Tuhan itu adalah persoalan anugerah dari Allah. Kehilangan segalanya itu berarti komitmen total kepada Allah yang mencakup kesediaan untuk mengerjakan apa yang Dia inginkan untuk kita kerjakan dan untuk kehilangan hal-hal yang Dia pandang penting bagi kita untuk direlakan. Pada titik awalnya, komitmen ini harus terwujud dalam bentuk sikap hati. Bagaimana komitmen ini nanti dijalankan, itu menjadi persoalan lain. Ketika pertama kali saya menjadi Kristen, sama sekali tidak terlintas di benak saya untuk menjadi penginjil. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan langkah saya di dalam komitmen kepada Tuhan, Dia mulai menunjukkan kepada saya hal itulah yang Dia inginkan untuk saya kerjakan. Namun bisa saya sampaikan dengan sejujurnya bahwa komitmen saya kepada Allah sebelum dan sesudah menjadi penginjil itu sama besarnya.
Ketika menguraikan Filipi 3, ada satu pokok yang perlu dibahas lebih lanjut, dan pokok tersebut terdapat di dalam khotbah yang kedua itu. Persoalan yang perlu diperhatikan adalah: Paulus berkata, "Aku telah melepaskan segala sesuatu untuk memperoleh Kristus." Pertanyaannya: Apakah Paulus belum memiliki Kristus? Jika Anda sudah memiliki Kristus, lalu mengapa Anda masih harus memperoleh dia? Dan jika Anda telah memperoleh Kristus tanpa harus kehilangan segalanya, lalu mengapa Anda masih perlu memperoleh dia dengan kehilangan segalanya? Yang Anda perlukan hanya percaya kepada Yesus dan ketika Anda mempercayai dia, maka Anda telah memperoleh dia. Dengan demikian, menjadi seorang Krsiten tampaknya sudah merupakan akhir dari segalanya; sama seperti orang yang lulus dan menerima ijazah. Tak perlu melanjutkan lagi. Lalu mengapa Paulus berkata bahwa dia terus berlari-lari mengejar tujuan? Tujuan apakah yang sedang dia kejar itu? Tujuan itu sudah dia sampaikan sebelumnya, yaitu memperoleh Kristus dan berada di dalam dia, di dalam kebenarannya. Namun apakah dia tidak memperoleh kebenaran Kristus ketika dia menjadi Kristen? Di dalam 2 Timotius, suratnya yang terakhir, Paulus berkata, "Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran..." (2 Tim 4:8). Bukankah seharusnya dia telah memiliki kebenaran itu? Tak heran jika penginjil zaman sekarang mengalami banyak kesulitan untuk bisa memahami Filipi 3. Setiap orang sadar bahwa Filipi 3 ini adalah salah satu pokok terpenting di dalam tulisan Paulus karena di sini Anda bisa melihat sampai pada kedalaman isi hati Paulus. Namun ketika orang-orang Kristen menatap isi hati Paulus, mereka tidak bisa memahami apa yang sedang mereka lihat itu. Mengapa Paulus berkata bahwa dia berlari-lari mengejar Kristus sementara orang Kristen lainnya sudah memperoleh Kristus? Bagaimana kita menalar hal ini?

Pertunangan: suatu cara untuk memahami ungkapan "memperoleh Kristus"
Untuk menjelaskannya, saya akan menggunakan sebuah gambaran. Saat dua orang saling jatuh cinta, apakah mereka sudah saling memiliki? Dalam pengertian tertentu, jawabannya adalah, "Ya," namun di dalam pengertian yang lain, jawabannya adalah, "Tidak." Anda mendapatkan cinta dari orang tersebut, akan tetapi, Anda belum memiliki orang tersebut sepenuhnya. Dari sana Anda masih harus melangkah menuju pertunangan. Pertunangan, di dalam Alkitab disebut dengan istilah 'betrothal (=ikatan pranikah, pent.)'. Ikatan jenis ini lebih erat daripada ikatan pertunangan sebagaimana yang dikenal di dunia barat sekarang ini. Masing-masing pihak memperlakukan pasangannya sebagai suami atau sebagai istri walaupun mereka belum tinggal dalam satu rumah. Ikatan pranikah ini masih bisa diputuskan, akan tetapi akan menjadi masalah yang sangat besar bila dibandingkan dengan putusnya ikatan pertunangan di zaman sekarang ini. Apakah Anda sudah memiliki orang tersebut ketika Anda bertunangan? Yah, sekali lagi, Anda memang bisa berkata bahwa Anda sudah memiliki dia, dalam pengertian tertentu, namun masih belum seutuhnya.
