Baca: Roma 12:3-13.
By. YWAM
Suatu hari saya menyadari bahwa kaki kanan saya melakukan semua pekerjaan menginjak pedal ketika saya mengendarai mobil saya yang bertransmisi otomatis.
Hanya kaki kanan saya yang menginjak gas dan rem, kaki kiri saya tidak melakukan apa pun.
Apa yang akan terjadi jika saya memutuskan bahwa agar adil, kaki kiri saya harus mengambil alih fungsi kaki kanan saya di tengah perjalanan?
Jika anda belum pernah melakukannya, saya harap anda tidak mencobanya.
Jika kita saja tidak menuntut kesetaraan fungsi dari anggota-anggota tubuh kita, mengapa justru kita terkadang menuntutnya dari orang-orang gereja?
Kelihatannya hal inilah yang dihadapi oleh jemaat pada abad pertama di Roma.
Sebagian dari orang menganggap diri mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang lain (Roma 12:13).
Hanya karena mereka mengerjakan hal-hal yang tidak dikerjakan oleh orang lain.
Namun Paulus mengingatkan kita bahwa "tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama." (ayat 4).
Kita diberi karunia sesuai dengan kasih karunia yang dianugerahkan Allah kepada kita (Ayat 6).
Allah memberikan kita beragam karunia itu untuk melayani sesama, bukan diri kita sendiri (Ayat 6-13).
Pelayanan kita haruslah ditandai dengan sikap tekun dan penuh semangat, karena kita sedang melayani Tuhan, bukan manusia (Ayat 11).
Oleh sebab itu, janganlah kita melihat apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh orang lain.
Lihatlah bagaimana Allah dapat memakai Anda di dalam kerejaan-Nya hari ini, Allah telah mengaruniai Anda tetap sesuai kehendak-Nya (Ayat 3).
"Tidak semua punya peran yang sama di ladang Allah, tetapi kita semua harus bersatu padu dalam melayani."
Kata Yesus kepada mereka: “ akulah roti hidup; barang siapa datang kepada-Ku ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa datang kepadaku ia tidak akan haus lagi. (Yohanes 6:35)
Senin, 29 Juli 2013
Kamis, 25 Juli 2013
Ciri Orang Yang Menghayati Doa
Henri Nouven
Hidup orang-orang yang menghayati
doa sebagai satu-satunya yang perlu, menunjukkan bahwa tiga "peraturan"
selalu ditaati; membaca sabda Allah secara kontemplatif, mendengarkan
suara Allah dalam keheningan, taat mempercayakan diri kepada seorang
pembimbing rohani. Tanpa Kitab Suci, tanpa saat hening dan tanpa seorang
pun yang mengarahkan kita, maka jalan kita menuju kepada Allah sangat
berat dan bahkan tidak mungkin.
Pertama-tama, kita harus
sungguh-sungguh memperhatikan sabda Alalh sebagaimana tertulis dalam
Kitab Suci. Santo Augustinus bertobat waktu dia menanggapi apa yang
dikatakan oleh seorang anak: "Ambil dan bacalah, ambil dan bacalah".
Waktu dia mengambil Kitab Suci dan
mulai membacanya adalah hal pertama yang harus kita kerjakan untuk
membuka diri kita kepada panggilan Allah. Membaca Kitab Suci tidaklah
semudah seperti kelihatannya karena lingkungan akademis kita membuat
kita cenderung untuk membuat apa saja dan semua saja yang kita baca
sebagai bahan analisis dan diskusi. Tetapi sabda Allah pertama-tama
harus membawa kita kepada kontemplasi dan meditasi. Kita meresapnya;
bukannya memikirkan apakah kita setuju atau tidak, tetapi menemukan
manakah sabda yang langsung disabdakan kepada kita dan menghubungkannya
dengan sejarah hidup pribadi kita. Bukannya berpikir bahwa sabda Allah
itu dapat menjadi bahan yang menarik untuk dialog atau makalah, tetapi
bersedia untuk membiarkan sabda merasuk ke dalam sudut-sudut hati kita
yang paling tersembunyi, ke tempat yang belum pernah disentuh oleh
sabda-sabda apa pun yang lain. Kalau demikian, dan hanya kalau demikian,
sabda dapat menghasilkan buah sebagaimana benih yang ditaburkan dalam
tanah yang subur. Hanya kalau demikian kita sungguh-sungguh dapat
"mendengar dan mengerti" (Mat. 13.23)
Kedua, kita membutuhkan saat hening
di hadirat Allah. Meskipun kita mau menjadikan seluruh waktu kita waktu
bagi Allah, kita tidak akan pernah berhasil kalau kita tidak menyisihkan
barang satu menit, satu jam, satu pagi, satu hari, satu minggu, satu
bulan atau beberapa waktu saja bagi Allah, hanya bagi Dia. Hal seperti
ini menuntut displin yang tinggi dan mengandung resiko karena tampaknya
kita selalu mempunyai seusatu yang lebih mendesak untuk dikerjakan.
Sekadar "duduk" dan "tidak
mengerjakan apa-apa" sering kali lebih menganggu kita daripada melegakan
kita. Tetapi tidak ada jalan lain. Menjadi "tidak berguna" dan diam di
hadirat Allah kita, merupakan unsur hakiki dari segala doa. Pada mulanya
kita sering mendengar suara batin kita sendiri yang tidak tenang lebih
keras dari suara Allah. Kadang-kadang hal semacam ini sangat sulit untuk
dapat ditahan. Tetapi sedikit demi sedikit, dengan sangat pelan, kita
menemukan bahwa saat hening membuat kita hening pula dan memperdalam
kesadaran kita akan diri kita sendiri dan akan Allah.
Lalu dengan cepat kita akan merasa
kehilangan kalau kita tidak dapat menyediakan saat hening ini, dan
sebelum kita sadar sepenuhnya akan hal itu, suatu kerinduan batin tumbuh
dalam diri kita. Kerinduan batin itu mendorong kita secara lebih kuat
untuk masuk ke dalam keheningan dan membawa kita lebih dekat ke titik di
mana Allah berbicara kepada kita.
Membaca Kitab Suci secara
kontemplatif dan saat hening di hadirat Allah saling berhubungan erat
sekali... Sabda Allah mendorong kita untuk masuk ke dalam keheningan;
keheningan membuat kita siap mendengarkan sabda Allah. Sabda Allah
menembus masuk melewati tembok tebal kegaduhan bicara manusia ke dalam
pusat hati kita yang hening; keheningan membuka suatu ruangan di mana
sabda dapat didengarkan.
Tanpa membaca, sabda keheningan
menjadi beku, dan tanpa keheningan sabda kehilangan daya ciptanya. Sabda
mengarahkan kita kepada keheningan dan keheningan kepada sabda. Sabda
lahir dalam keheningan dan keheningan adalah jawaban yang paling
mendalam bagi sabda.
Namun sabda dan keheningan keduanya
membutuhkan bimbingan. Bagaimana kita tahu bahwa kita tidak menipu diri
kita sendiri, bahwa kita tidak sedang mengucapkan kata-kata yang paling
cocok dengan perasaan hati kita, bahwa kita tidak sedang mendengarkan
suara dari khayalan-khayalan kita sendiri? Banyak orang mengutip Kitab
Suci dan banyak pula sudah mendengar suara dan melihat penglihatan dalam
keheningan, tetapi hanya sedikit orang telah menemukan jalannya menuju
Allah.