Saat kita datang kepada Kristus dan menyerahkan diri kita kepada dia, peristiwa itu diibaratkan seperti sebuah pertunangan dengan Kristus. Di dalam 2 Kor 11:2, kita baca, "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." Perhatikan bahwa disaat Anda ditunangkan, Anda boleh menyebut pasangan Anda sebagai suami atau istri. Di dalam ikatan pertunangan ini, kita memang telah memiliki Kristus, namun kita belum memiliki dia sepenuhnya. Justru untuk alasan inilah kita disuruh untuk melanjutkan menuju pernikahan. Alkitab dengan gamblang menegaskan bahwa kedudukan kita belum sampai pada titik 'pernikahan' dengan Kristus. Kita bisa baca tentang pesta pernikahan Anak Domba di dalam kitab Wahyu pasal 21; menurut Alkitab, pernikahan ini adalah salah satu peristiwa yang baru akan terjadi pada tahap akhir nanti. Pada saat itulah kita baru disatukan dalam pernikahan dengan Kristus. Di dalam semua perumpamaan dari Tuhan, Anda akan lihat bahwa pesta pernikahan adalah hal terakhir yang akan terjadi.

Tiga tahap keselamatan
Saya menunjukkan bahwa ketiga tahapan itu - yakni jatuh cinta, pertunangan dan pernikahan - berkaitan dengan ajaran Perjanjian Baru mengenai tiga tahap keselamatan. Kita baca, misalnya, bahwa kita telah diselamatkan (setidaknya ada dua rujukan tentang fakta bahwa kita benar-benar telah diselamatkan), namun kemudian, kita juga temukan rujukan-rujukan pada fakta bahwa kita juga sedang dalam proses diselamatkan.
1 Korintus 1:18 memberitahu kita, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." Keutuhan dari keselamatan itu ada di masa depan, saat kita disatukan dengan Kristus di dalam pesta pernikahan Anak Domba.
Di Roma 5:9-10, ada dua kali Paulus menyampaikan tentang keselamatan sebagai hal yang terjadi di masa depan:
Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!
Jadi kita bisa lihat bahwa ungkapan keselamatan itu dinyatakan dalam tiga bentuk kalimat (tenses): bentuk lampau (past tense), bentuk sekarang (present tense), dan bentuk yang akan datang (future tense). Ini berarti bahwa kita telah dibenarkan, sedang dibenarkan, dan kita akan memiliki kebenaran yang utuh nanti.
Paulus menegaskannya di dalam Gal 5:5 bahwa kebenaran dalam wujudnya yang utuh itu adanya di masa depan: "Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan." Dia menunjukkan kepada jemaat di Galatia betapa pentingnya untuk tetap teguh bersatu dengan Kristus setiap saat. Jemaat di Galatia ini tadinya mengira bahwa mereka bisa menambahkan sunat ke dalam kebenaran iman di dalam Kristus. Namun Paulus menyampaikan kata-kata peringatan di Gal 5:3, "Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat." Lalu di ayat 4, "Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia."
Itulah inti dari khotbah kedua yang saya sampaikan di KRR itu: bahwa keselamatan adalah suatu proses, dan itulah sebabnya kita harus terus melanjutkan langkah mengejar tujuan. Kita tidak boleh berpuas diri. Mentalitas puas diri inilah yang telah menghancurkan gereja. Hanya jika kita mengerti bahwa kita harus meneruskan langkah barulah gereja bisa bangkit dan bergerak maju. Pemberitaan yang disampaikan oleh kebanyakan gereja sekarang ini adalah: saat Anda telah menerima Kristus, berarti Anda telah menerima hidup yang kekal. Dan hidup yang kekal ini tidak akan pernah hilang. Menurut mereka, Anda tidak akan pernah terpisahkan dari Kristus, sekalipun Paulus berkata hal itu bisa terjadi. Oleh sebab itu, masih menurut mereka, sekali selamat, maka Anda akan tetap selamat; tak ada hal yang perlu Anda kuatirkan. Memang baik mengejar kemajuan, namun jika Anda tidak melakukannya, hal itu juga tidak akan berakibat buruk pada keselamatan Anda. Anda tidak perlu mengejar kemajuan. Malahan, jika Anda mengejar kemajuan, hal itu bisa mengarah pada sekedar amal baik saja. Anda tidak perlu kehilangan apa-apa. Tak ada kebutuhan untuk mengejar kekudusan. Kekudusan memang sangat bagus, akan tetapi tidak menjadi hal yang penting. Akibat dari ajaran semacam ini sangatlah membinasakan. Tak heran jika gereja menjadi lemah dan mengalami pembusukan di dalamnya. Saya adalah orang yang mengutamakan perdamaian. Saya tidak menghendaki adanya pertentangan di dalam gereja, namun saatnya telah tiba untuk menyatakan kebenaran dan menanggung akibatnya.

Pertemuan dengan panitia KKR
Setelah menyampaikan khotbah yang kedua itu, panitia penyelenggara KKR mendatangi saya dan berkata, "Khotbah Anda tampaknya menyatakan bahwa keselamatan itu adalah sebuah proses dan seseorang bisa saja tidak mampu menyelesaikan proses ini, yang berakibat pada kebinasaannya." Saya berkata kepada mereka, "Lalu, bagaimana pemahamannya menurut Kitab Suci?" Mereka sangat terganggu akan hal ini.
Pada hari berikutnya, pihak panitia mendatangi saya lagi dan berkata, "Kami telah memutuskan bahwa jika Anda tidak menyesuaikan khotbah Anda dengan doktrin kami, maka kami tidak bisa mengizinkan Anda untuk melanjutkan berkhotbah." Saya berkata kepada mereka, "Saudara-saudara, sungguh sedih hati saya melihat Anda memandang persoalan dengan cara ini. Anda tidak berkata, 'Kami ingin agar Anda menyesuaikan khotbah Anda dengan Firman Allah,' tetapi Anda malah berkata, 'dengan doktrin kami.' Tak satupun dari Anda yang bisa meyakinkan saya bahwa apa yang telah saya sampaikan itu tidak alkitabiah, persoalannya hanya karena tidak sesuai dengan doktrin Anda. Dan perbedaan itu memang saya akui."
Lalu mereka berkata, "Mari kita luruskan dulu masalah posisi doktrin Anda. Apakah Anda percaya bahwa keselamatan itu sepenuhnya berdasarkan kasih karunia?"
Saya menjawab, "Sudah tentu! Keselamatan menurut Kitab Suci itu 100% oleh kasih karunia."
Mereka bertanya, "Dengan demikian, berarti Anda percaya bahwa tak ada perbuatan manusia apa pun yang bisa dilibatkan di sini?"
Saya menanggapi, "Apa yang Anda maksudkan dengan perbuatan? Jika yang dimaksudkan adalah usaha manusia, maka saya setuju bahwa tak ada perbuatan yang bisa dilibatkan di sini. Namun jika yang dimaksudkan adalah perbuatan baik yang  dikerjakan oleh Allah melalui kita, maka saya tidak bisa setuju hal itu dikesampingkan. Kita harus memiliki perbuatan baik seperti itu karena itu semua adalah buah Roh, itu adalah hidup Allah yang diwujudkan di dalam diri kita. Efesus 2:10 memberitahu kita bahwa kita ini dipersiapkan oleh Allah untuk melakukan pekerjaan baik. Allah menuntut buah itu dari kita. Semua perbuatan baik itu memang tidak menyelamatkan kita, akan tetapi perbuatan baik itu adalah bukti dari keselamatan kita."
Lalu saya bertanya kepada mereka, "Bagaimana posisi Anda? Apakah Anda akan berkata bahwa jika seseorang telah menjadi Kristen, lalu dia berbuat dosa sebanyak yang dia kehendaki, dia tidak bertobat, masihkah dia diselamatkan?"
Tahukah Anda apa jawab mereka? Saudara-saudariku, jawaban mereka membuat saya sangat sedih. Mereka menjawab, "Ya." Saudara-saudari, perhatikanlah keadaan gereja zaman sekarang ini. Anda bisa lihat dosa berlangsung di tengah jemaat karena orang-orang itu diajari bahwa mereka boleh berbuat dosa sebesar yang mereka mau dan akan tetapi diselamatkan.