Siapa yang dapat menjadi hakim
dalam perkaranya sendiri? Siapa dapat menentukan apakah perasaaan dan
pandangannya membawanya ke arah yang benar? Allah kita adalah lebih
besar daripada hati dan budi kita sendiri. Dan kita sangat mudah tergoda
untuk menyamakan keinginan hati kita dan rekaan pikiran kita dengan
kehendak Allah.
Oleh karena itu kita membutuhkan
seorang pendamping, seorang pembimbing, yang menolong kita untuk
membedakan suara Allah dengan suara-suara yang lain yang muncul dari
hiruk-pikuk hidup kita sendiri atau dari kekuatan gelap yang berada di
luar kekuasaan kita. Kita membutuhkan seseorang yang mendukung kita
kalau kita ingin berhenti, melupakan semuanya dan lari dalam
keputusasaan. Kita membutuhkan seseorang yang mengerem kita kalau kita
melangkah terlalu tergesa-gesa ke arah yang tidak jelas atau berlari
dengan kepala mendongak ke tujuan yang kabur. Kita membutuhkan seseorang
yang dapat memberi usul kepada kita kapan kita sebaiknya membaca,
sebaiknya hening, sabda mana yang harus kita renungkan dan apa yang
harus kita lakukan kalau keheningan menjadi menakutkan bukannya
mendatangkan damai.
Reaksi pertama dan yang bisa dalam
hubungan dengan pembimbing rohani ialah: "Pembimbing rohani sulit
didapatkan". Mungkin hal ini betul, tetapi sekurang-kurangnya sebagian
dari alasan kurangnya pembimbing rohnai ialah bahwa kita sendiri tidak
tampil dan memberikan kesan kepada orang lain sedemikian rupa sehingga
penampilan kita dankesan yang kita berikan mengundang mereka untuk
menjadi pemimpin rohani kita. Kalau tidak ada murid yang terus menerus
menuntut guru yang baik, maka tidak akan pernah ada guru yang baik.
Hal yang sama, benar pula untuk
pembimbing rohani. Ada begitu banyak orang, pria dan wanita, yang
mempunyai kepekaan rohani yang besar tetapi kemampuan mereka itu tetap
terpendam karena kita tidak minta tolong kepada mereka. Banyak orang
kiranya akan menjadi bijaksana dan suci bagi kita seandainya kita
mengundang mereka untuk mendampingi kita dalam usaha kita menemukan doa
batin kita.
Seorang pembimbing rohani tidak
harus lebih pandai atau berpengalaman daripada kita.Yang penting ialah
bahwa dia menerima undangan kita untuk membawa kita lebih dekat kepada
Allah dan bersama-sama kita masuk ke dalam Kitab Suci dan keheningan di
mana Allah berbicara baik kepada dia maupun kita.
Dengan demikian, Kitab Suci,
keheningan dan pembimbing rohani adalah tiga petunjuk penting daam
rangka usaha kita menemukan jalan yang paling pribadi untuk masuk ke
dalam hubungan yang mesra dengan Allah. Kalau kita merenungkan Kitab
Suci terus menerus, menyediakan waktu untuk hening di hadirat Allah dan
mau mempercayakan pengalaman-pengalaman kita dalam hal sabda dan
kehenignan itu kepada seorang pembimbing rohani, kita dapat menjaga diri
kita dari bahaya berkembangnya ilusi-ilusi yang baru dan membuka jalan
menuju doa batin.
(Dikutip dari Menggapai
Kematangan Hidup Rohani karya Henri JM Nouven)
Keselamatan dan Pertanggungjawaban Manusia.
(Bagian keenam dari studi sistematis tentang keselamatan)
oleh Pendeta Eric Chang
Di pesan
yang lalu kita membahas tentang kasih karunia Allah - tentang makna
kasih karunia. Kita melihat bahwa kasih karunia adalah Allah memberikan
diri sepenuhnya kepada kita melalui Kristus. Seperti yang Paulus
sampaikan di dalam Roma 8:32, Allah "yang tidak menyayangkan Anak-Nya
sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua." Allah
menyerahkan anakNya kepada kita semua. Suatu pemahaman tentang kasih
karunia yang sangat indah! Di pesan yang lalu (Keselamatan dan Kasih
Karunia), kita juga melihat bahwa iman adalah tanggapan kita kepada
kasih karunia dari Allah itu.
Jadi, pada
dasarnya, iman adalah tanggapan kepada Allah, namun kita juga telah
melihat bahwa iman secara sendirian tidak akan menyumbangkan apa-apa
bagi karya keselamatan, karena apa yang kita perbuat adalah seperti
menyerahkan diri kita ke dalam penanganan dokter. Penyerahan diri
seseorang ke dalam penanganan dokter tidak menyumbangkan apa-apa bagi
tindakan operasi, atau tindakan apapun yang dilakukan dalam
penyembuhannya. Hal ini bukan berarti bahwa iman itu tidak penting.
Tentu saja, iman itu sangatlah penting, karena kita telah melihat bahwa
jika si pasien tidak menempatkan dirinya ke dalam penaganan dokter, maka
sekalipun dokter yang terbaik di dunia ini juga tidak akan bisa
menyembuhkannya. Jadi, iman adalah penyerahan diri sepenuhnya dalam
pengertian menempatkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah,
supaya Dia bisa menyembuhkan Anda. Namun hari ini, kita perlu memeriksa
lebih lanjut, apakah makna iman yang sejati?
Kasih
karunia dan tanggung jawab
Kasih
karunia adalah unsur yang selalu ada di dalam hidup kita. Tak ada saat
di dalam kehidupan Kristen di mana kita tidak membutuhkan kasih karunia
lagi karena bahkan pekerjaan yang sedang kita jalankan adalah pekerjaan
kasih karunia. Artinya, bahkan pelayanan yang sedang saya jalankan, buah
yang saya hasilkan di dalam kehidupan Kristen saya, adalah buah dari
kasih karunia. Ini berarti bahwa setiap bagian kehidupan Kristen
bergantung pada kasih karunia. Namun jika kita berkata bahwa segala
sesuatunya bergantung pada kasih karunia, lalu hal apa yang tersisa
untuk dikerjakan oleh manusia? Jika kita menekankan kasih karunia sampai
pada poin bahwa segala sesuatunya bergantung kepada Allah, lalu hal apa
yang bergantung kepada kita? Maksud saya, jika segalanya bergantung pada
kasih karunia, adakah tanggung jawab yang tersisa bagi manusia?
Di zaman
sekarang ini, di dalam khotbah dan pengajaran di tengah gereja, ada
bahaya penekanan yang berlebihan pada kasih karunia sehingga manusia
tidak masuk hitungan lagi. Allah yang mengerjakan segala sesuatunya,
sampai pada titik di mana manusia tidak perlu berbuat apa-apa lagi;
keselamatan itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab Allah dan bukan
tanggung jawab kita. Apakah ini benar?
Apakah
segala sesuatunya bergantung sepenuhnya kepada kasih karunia saja
sehingga upaya, perbuatan dan tanggung jawab manusia, dalam hal apapun,
tidak masuk hitungan. Jika demikian halnya, entah saya meresponi atau
tidak, hal itu tidak menjadi masalah. Karena segala sesuatu bergantung
pada kasih karunia, berarti saya pasif sepenuhnya, saya tidak perlu
melakukan apapun. Di sini, Anda bisa melihat bagaimana ajaran yang benar
bisa diterapkan secara salah dan berujung pada suatu kekeliruan yang
besar.