Saya tanyakan pada salah satu dari saudara itu, "Mari bicara secara lebih spesifik. Apakah maksud Anda itu, jika seorang Kristen melakukan pembunuhan dan perzinahan, maka dia tetap akan diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak?" Jawabannya adalah, "Ya, dia akan tetapi diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak."
Saya harap, saudara-saudari, silakan Anda nilai sendiri siapa yang menyampaikan kebenaran berlandaskan Kitab Suci. Jika seseorang bisa menjadi orang Kristen dan berbuat dosa sebanyak yang dia mau, lalu dia tetap diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak, maka saya boleh dikeluarkan dari gereja; saya tidak berminat menjadi bagian dari gereja yang seperti ini. Akan tetapi, saudara-saudari, sebagaimana yang telah saya peringatkan kepada Anda, barangsiapa menerima doktrin 'sekali selamat tetap selamat,' maka nasibnya akan berakhir secara mengerikan. Dengan air mata, saya memperingatkan Anda. Ajaran ini adalah penyelewengan dari kasih karunia. Hal inilah yang dimaksudkan di surat Yudas ayat 4, di mana dikatakan bahwa kasih karunia dari Allah telah disalah-gunakan untuk pelampiasan hawa nafsu. ('Perversion /penyalahgunaan' berarti penyelewengan; tindakan mengubah hakekat aslinya) Hal ini merupakan suatu bencana bagi gereja!
Kemudian mereka berkata kepada saya bahwa jika saya tidak menyesuaikan diri dengan doktrin mereka, maka mereka tidak akan mengizinkan saya berkhotbah. Saya tidak kecewa dilarang berkhotbah.
Saya sudah sampaikan sebelumnya, dan saya akan sampaikan sekali lagi: Keselamatan itu sepenuhnya berdasarkan kasih karunia, tak pernah bersumber dari usaha manusia. Perbuatan-perbuatan baik yang kita kerjakan sebagai orang Kristen itu dilaksanakan dengan kuasa Allah, oleh Roh Kudus yang bekerja melalui kita. Itu sebabnya hal ini disebut sebagai buah Roh. Dasarnya adalah kuasa Allah. Itu bukan hasil kebenaran saya; itu adalah kebenaran Allah yang bekerja melalui saya. Dan itulah yang disebut kasih karunia! Kita tidak boleh menyelewengkan makna kasih karunia menjadi kebebasan untuk berbuat dosa sebanyak mungkin, lalu kasih karunia itu tetap melekat pada diri Anda. Hal itulah yang diperingatkan oleh Paulus di dalam Roma 6:2, "Sekali-kali tidak," Allah melarang pemikiran semacam ini. Namun inilah doktrin resmi di dalam banyak gereja sekarang ini. Jika orang non-Kristen berbuat dosa, maka dia akan langsung masuk ke neraka, namun orang Kristen bebas berbuat dosa sebanyak-banyaknya, dan mereka akan tetap masuk ke surga. Doktrin macam apa ini?
Panitia KKR berkata kepada saya, "Kalau begitu, berarti kita tidak punya jaminan keselamatan. Jika kita bisa diselamatkan tetapi juga bisa terhilang lagi, berarti kita tidak punya jaminan keselamatan."
Saya menjawab, "Sama sekali tidak benar jika Anda mengenal Firman Allah. Kita memiliki jaminan keselamatan. Kita memiliki jaminan keselamatan sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di dalam Roma 8:16 bahwa 'Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.' Jaminan ini lahir dari hubungan yang hidup dengan Allah."
Mereka ingin diselamatkan tanpa adanya hubungan ini, padahal makna iman seutuhnya adalah memiliki hubungan yang hidup dengan Allah. Demikianlah, mereka bahkan siap menyangkal iman dan hakekat iman jika kita tidak mengartikan 'iman' sebagai sekadar kepercayaan di dalam otak saja, dan tidak mengaitkannya dengan hubungan yang hidup dengan Allah. Namun setiap orang Kristen yang sejati, yang memiliki hubungan yang hidup dengan Allah, memiliki jaminan di dalam hatinya bahwa ia adalah anak Allah.
Kita juga masih memiliki jaminan lebih lanjut dalam bentuk disatukannya kita dengan Allah dalam suatu perjanjian. Setiap kali kita berbuat dosa, bukan berarti kita telah terhilang. Jika istri Anda menghanguskan nasi, tentunya hal itu tidak langsung berarti bahwa pernikahan Anda telah berakhir. Perjanjian itu tidak serta-merta berakhir hanya karena Anda telah berbuat suatu kesalahan. Selama Anda bertobat dengan setulus hati atas dosa yang telah Anda buat, maka Allah akan selalu memaafkan. Tidaklah mudah untuk membatalkan perjanjian karena pembentukannya sendiri tidaklah mudah. Bukanlah hal yang mudah untuk masuk ke dalam perjanjian tersebut karena untuk memasukinya, Anda harus memberikan hati Anda kepada Tuhan. Perjanjian ini bukan sekadar masalah pengakuan yang asal jadi saja. Dengan demikian, pembatalan perjanjian itu juga bukan hal yang mudah. Itulah sebabnya kita memiliki jaminan yang luar biasa di dalam Kristus. Namun di zaman sekarang ini, jaminan tersebut seringkali diajarkan sebagai sesuatu hal yang diberikan secara sembarangan, hanya berdasarkan suatu macam pengakuan iman. Demikianlah, iman dan kasih karunia telah dibuat merosot maknanya.
Sekalipun pembatalan perjanjian itu bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil. Yesus menegaskan satu syarat yang bisa membatalkan ikatan pernikahan, dan dasar pembatalan itu adalah perzinahan. Itulah sebabnya, di dalam Perjanjian Lama, kita temukan adanya pernyataan cerai kepada umat Israel. Umat Israel digambarkan sebagai umat yang disatukan dengan Allah. Namun Hosea 2:1 menyatakan, "Dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini bukan suaminya" karena Israel telah bersalah melakukan perzinahan rohani.
Paulus menyatakan dengan tegas di 2 Tim 2:12, "Jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita." Alasan mengapa dia akan menyangkal kita terdapat di dalam ayat 13 - jika dia tidak menyangkal kita, berarti dia akan menyangkal dirinya sendiri, padahal dia harus setia pada dirinya sendiri.
Kita telah menempatkan Tuhan dalam posisi yang mustahil. Kita telah menjadi tidak setia, padahal dia harus tetap setia pada karakternya. Perhatikan bahwa ayat itu tidak mengatakan bahwa dia harus tetap setia kepada kita, karena jika kita terus berbuat dosa, lalu dia tidak menghakimi kita akibat dosa-dosa kita, maka dia telah menyangkal hakekatnya yang kudus. Namun selama kita bertobat dengan setulus hati, maka dia dapat mengampuni kita, dan dia memang akan mengampuni kita.
Kita baca di dalam 1 Yoh 1:9 - suatu firman yang sangat berharga, yaitu bahwa Allah akan selalu mengampuni kita - "Ia adalah setia dan adil" di dalam mengampuni kita, jika kita benar-benar bertobat dari dosa kita. Namun tidak ada ajaran di dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa kita akan diampuni tanpa melakukan pertobatan.
Allah menjadi saksi bagi saya, bahwa saya telah mengambil sikap yang sangat terbuka bagi penyelesaian masalah. Saya berkata bahwa saya tidak bisa menyesuaikan diri dengan doktrin mereka, namun saya bersedia untuk hanya berkhotbah dengan membahas tentang 'kasih karunia' dan tidak menyentuh bagian-bagian yang menggangu mereka. Namun ketika saya menyampaikan hal itu kepada mereka, saya merasa bahwa tindakan ini bisa menjurus ke arah hal yang tidak setia pada Firman Allah. Ada saatnya ketika orang harus memilih antara persatuan atau kebenaran, dan ini adalah pilihan yang sangat sulit. Dalam hal ini, saya memutuskan untuk mengutamakan persatuan. Namun merekalah yang memutuskan bahwa saya tidak boleh lagi berkhotbah. Mereka takut bahwa saya nantinya bisa saja mengkhotbahkan Firman Allah seperti sebelumnya.