Suatu kali
ketika saya sedang berkunjung ke Swiss saya tidak tahu akan ke gereja
mana pada hari Minggu. Sambil berjalan kaki saya melihat-lihat siapa
tahu bertemu dengan sebuah gereja. Melihat ada sebuah gereja, saya
langsung masuk ke sana. Khotbah yang disampaikan adalah tentang
kedaulatan Allah, bahwa segala sesuatunya berdasarkan kasih karunia dan
kuasaNya. Sejauh ini, segalanya baik-baik saja. Pernyataan itu memang
benar. Namun kemudian, pengkhotbah melanjutkan dengan berkata, "Karena
segala sesuatunya bergantung kepada kasih karunia Allah, berarti tidak
ada hal yang bergantung pada diri Anda! Tak ada hal yang bergantung pada
manusia. Dan ini berarti bahwa Allah akan menyelmatkan siapa yang ingin
Dia selamatkan, dan membinasakan siapa yang ingin Dia binasakan."
Pernahkah
Anda mendengar ajaran ini? Ini adalah pengajaran ekstrim dari kaum
Kalvinis, di mana manusia menjadi tidak ada artinya - manusia menjadi
pasif, tidak mengerjakan apa-apa sama sekali. Inilah persoalannya. Jika
Allahlah yang bekerja di dalam diri Anda untuk menyelamatkan Anda dan
segala sesuatunya bergantung pada kasih karunia, maka apakah Anda sama
sekali tidak berperan? Apakah Anda memiliki tanggung jawab dalam perkara
keselamatan ini?
Namun jika
Anda menjawab, "Ya, kita punya tanggung jawab tertentu," lalu,
bagaimana kita bisa berkata bahwa semua itu karena kasih karunia? Jika
ada bagian yang menjadi tanggung jawab Anda, maka itu berarti bahwa,
bagaimanapun juga, tak semuanya berdasarkan kasih karunia, melainkan ada
sebagian yang merupakan hasil kerja Anda, usaha Anda. Bagaimana kita
memahami hal ini?
Kesalahpahaman: "Iman adalah Anugerah dari Allah"
Ajaran ini
berlanjut dengan mengatakan, "Bahkan iman adalah anugerah atau hadiah
dari Allah." Ini berarti bahwa bahkan iman yang Anda miliki adalah iman
yang diberikan oleh Allah. Anda benar-benar pasif sepenuhnya sehingga
bahkan iman Anda bukanlah iman Anda yang sesungguhnya, ini adalah iman
pemberian dari Allah.
Saudara-saudari, waspadailah kalimat yang terdengar religius dan alim
akan tetapi tidak benar, karena bahkan setan akan tampil sebagai
malaikat terang. Di Matius 24:24, Yesus memperingatkan kita bahwa akan
datang para penyesat yang, jika mungkin, bahkan akan menyesatkan
orang-orang yang terpilih, umat pilihan Allah. Dengan cara apakah Anda
bisa menyesatkan umat pilihan Allah? Jika Anda sampaikan hal yang
sepenuhnya sesat kepada mereka, mereka akan segera melihatnya: "Itu
salah! Kami tidak akan mau ikut ajaran itu!" Satu-satunya jalan bagi
Anda untuk menyesatkan umat pilihan Allah adalah dengan menyampaikan hal
yang terdengar sangat rohani, tetapi tidak sepenuhnya benar. Saya selalu
menyampaikan bahwa kebenaran yang separuh-separuh justru jahu lebih
berbahaya daripada kesesatan total.
Renungkanlah sejenak. Jika iman adalah hadiah dari Allah, maka
pertanyaan saya adalah: Mengapa Allah tidak memberikan hadiah ini kepada
semua orang? Karena Dia tidak memberikan hadiah itu kepada saya, maka
saya tidak bisa memilikinya. Ini berarti bahwa jika Allah tidak memberi
saya iman, tentu saja, saya tidak akan bisa memiliki iman. Ini berarti
bahwa pada Hari Penghakiman nanti, maka saya tidak bersalah atas
ketiadaan iman pada diri saya, karena Allah tidak memberikannya kepada
saya. Bisakah Anda melihat bahaya dari ajaran ini?
Jika saya
berkata kepada orang non-Kristen, "Iman adalah hadiah dari Allah,"
tidakkah menurut Anda semua orang non-Kristen yang bisa bepikir akan
berkata kepada saya, "Aku tidak menjadi Kristen karena Allah tidak
memberi saya iman"? Jika demikian halnya, apalah gunanya saya
memberitakan Injil memohon agar orang-orang mau datang kepada Kristus?
Mereka tidak bisa datang kepada Krsitus, karena satu-satunya jalan bagi
mereka untuk bisa datang kepada Kristus adalah jika Allah memberi mereka
anugerah itu. Jika Allah tidak memberi mereka anugerah itu, maka boleh
saja saya berkhotbah sampai tenggorokan saya kering, namun tidak ada
sesuatu hal yang terjadi.
Persisnya,
hal semacam itulah yang disampaikan oleh pendeta di Swiss itu. Itulah
persisnya, kata-kata yang dia sampaikan. Katanya, "Tak ada gunanya
memberitakan Injil karena jika Allah tidak memberikan hadiah itu, tidak
ada apapun yang terjadi. Mereka yang akan diselamatkan oleh Allah, akan
diselamatkan oleh Allah. Mereka yang tidak akan diselamatkan, Anda boleh
saja berkhotbah sampai mulut Anda kering dan lidah Anda kelu, namun dia
tetap tidak diselamatkan." Itulah sebabnya mengapa saat itu pengkhotbah
itu berkata, "Orang-orang seperti Billy Graham itu bodoh. Mereka bodoh
karena mereka tidak paham bahwa iman itu adalah hadiah dari Allah.
Artinya, jika Allah ingin menyelamatkan seseorang, maka Dia pasti akan
menyelamatkan orang itu - tidak peduli apakah Anda mengkhotbahi dia atau
tidak." Bukankah khotbah itu terdengar religius? Bukankah terdengar
sangat indah betapa Allah mengendalikan segala sesuatunya?
Menerima
kasih karunia menambah tanggung jawab kita
Anda
mungkin berkata kepada saya, "Akan tetapi di pesan yang lalu Anda
berkata bahwa segala sesuatu berdasarkan kasih karunia. Apa bedanya
dengan yang disampaikan oleh pendeta di Swiss itu?" Perbedaannya
sangatlah mendasar. Apa yang saya sampaikan adalah segala sesuatunya
bergantung pada kasih karunia dalam kaitannya dengan karya keselamatan.
Saya
katakan, "Dalam kaitannya dengan karya keselamatan." Apakah yang
dimaksudkan dengan "karya keselamatan"? Artinya, hanya Allah yang bisa
menyingkirkan hukuman dosa. Itulah yang dimaksudkan sebagai karya
keselamatan. Hanya Allah yang bisa menyingkirkan hukuman dosa saya,
dengan dia sendiri melunasi hukuman itu. Saya katakan, "Hanya Dia!" Tak
ada orang lain yang bisa melakukannya. Itulah sebabnya mengapa
keselamatan itu sepenuhnya berdasarkan kasih karunia.
Kedua,
hanya Allah yang bisa menyingkirkan kuasa dosa dari dalam hidup saya.
Tak ada orang lain yang dapat melakukannya! Saya tidak bisa memerdekakan
diri saya sendiri; saya juga tidak bisa memerdekakan orang lain; hanya
Allah, hanya Dia yang bisa memerdekakan kita dari kuasa dosa. Itulah
sebabnya mengapa keselamatan dari dosa adalah hal yang hanya bisa
digenapi olehNya.