Tanpa kekudusan tidak ada seorang pun yang akan melihat Allah
Lalu pada hari ketiga saya putuskan untuk meninggalkan KKR itu. Saya sangat sedih di hadapan Tuhan karena Firman Allah dibungkam di tengah jemaat sekalipun tidak ada bukti dari Kitab Suci bahwa sesuatu yang salah telah disampaikan. Saya peringatkan mereka untuk tidak mengambil langkah ini demi gereja, karena hal ini akan memecah-belah gereja. Orang-orang akan didesak untuk memilih: apakah mereka akan memihak pada doktrin kasih karunia, yang berkata bahwa Anda bisa diselamatkan tanpa pertobatan, atau akan memihak pada Kitab Suci, yang berkata bahwa tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
Itulah firman dari Ibrani 12:14, Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Kutipan tersebut adalah bagian dari firman yang saya sampaikan dalam kebaktian kedua. Alkitab menegaskan kepada kita bahwa tanpa kekudusan maka tak seorangpun akan melihat Tuhan. Mereka yang "suci hatinya", kata Yesus, "akan melihat Allah" (Mat 5:8). Saya tidak bisa menyelewengkan Injil yang telah dipercayakan kepada saya, tak peduli apapun akibat yang akan terjadi pada diri saya. Anda mungkin telah dibaptis, telah menjadi orang Kristen selama 50 tahun, namun jika tidak ada kekudusan di dalam hidup Anda, maka Firman Allah berkata bahwa Anda tidak akan melihat Allah.

Kekudusan, kebenaran dan keselamatan itu saling berhubungan
Ada banyak ayat lain di dalam Kitab Suci yang menunjukkan dengan jelas hubungan antara kekudusan, kebenaran dan keselamatan.
Di Roma 6:15-16, kita baca,"Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!  (16) Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?" Camkanlah kepedulian Paulus pada kebenaran. Di dalam ayat 18 dia berkata, "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Perhatikan kemunculan kata 'kebenaran' sebanyak dua kali dalam rentang yang pendek ini. Ayat 19 berbunyi, "Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." Apakah hasil dari kekudusan? Ayat 22 berbunyi, "Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal." Perhatikan, kesudahan dari kekudusan adalah hidup yang kekal. Camkanlah bahwa rasul Paulus menghubungkan kekudusan dengan hidup yang kekal. [Dan itu sama saja dengan mengatakan, tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.]
Paulus menyatakannya lagi di dalam 1 Tes 4:1-8. Perhatikan bahwa saya tidak mengutipkan satu ayat saja bagi Anda, melainkan keseluruhan perikop ini, karena mengambil satu ayat saja bisa membuat pemahamannya keluar dari konteks dengan mudah. Saya ingin agar Anda melihat keseluruhan bagian bacaan ini. Ada pokok yang sangat penting di sini, mari kita baca dari ayat 3: Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan (kebejatan moral), supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan," Perhatikan bahwa di sini dia berbicara tentang kehidupan praktis orang Kristen. Ayat 5 berkata bahwa seorang Kristen di dalam mengambil istri itu, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Di ayat 6, Paulus berbicara tentang hubungan kita dengan saudara-saudari seiman di tengah jemaat. Kemudian di ayat 7, dia mengatakan ini, "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." Dan perhatikanlah apa yang dia sampaikan di ayat 8, "Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu." Paulus berkata bahwa orang yang mengabaikan pengudusan atau kekudusan berarti sedang mengabaikan Allah.
Mari kita beralih ke rasul Petrus, dan dia juga menyatakan hal yang sama. Di 1 Petrus 1:14-16, dia berkata, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." Dia melanjutkan dengan berkata bahwa kita ini telah ditebus dengan darah Kristus untuk menjalani hidup yang berkenan di hadapan Allah. Untuk apakah Yesus mati bagi kita? Dia mati bagi kita agar kita berhenti hidup mengikuti hawa nafsu, hidup dalam dosa-dosa yang lama, dan masuk ke dalam hidup yang merupakan persekutuan yang kudus dengan Allah. Di ayat 16 disebutkan, "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus," dan itu adalah suatu perintah. Ini bukanlah suatu pilihan yang bisa Anda ambil atau Anda abaikan. Kita dijadikan lahir baru untuk menjadi manusia yang baru, bukan untuk melanjutkan cara hidup yang lama.

Orang Kristen - ciptaan baru yang ditenagai oleh Roh Kudus!