Seperti
ilustrasi yang saya pernah berikan. Hanya dokter yang bisa menyembuhkan
penyakit Anda, hanya dia yang bisa membedah Anda; Anda tidak bisa
membedah diri Anda sendiri. Dalam kaitannya dengan hal penyembuhan
medis, Anda tidak berperan apa-apa di dalam kerja penyembuhan itu. Dia
yang menuliskan resepnya; dia yang melakukan pembedahan; dia yang
melakukan diagnosis. Dia yang melakukan semua itu!
Demikianlah, Alkitab mengajarkan kita dengan jelas, bahwa keselamatan
adalah murni kasih karuniaNya. Namun kita tidak boleh menempatkan kasih
karunia sedemikian rupa sehingga menghilangkan tanggung jawab kita.
Sebaliknya, kasih karunia menurut Alkitab justru meingkatkan tanggung
jawab Anda. Inilah yang dikatakan oleh Kitab Suci: "... kepada siapa
yang banyak dipercayakan (yaitu kasih karunia), dari padanya akan
lebih banyak lagi dituntut." [Luk 12:48] Semakin banyak kasih
karunia yang Anda terima, maka semakin berat pula tanggung jawab Anda.
Alkitab mengajarkan hal yang justru bertentangan dengan ajaran dari
pendeta tersebut. Kasih karunia bukan saja tidak menyingkirkan porsi
tanggung jawab Anda, namun sebaliknya, kasih karunia justru menambah
tanggung jawab Anda! Itu berarti bahwa mendengarkan Injil adalah suatu
kesempatan istimewa; adalah suatu kasih karunia. Namun mendengarkan
Injil lalu menolaknya, akan memperberat tanggung jawab Anda.
Mari kita
kembali ke dalam ilustrasi tentang dokter tersebut. Anggaplah Anda
sedang sakit parah, dan Anda tidak tahu harus berbuat apa. Selama Anda
tidak tahu apa yang harus diperbuat, beban tangung jawab Anda sedikit
saja, karena tak ada hal yang bisa Anda perbuat. Tapi sekarang, saya
sampaikan satu kabar baik. Anda sedang sakit, Anda sedang sekarat, dan
saya berkata, "Saya ada kabar baik buatmu! Saya telah menemukan dokter
spesialis yang sangat hebat! Dia bisa menyembuhkanmu." Itulah Injil!
Itulah kabar baiknya. Kabar baik itu sudah datang!
Anggaplah
sesudah Anda mendengarkan kabar baik ini, Anda berkata, "Oh, aku tidak
percaya hal ini. Tak seorangpun yang bisa menyembuhkanku."
Lalu saya
terus berusaha meyakinkan Anda dan berkata, "Dokter ini telah
menyembuhkan begitu banyak orang dengan penyakit yang sama denganmu.
Saya mohon padamu, datangilah dokter ini."
Anda
berkata, "Tidak, aku tidak mempercayainya. Penyakitku ini sudah tidak
bisa disembuhkan lagi, tak seorangpun yang bisa menolongku."
Dapatkah
Anda melihat bahwa setelah saya memberitahu Anda tentang adanya dokter
yang bisa menyembuhkan Anda namun Anda menolaknya, maka penolakan ini
memberatkan tangung jawab Anda? Karena sesungguhnya Anda seharusnya bisa
disembuhkan, namun Anda tidak mengingininya. Fakta bahwa dokter ini bisa
berbuat sesuatu bagi Anda, akan tetapi Anda tidak mau mengunjunginya,
hal ini membuat Anda sendiri bertanggung jawab atas keadaan Anda
sekarang. Dapatkah Anda melihat pokok ini?
Jadi,
saudara-saudari, berhati-hatilah akan ajaran kasih karunia yang sering
kita dengarkan sekarang, yang mengajarkan tentang kasih karunia yang
berhujung pada Anda tidak memiliki tanggung jawab sama sekali. Namun
jika Anda menyadari bahwa hal mendengarkan Firman Allah serta memperoleh
kasih karunia itu malahan memperbesar tanggung jawab Anda, maka itu
berarti bahwa Anda telah memahami arti kasih karunia dengan benar.
Apakah
Efesus 2:8 berkata "Iman adalah hadiah"
Banyak
orang yang mengutip Efesus 2:8, sebagai ayat favorit untuk mengatakan
bahwa iman adalah hadiah dari Allah. Akan tetapi Efesus 2:8 tidak
menyatakan bahwa iman adalah hadiah dari Allah - Sebab karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah. Subyek dari ayat 8 ini bukanlah iman, melainkan
keselamatan. Sangatlah penting untuk memahami ayat-ayat tersebut dalam
bahasa aslinya. Dilihat dari segi tata bahasanya Anda akan melihat bahwa
kata 'itu', yang di dalam bahasa Yunaninya menggunakan jenis kata
netral, tidaklah mengacu pada kata 'iman' yang merupakan jenis kata
feminin di dalam bahasa Yunani. Pokok utama ayat Efe 2:8 sama sekali
tidak menyatakan bahwa iman adalah suatu hadiah atau pemberian. Yang
merupakan pemberian itu adalah keselamatan Anda. Seorang ekseget yang
jujur akan segera tahu bahwa subyek dari kalimat ini adalah keselamatan,
bukanya iman. Iman adalah sekadar sarana bagi keselamatan. Ayat ini
tidak berkata, "iman adalah hadiah dari Allah". Iman adalah tanggapan
Anda kepada Allah. Anda bertanggung jawab atas iman Anda. Alkitab tidak
menyebutkan bahwa Allah bertanggung jawab atas iman Anda.
Iman yang
sejati melibatkan perbuatan
Saya akan
berpaling pada Yohanes pasal 6 untuk menjelaskan tentang ciri-ciri iman
yang sejati. Di Yohanes 6:27-29 ada tertulis, "Bekerjalah, bukan
untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang
bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak
Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan
meterai-Nya." Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami
perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?"
Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah,
yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."
Ayat-ayat
ini sangatlah berharga. Sekarang ini, karena adanya penekanan yang salah
tentang kasih karunia; ada ketakutan besar dalam membicarakan tanggung
jawab dan peran manusia dalam kaitannya dengan keselamatan. Ada
ketakutan untuk melibatkan kata 'bekerja' atau 'pekerjaan'. Mereka
begitu takut dengan kata ini, padahal Yesus tidak takut memakai kata ini
dan rasul Paulus tidak takut memakai kata ini.
Di ayat 27,
Yesus berkata, "Bekerjalah, bukan untuk..." - yang berarti,
janganlah bekerja, janganlah pusatkan segenap upayamu untuk mendapatkan
makanan yang akan binasa, tetapi bekerjalah untuk makanan yang
bertahan sampai kepada hidup kekal, yang akan diberikan Anak Manusia
kepadamu. Ini adalah hal yang menarik. Perhatikan unsur mendasar
dari kasih karunia di sini. Makanan yang akan bertahan sampai kepada
hidup kekal, makanan yang akan memberi Anda hidup yang kekal adalah hal
yang hanya bisa diberikan oleh Yesus kepada Anda. Di sana dikatakan, "Yang
akan diberikan Anak Manusia kepadamu." Yakni, hanya dia yang bisa
memberinya kepada Anda. Namun perhatikan, Yesus juga berkata, "Hanya
Anak Manusia yang bisa memberikannya kepadamu, akan tetapi kamu harus
bekerja untuk mendapatkannya." Renungkanlah kalimat ini sekali lagi,
"(Bekerjalah) untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup
kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu." Sungguh sangat
menarik! Dia memberikannya, akan tetapi Anda harus bekerja untuk
mendapatkannya.
Pengajaran
Yesus sangat sempurna, bukankah begitu? Semakin saya mempelajari ajaran
Tuhan, semakin hati saya dipenuhi oleh kekaguman. Saya sangat terpesona
pada ajaran Tuhan. Ajaran manusia tidaklah sempurna, selalu berat
sebelah. Jika mereka menekankan satu hal, mereka akan mengabaikan
sisi-sisi lainnya. Jika mereka menekankan kasih karunia, mereka
mengabaikan perbuatan baik atau pekerjaan. Jika mereka menekankan
pekerjaan atau perbuatan baik dan iman, maka mereka akan melupakan kasih
karunia. Dan saat mereka mengabaikan kasih karunia, mereka akan
menekankan bahwa Anda diselamatkan oleh usaha Anda sendiri, suatu hal
yang tidak akan pernah bisa Anda capai. Demikianlah, manusia tidak bisa
menjaga keseimbangan sudut pandang kebenaran dari Allah. Dapatkah Anda
memahami ajaran yang indah dari Yesus? Sungguh sangat indah!
"Anugerah
hidup kekal dariku ini adalah pemberian buatmu." Hal itulah yang senang
disampaikan oleh para penginjil; mereka hanya menyampaikan potongan
kebenaran yang separuh. Padahal itu bukanlah apa yang disampaikan oleh
Yesus. Dia berkata, "Bekerjalah untuk makanan itu." Bagaimana mungkin
pemberian itu disebut sebagai anugerah atau hadiah jika Anda harus
bekerja untuk mendapatkannya?
Ingatkah
Anda pada orang muda yang kaya? Dia sangat memahami situasinya. Ingatkah
Anda pada pertanyaannya? "Apakah yang harus kuperbuat untuk
memperoleh (mewarisi) hidup yang kekal?" Oh, dia sangat
mengerti! Warisan adalah suatu pemberian. Bagaimana caranya supaya saya
bisa memperoleh warisan? Saya harus menjadi anak seseorang untuk
mendapat warisan. Tak ada hal yang bisa saya usahakan untuk memperoleh
warisan, untuk memperoleh pemberian. Akan tetapi ada satu hal yang bisa
Anda perbuat: Anda bisa menjadi anak Allah untuk memperoleh warisan
dariNya. Anda bisa diangkat menjadi anakNya. Di Yoh 1:12 dikatakan, "Tetapi
semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak
Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya"? Demikianlah, kita
bisa melihat bahwa orang muda yang kaya ini tidak mengajukan pertanyaan
yang bodoh. Malahan, kita melihat bahwa pertanyaan ini sangat mendalam
dan bijak. Dia tahu bahwa dia tidak bisa mendapatkan hidup yang kekal
sebagai hasil upayanya; hidup yang kekal itu adalah warisan. Namun
karena hidup yang kekal itu adalah warisan atau pemberian, bukan berarti
bahwa Anda tidak bisa berbuat apa-apa untuk menjadi layak memperolehnya.
Sebaliknya, Anda harus berbuat sesuatu agar layak memperolehnya. Hidup
yang kekal adalah pemberian dari Allah, akan tetapi Yesus berkata,
"Bekerjalah untuk mendapatkannya."
Dengan kata
lain, Yesus menyatakan, "Berjuanglah untuk bisa masuk melalui pintu
itu." [Mat 7:13]. Hal terbukanya pintu gerbang itu adalah kasih karunia,
hanya Tuhan yang bisa membukanya. Saya tidak bisa membobol pintu gerbang
hidup kekal itu untuk masuk ke dalamnya. Kasih karunialah yang
membukakan pintu surga bagi kita. Akan tetapi Allah tidak akan
melemparkan tali lalu menyeret saya, yang berkeras menolak, untuk masuk.
Sebaliknya, Dia berkata, "Nah, Aku telah membuka pintu gerbang kasih
karunia buatmu. Sekarang, menjadi tanggung jawabmu untuk berjuang
masuk." Kasih karunia menurut Alkitab tak pernah menyingkirkan tanggung
jawab dan tekad manusia.
Kehendak
kita tidak dibelenggu!
Namun di
sini, muncul satu pertanyaan: Apakah saya, sebagai orang berdosa, mampu
untuk menanggapi kasih karunia Allah? Ada orang yang berkata bahwa kita
ini begitu kuat dibelenggu oleh dosa sehingga kita tidak bisa menanggapi
kasih karunia Allah sekalipun kita ingin melakukannya. Jika hal itu
benar, maka apa gunanya Yesus menyuruh kita berjuang untuk masuk melalui
pintu gerbang yang sempit itu padahal kita tidak bisa memasukinya?
Apakah gunanya berkata bahwa kita harus berseru pada Allah jika kita
tidak bisa melakukannya? Apa gunanya menyuruh saya untuk mengikut Tuhan,
untuk percaya kepadanya jika saya tidak bisa melakukannya? Demikianlah,
ada yang mengajarkan bahwa kehendak manusia itu berada dalam belenggu -
ada semacam belenggu keinginan. Dan karena kehendak saya terbelenggu,
maka saya tidak bisa menanggapi Allah. Hal ini, sekali lagi, kembali
menempatkan manusia ke dalam kedudukan yang pasif, tidak berbuat apa-apa
dan menunggu Allah berbuat sesuatu bagi mereka.
Apakah yang
menjadi dasar pernyataan bahwa kehendak manusia itu berada di bawah
belenggu? Apakah bukti alkitabiah bagi pernyataan semacam ini? Ayat yang
sering dikutip adalah di Roma 7:19, Sebab bukan apa yang aku
kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak
aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Apakah Paulus
berkata bahwa dia tidak bisa berkehendak? Yang dikatakan oleh Paulus di
ayat 18 adalah, "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam
aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang
ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Bukan
apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik."" Paulus tidak berkata
bahwa Anda tidak bisa berkehendak. Dia hanya berkata bahwa Anda tidak
bisa melakukannya. Paulus bisa berkehendak. Tidak ada belenggu terhadap
kehendak; memang ada belenggu pada dirinya tapi bukan pada kehendaknya.
Ini adalah hal yang penting untuk dipahami.
Anda
mungkin bertanya, "Bagaimana membedakan belenggu pada diri dengan
belenggu pada kehendak?" Cukup sederhana! Silakan pergi ke penjara.
Orang-orang di sana memang terkurung, akan tetapi mereka bisa
berkehendak untuk keluar. Mereka bisa menginginkan apapun yang mereka
mau, akan tetapi mereka tidak bisa keluar dari sana. Fakta bahwa diri
mereka terkurung di dalam penjara tidak berarti bahwa mereka tidak
memiliki kehendak untuk bebas.
Di sini,
pembedaan itu sangatlah penting, karena jika saya tidak bisa memahami
apa yang benar, jika saya bahkan tidak memilki keinginan untuk merdeka,
maka tentu saja, tamatlah riwayat saya. Berarti saya tidak perlu
bertanggung jawab atas tindakan-tindakan saya. Akan tetapi, ajaran bahwa
kehendak berada di dalam belenggu ini menjadi bagian dari ajaran
beberapa gereja sekarang. Namun jika hal tersebut benar, tidakkah Anda
melihat bahwa para pendosa tidak perlu bertangung jawab atas tindakan
mereka? Lalu, mengapa Allah memasukkan orang ke dalam neraka karena
berbuat dosa yang tidak dapat dia hindarkan? Jika memang demikian
halnya, dapatkah Anda katakan bahwa Allah adil? Lagi pula, orang
tersebut tidak bisa menolak untuk berbuat dosa.
Namun bukan
hal itu yang dikatakan oleh Paulus di kitab Roma. Dia berkata, "Aku
melakukan apa yang kubenci. Aku membenci tindakan tersebut, akan tetapi
aku melakukannya. Kehendakku bukanlah untuk mengerjakan hal tersebut.
Akan tetapi, entah bagaimana, kuasa dosa begitu kuat, karena aku adalah
budak dosa, sehingga aku mengerjakan hal yang aku benci!" Tak heran jika
dia melanjutkan dengan jeritan, "Aku, manusia celaka! Siapakah yang
akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?" [Rom 7:24]. Dia berada
dalam tekanan besar dosa, kemudian dia beralih kepada kasih karunia. Dia
berkata, "Syukur kepada Allah! Karena Allah akan memerdekakan
saya dari belenggu dosa." Lalu di pasal berikutnya, di Roma pasal 8,
Paulus berbicara tentang hidup yang berkemenangan, bahwa di dalam
Kristus kita dimerdekakan dari kuasa dosa. Sebenarnya, kemerdekaan
kehendak ini, sudah dia bahas dari Roma pasal 2. Di sana Paulus
berbicara tentang orang asing yang tidak mengenal Hukum Taurat, namun
oleh nalurinya menjalankan apa yang dituntut oleh hukum Taurat. Hal ini
tentu saja dilandasi oleh kemerdekaan kehendak.
"Mati di
dalam dosa" bukan berarti bahwa kehendak itu dibelenggu
Ayat lain
yang gemar dikutip untuk mengatakan bahwa kehendak itu tidak bebas
adalah di Efesus 2.1. Kalimat yang dari Paulus yang berkata "dahulu
sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa" kita
[Efesus 2:1]. Mereka ingin mengatakan, "Anda lihat, dulu Anda mati."
Benar, saat kita menjadi Kristen, kita juga mati. Namun apa pengertian
mati di sini? Saat kita dibaptiskan, kita mati bersama Kristus. Apakah
hal itu berarti bahwa kehendak kita juga ikut mati? Apakah hal itu
berarti bahwa kita kehilangan kepribadian kita? Paulus tidak bermaksud
menyatakan hal-hal semacam itu. "Mati bagi dosa," berarti hubungan kita
dengan dosa telah diputuskan. Hubungan dengan dosa sudah berakhir. Hal
ini berarti bahwa, ketika saya menjadi Kristen, maka hubungan saya
dengan dosa dan dunia sudah berakhir. Saya mati bagi dunia berarti
hubungan saya dengan dunia telah berakhir. Ini adalah bahasa gambar. Dan
ketika saya masih di dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa saya,
maka hal yang sebaliknyalah yang berlaku. Hubungan saya dengan Allah
terputus. Saya tidak punya hubungan yang hidup denganNya.
Ungkapan
tentang mati di dalam dosa ini bukan sekadar berlaku pada orang-orang
non-Kristen, melainkan juga berlaku pada orang Kristen. Hal ini juga
berlaku bagi jemaat di Sardis. Yesus berkata, "Engkau dikatakan
hidup, padahal engkau mati!" Dia berkata kepada orang-orang percaya,
"Engkau telah mati!" Apa yang dimaksudkan oleh Yesus? Apakah dia
bermaksud mengatakan bahwa orang-orang Kristen telah kehilangan
kehendaknya? Jika 'mati' itu berarti kehilangan kehendak mereka,
bagaimana mungkin Yesus melanjutkan dengan berkata, "Bertobatlah!"?
Bagaimana mungkin mereka bertobat jika mereka telah mati?
Saat Yesus
berkata, "Kamu itu mati sekalipun kamu disebut hidup," dia tidak
bermaksud mengatakan bahwa kehendak mereka telah musnah. Yang
dimaksudkan adalah, "Hubunganmu denganku telah berakhir. Engkau telah
kembali hidup di dalam dosa." Dari sini, kita bisa melihat bahwa kasih
karunia itu sama sekali tidak menyingkirkan tanggung jawab kita. Dan
'kematian kita di dalam dosa' sama sekali tidak menyingkirkan tanggung
jawab kita atas perbuatan dan kehendak kita. Sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Paulus, "Sebab kehendak memang ada di dalam aku."
Saya bisa menginginkan apa yang benar. Saya tidak bisa melakukannya,
akan tetapi saya bisa menginginkannya (Rom 7:18). Jadi jangan biarkan
kutipan tentang hal 'mati di dalam dosa-dosa' membuat Anda menjadi
bingung; kutipan tersebut tidak menunjukkan bahwa Anda bebas dari
tanggung jawab. Para pendosa akan senang sekali jika tidak perlu
bertanggung jawab.
Keadaan
'mati' ini adalah suatu ungkapan yang cukup terkenal di kalangan orang
Yahudi. Makna dasarnya adalah hubungan yang terputus. Itulah sebabnya
mengapa Anda bisa temukan juga ungkapan ini di dalam Perumpamaan tentang
Anak yang Terhilang. Ingatkah Anda akan kalimat, "... anakku ini
telah mati dan menjadi hidup kembali"? Si anak ini tidak mati secara
jasmani. "... anakku ini telah mati" berarti bahwa si anak telah
terpisah dari sang ayah, si anak menghilang dari tempat ayahnya.
Sekarang, si anak itu 'hidup kembali' (Luk 15:24). Demikianlah, kita
mulai melihat semakin jelas, fakta bahwa kasih karunia Allah menempatkan
tanggung jawab yang besar pada kehendak saya untuk memberikan tanggapan.
Allah tidak
memaksa kita masuk ke dalam Kerajaan
Ada banyak
hal yang perlu dibahas akan tetapi waktu kita tinggal sedikit saja.
Pembahasan akan kita lanjutkan lain kali. Sangatlah penting untuk
memahami arti keselamatan. Sangatlah penting untuk tidak salah paham dan
mengartikan bahwa "karena keselamatan itu adalah masalah kasih karunia,
maka manusia tidak perlu bertanggung jawab." Sebaliknya, karena
keselamatan itu berdasarkan kasih karunia, maka tanggung jawab Anda
justru menjadi sangat besar. Ketika pintu gerbang keselamatan sudah
dibuka bagi Anda, namun Anda tidak melangkah masuk, maka tanggung jawab
Anda sangat berat. Allah menarik kita dengan tali kasihNya, akan tetapi
tali kasihNya itu tidak Dia pakai untuk menyeret Anda masuk.
Ada banyak
orang yang gemar mengutip Yoh 6:1. Di sini tertulis, "Tidak ada
seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik
oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman."
Kata yang dipakai di sini adalah kata 'ditarik'. Di Yoh 12:32, kata
Yunani yang sama digunakan: "Apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku
akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Saat Yesus
berkata bahwa kita tidak bisa datang tanpa ditarik, bukan berarti bahwa
hanya sebagian orang yang ditarik dan sebagian yang lainnya dibiarkan.
Bagaimana orang ditarik kepada Tuhan? Dengan kasihnya yang diungkapkan
kayu salib! "Saat Aku ditinggikan di kayu salib, Aku akan menarik semua
orang kepadaKu dengan kasihKu." Kata 'menarik' ini selalu merupakan
ungkapan dari kasih. Anda tidak pernah boleh memasukkan makna menyeret
ke dalam kata 'menarik' ini, seolah-olah Allah menyelamatkan kita dengan
cara menyeret kita masuk ke dalam kerajaan. Sama sekali bukan itu
maksudnya. Kata ini muncul di dalam Kidung Agung 1:4, "Tariklah aku
di belakangmu..." menarik saya dengan kasihNya. Dan di dalam Yer
38:3, Yeremia berkata bahwa Dia menarik kita dengan kasih
kebaikanNya. Dan lagi, di dalam Hosea 11:4, di sana ada gambaran tentang
Allah yang sedang menarik Israel dengan kasihNya.
Namun
tindakan 'menarik' ini tidak boleh diartikan sebagai tindakan yang tak
dapat ditentang, yang tidak dapat ditolak. Sebenarnya, Israel telah
menolak kasih Allah. Ketika Allah menarik mereka dengan kasih
kebaikanNya, mereka tidak menanggapi. Itulah pokok di dalam kitab Hosea.
Kita
bertanggung jawab untuk menanggapi kasih karuniaNya
Karya
keselamatan sepenuhnya berdasarkan kasih karunia. Dan iman yang sejati
adalah tanggapan terhadap kasih karunia itu, dan kita bertanggung jawab
sepenuhnya atas tindakan kita untuk menanggapi atau tidak menanggapi.
Alkitab
memberitahu kita bahwa Allah begitu mengasihi dunia. Rasul Yohanes
memberitahu kita bahwa Yesus telah mati bagi kita bukan sekadar bagi
dosa-dosa kita, melainkan bagi dosa dunia. Akan tetapi tidak semua orang
di dunia ini diselamatkan. Allah mengasihi segenap isi dunia, akan
tetapi tidak semua isi dunia menanggapi kasih Allah. Rasul Petrus
berkata, "Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan
supaya semua orang berbalik dan bertobat." [2Pet 3:9]. Allah ingin
agar setiap orang diselamatkan, akan tetapi tidak semua orang
diselamatkan karena tidak semua orang memberi tanggapan terhadap
kasihNya. Jadi, apakah jawabannya? Adalah merupakan tanggung jawab kita
untuk memberikan tanggapan itu!
Mungkin ada
yang akan berkata, "Mengapa Allah tidak 'menyeret' atau membuat semua
orang masuk ke dalam kerajaan dan menyelamatkan mereka?" Apakah menurut
Anda akan merupakan hal yang baik mendapatkan banyak orang yang gemar
mengeluh dan menggerutu: "Siapa yang mau masuk ke dalam Kerajaan Allah?
Aku diseret masuk ke sini!"
Saya
beritahu Anda: Allah menghormati Anda. Manusia mungkin tidak menghormati
Anda, akan tetapi ajaibnya, Allah menghormati Anda. Allah menghormati
dan memperlakukan Anda sebagai satu pribadi. Allah memperlakukan Anda
sebagai satu pribadi, bukan sebagai hewan, bukan sebagai anjing yang
diberi rantai dan kalung, atau kuda yang diberi tali kekang. Allah juga
tidak memperlakukan Anda sebagai benda. Mengapa? Karena Dia ingin Anda
menjadi satu pribadi. Dia menciptakan Anda tidak untuk sekadar menjadi
benda atau binatang, melainkan menjadi satu pribadi. Binatang memang
sangat menyenangkan, akan tetapi Anda tidak bisa memiliki persahabatan
dengan binatang. Benda-benda juga sangat menyenangkan, akan tetapi Anda
tidak bisa menjalin persahabatan dengan benda. Hanya suatu pribadi yang
bisa bersahabat dengan pribadi yang lain. Allah hanya bisa memiliki
persahabatan dengan manusia. Itulah sebabnya mengapa Allah menciptakan
kita dalam gambaranNya, untuk bisa bersahabat dengan kita. Jika yang
Allah inginkan hanya perangkat audio super untuk menyanyikan pujian
bagiNya, tentunya Dia tidak perlu menciptakan kita.
Hal apakah
yang menjadi ciri bagi sebuah kepribadian? Ciri utama suatu pribadi
adalah unsur tangung jawab. Hanya manusia yang bisa memberi tanggapan
berdasarkan pilihannya sendiri; berdasarkan kehendak bebasnya. Hal
itulah yang membuat Anda menjadi satu pribadi yang khusus. Jika saya
singkirkan tanggung jawab Anda, maka itu berarti saya memperlakukan Anda
bukan sebagai satu pribadi, melainkan sebagai hewan atau benda. Saya
memperlakukan Anda sebagai 'obyek' jika saya mengacungkan senjata ke
arah Anda dan berkata, "kamu harus melakukan ini. Kalau kamu tidak
mengerjakan ini, aku akan menembakmu." Dengan demikian, maka saya telah
menyingkirkan peluang Anda untuk memilih dan bertanggung jawab.
Allah tidak
memperlakukan kita seperti itu. Dia berkata, "Inilah kasih karuniaKu,
Aku telah membuka pintu gerbang kerajaan bagimu." Dia tidak memaksa kita
untuk menerimaNya. Dalam surat kepada jemaat di Laodikia, kita temukan
kata-kata berikut, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk" (Wah
3:20). Yesus tidak mendobrak pintu. Dia tidak berkata, "kau tahu siapa
aku? Kau berani berkata tidak kepadaku?" Raja dari segala raja, berdiri
di muka pintu dan mengetuk. Hanya pribadi-pribadi hina - seperti bandit
dan penjahat - yang mendobrak pintu untuk bisa masuk. Mereka tidak
memperlakukan Anda sebagai pribadi. Mereka tidak peduli apakah Anda
berkata ya atau tidak. Yang aku inginkan akan aku kejar, aku akan masuk
ke dalam rumahmu dan mengambil barang-barangmu, aku akan membobol pintu
untuk melakukannya. Hanya para penjarah yang berbuat seperti itu. Akan
tetapi, ternyata ada orang yang memberitakan Injil dan berharap agar
Allah melakukan hal yang sama. Mereka tidak mengerti mengapa anak Allah
justru berdiri di muka pintu dan mengetuk. Anak Allah tidak menjebol
pintu. Karena mentalitas manusia adalah seperti ini: kalau aku memiliki
kekuasaan yang mencukupi, maka aku tidak akan mengetuk pintu, aku akan
mendobraknya. Karena tidak memiliki kekuatan, maka aku harus mengetuk
pintu. Allah tidak berperilaku seperti itu. Hanya manusia yang
berperilaku seperti ini.
Saya pernah
bertemu dengan seorang Jendral dari China. Dia adalah panglima pasukan
lapis baja di masa Perang Dunia II, dan di masa perang itu, dia pernah
bergerak melintasi daerah kekuasaan Perancis di Shanghai - di wilayah
Shanghai ada daerah kekuasaan Perancis, Inggris, dan yang lain-lainnya -
untuk menyerang wilayah Jepang. Tentu saja, jika dia tidak melintasi
daerah kekuasaan Perancis, maka dia harus memutar cukup jauh untuk bisa
mencapai daerah kekuasaan Jepang. Karena kekuatannya - yang mencakup
berbagai kendaraan lapis baja itu - tak akan bisa dihadang oleh pihak
Perancis, maka dia memutuskan untuk melintasi daerah kekuasaan Perancis
tanpa meminta persetujuan mereka. Ketika dia sampai di sektor yang
dikuasai oleh Perancis, pasukan Perancis menghadangnya dan berkata,
"Tidak, Anda tidak boleh lewat. Ini adalah wilayah kekuasaan Perancis."
Dan Jendral itu berkata, "Jika Anda tidak menyingkir dari hadapan saya,
maka saya akan melindas kalian. Silakan kalian ambil keputusan." Lalu
pasukan Perancis itu berkata, "Kami akan mengajukan protes ke Nanking!"
Dia menjawab, "Silakan kalian berbicara dengan para politisi di sana.
Saya seorang perwira militer. Menyingkir dari hadapan saya atau saya
akan melindas kalian." Kemudian, dia perintahkan barisannya, "Maju
terus!" dan pasukannya bergerak maju dengan semua senjata siap tembak.
Tentu saja, pihak Perancis tidak berani menghentikannya.
Tahukah
Anda, ada satu hal yang sungguh lucu! Jika Anda mendengarkan kisah
tersebut, Anda akan merasa sangat senang! Anda akan berkata, "Ah, bagus
sekali! Begituah caranya memperlakukan mereka. Begitulah cara
memperlakukan orang-orang asing tersebut. Tank-tank China itu memang
harus maju. Jika tidak mengizinkan, maka mereka harus merasakan kekuatan
kita." Ketika Jendral ini bercerita kepada saya, dia merasa sangat
senang akan hal tersebut. Itulah mentalitas dunia. Jika Anda memiliki
kekuatan, Anda akan menggunakannya! Anda tidak akan menunggu dan
mengetuk pintu orang lain. Anda tidak akan peduli apakah orang lain akan
setuju atau tidak. "Aku punya kekuatan, aku bebas mengerjakan apa yang
aku mau."
Namun itu
bukanlah cara Allah berpikir dan bertindak. Karena Dia lebih besar
daripada Anda, bukan berarti Dia akan menggilas Anda. Ingatlah bahwa
Allah memperlakukan Anda sebagai pribadi. Dia memperlakukan Anda sebagai
pribadi karena Dia sangat mengasihi Anda. Dan tanggung jawab Anda adalah
untuk menanggapi kasih tersebut!
Keselamatan dan Kasih Karunia.
(Bagian Kelima dari Studi Sistematis tentang Pokok Keselamatan)
oleh Pendeta Eric Chang
Hari ini,
kita akan meneliti pokok tentang kasih karunia. Apakah kasih karunia
itu? Kita sering diberitahu bahwa, "Kita diselamatkan hanya oleh kasih
karunia!" Memang pernyataan itu sangat benar! Namun apakah arti dari
kasih karunia?
Pada
lazimnya, kasih karunia dijelaskan sebagai anugerah gratis. Kasih
karunia Allah berarti Allah memberi hadiah gratis kepada Anda. Lalu,
apakah anugerah gratis tersebut? Anugerah itu adalah keselamatan. Apakah
yang kita maksudkan dengan ini?
Kasih
karunia dipakai untuk menggambarkan dua hal yang sebetulnya sangat
berbeda. Dietrich Bonhoeffer, di dalam bukunya yang sangat bagus "The
Cost of Discipleship (Harga Pemuridan)" membahas tentang 'kasih
karunia yang murahan (cheap grace)' dan 'kasih karunia yang mahal
(costly grace)'. Apakah yang Bonhoeffer maksudkan dengan 'kasih
karunia murahan'? 'Kasih karunia murahan' menurut Bonhoeffer adalah
jenis kasih karunia, yang berisi ajaran tentang keselamatan di mana Anda
tidak perlu bertobat. Anda perlu 'percaya', namun tidak jadi masalah
jika Anda tidak bertobat. Anda tidak perlu menjalani kehidupan yang
kudus. Anda tidak perlu menjadi seorang murid. Salib adalah hal yang
tidak perlu Anda pikul. Anda tidak perlu memikul salib karena Yesus
telah mati di kayu salib, jadi dialah yang memikul salib itu, Anda tidak
perlu memikul apa-apa. Ini adalah ajaran kasih karunia yang menyangkal
ajaran Yesus yang berkata, "Siapa yang mau mengikut Aku, dia harus
memikul salibnya dan mengikut Aku" (Luk 9:23 dan ayat lainnya).
Singkatnya, ini adalah kasih karunia yang tidak menuntut pengorbanan
apa-apa dari seseorang.
Itulah yang
disebut sebagai 'kasih karunia murahan' oleh Bonhoeffer: kasih karunia
yang tidak menuntut pertobatan. Pertobatan itu bukan hal yang murah
begitu Anda tahu apa arti pertobatan itu. Pertobatan bukan sekadar
penyesalan atas dosa Anda. Kata 'pertobatan' di dalam bahasa Yunani
berarti perubahan sikap hati, perubahan akal budi dan perubahan cara
pandang. Ini berarti suatu pembalikan 180 derajat. Akan tetapi 'kasih
karunia murahan' tidak menekankan satupun dari hal-hal tersebut. Kasih
karunia jenis yang ini memasang diskon 50%, bahkan sampai 80%.
Sering
sekali, keselamatan dikhotbahkan dengan cara seperti itu, yaitu bahwa
Allah mengobral keselamatan seperti Sinterklas membagikan hadiah kepada
anak-anak di jalanan. Kita diberitahu bahwa iman itu berarti kita
tinggal mengulurkan tangan dan menerima keselamatan itu. Iman
didefinisikan sekadar sebagai suatu tindakan mengulurkan tangan untuk
menerima hadiah dari Allah. Kita berulang kali diberitahu: keselamatan
tidak membutuhkan biaya apa-apa! Keselamatan itu gratis! Murah. Apakah
itu yang diajarkan oleh Firman Allah? Itukah keselamatan?
Terdapat
dua macam kekeliruan di dalam ajaran ini. Pertama: kasih karunia itu
sebenarnya sangatlah mahal. Luar biasa mahalnya bagi Allah dan juga luar
biasa mahal bagi kita. Itulah ajaran dari Alkitab. Yang kedua adalah
bahwa keselamatan itu bukanlah hadiah yang datang sebagai paket buat
Anda. Anda memperoleh keselamatan hanya jika Anda menerima Yesus Kristus
sebagai Tuan dan Raja atas kehidupan Anda. Keselamatan bukanlah sekadar
sesuatu hal yang dibeli oleh Kristus di kayu salib, lantas sekarang dia
bagi-bagikan kepada Anda. Itu bukanlah ajaran dari Alkitab. Saya akan
menguraikan kedua hal ini.
'Kasih
karunia' adalah kata yang khas digunakan oleh rasul Paulus
Pertama-tama, mari kita teliti pemakaian kata 'kasih karunia' ini di
dalam Alkitab. Kata ini paling sering dipakai oleh rasul Paulus. Rasul
Paulus memakai kata ini sampai 100 kali. Di dalam tulisan Pauline -
yaitu, tulisan-tulisan para pengikut atau murid Paulus seperti Kisah
Para Rasul dan Lukas, kata ini muncul sebanyak 25 kali. Surat Ibrani,
yang juga merupakan tulisan Pauline, memuat kata ini sebanyak 8 kali.
Ini berarti bahwa dari total 155 kali kemunculan kata ini di dalam
Perjanjian Baru, sebanyak 133 kali kata ini muncul di dalam tulisan
Paulus dan Pauline.
Rasul
Yohanes justru sangat jarang memakai kata 'kasih karunia' ini. Di
sepanjang Injil Yohanes kata 'kasih karunia' hanya muncul 4 kali. Di
dalam kitab Wahyu, kata ini muncul hanya 2 kali. Dan di dalam ketiga
surat rasul Yohanes, kata ini hanya muncul sekali. Artinya, di dalam 5
tulisan penting rasul Yohanes, kata 'kasih karunia' hanya muncul 7 kali.
Di dalam Injil Matius dan Injil Markus, kata kasih karunia bahkan tidak