Secara keseluruhan terdapat dua hal penting: pertama, kematian Yesus telah membebaskan kita dari dosa, sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di dalam Roma pasal 6, kita ini adalah budak-budak dosa, berada di bawah kuasa dosa, tangan dan kaki kita terbelenggu oleh dosa. Kematian Yesus telah membebaskan kita, supaya kita bisa memperoleh pengampunan atas dosa. Namun Allah lewat kematian Yesus juga melakukan satu hal lagi: kematiannya telah memungkinkan kita menjadi ciptaan baru. Sisi yang satu ini tidak boleh diabaikan. Saat kita telah dibersihkan dari dosa, Allah tidak berkata, "Sekarang kamu sudah diampuni, kamu bebas berbuat apa saja." Tidak, Allah lewat karya keselamatanNya membebaskan kita dari dosa supaya kita bisa tetap bebas dari dosa, supaya kita tidak kembali ke dalam dosa. Namun bagaimana hal ini terjadi? Hanya dengan satu cara: dengan menjadi manusia baru. Ini adalah suatu tindakan penciptaan baru. Paulus berkata di dalam 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."
Seorang Kristen yang sejati adalah manusia baru - manusia baru yang diciptakan menurut gambar kristus, demikian kata Paulus kepada kita di dalam Efesus 2:10, 4:24 dan Kolose 3:10. Paulus secara konstan menekankan fakta bahwa jika Anda menjadi Kristen, maka Anda menjadi manusia baru seutuhnya. Manusia baru ini bahkan memiliki cara berpikir yang baru karena dia memiliki pikiran Kristus (1 Korintus 2:16), dan ada Roh Kudus di dalam dirinya.
Di dalam ajaran 'Sekali selamat tetap selamat,' Anda tidak benar-benar membutuhkan Roh Kudus atau kasih karunia karena memiliki atau tidak memiliki Roh Kudus tidak ada pengaruhnya pada keselamatan Anda. Bangkitnya gereja Pentekosta adalah karena menentang hal ini. Tahukah Anda akan hal itu? Mereka melihat bahwa jika Anda bisa diselamatkan tanpa harus menjadi kudus, maka Roh Kudus tidak diperlukan. Kaum Pentekosta melihat kesalahan ini dan segera menegaskan tentang perlunya Roh Kudus di dalam hidup kita.
Sebenarnya, jika Anda mengkhotbahkan kasih karunia seperti cara banyak gereja sekarang ini, berarti Anda sedang mengabaikan kebutuhan akan kasih karunia. Karena begitu Anda telah menerima Kristus, maka keadaan Anda akan baik-baik terus untuk selanjutnya. Anda tidak membutuhkan apa-apa lagi sejak saat itu. Hanya jika kita menerapkan ajaran tentang kekudusan dengan serius barulah kita mengerti mengapa kita membutuhkan kasih karunia, karena tanpa kasih karunia Allah dan tanpa Roh Kudus dari Allah, maka kita tidak akan pernah bisa menjadi kudus. Kita membutuhkan Roh KudusNya untuk memampukan kita menjalani kehidupan Kristen setiap waktu.
Renungkanlah Firman Allah dengan cermat karena keselamatan kekal Anda menjadi taruhannya. Ingatlah firman dari Kitab Suci: Tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Saya harap Anda renungkan baik-baik makna kebenaran ini. Jangan membuat kekeliruan karena keselamatan kekal Anda menjadi taruhannya. Hanya jika Anda memahami Firman Allah baru Anda bisa mengerti betapa berharganya kasih karunia itu - dalam hal mengampuni kita dari dosa-dosa kita di masa lalu, dan dalam hal memampukan kita menjalani kehidupan Kristen, detik demi detik. Dia mampu menopang kita sampai pada akhirnya. Dia mampu memelihara kita sampai pada Hari Penghakiman, asalkan, seperti kata Paulus di Kolose 1:23, kita tetap teguh dan tidak bergoncang di dalam kasih karunia Tuhan.
Saudara-saudari, marilah kita berdoa bagi gereja di zaman sekarang ini. Allah telah memberi kita tugas untuk menyelamatkan gereja, dan tugas ini harus kita penuhi. Dunia tidak akan bisa diselamatkan jika gereja tidak diselamatkan. Sekarang ini, kita perlu menyelamatkan gereja. Kiranya Allah menganugerahkan kita kasih karunia untuk melakukan hal itu!
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar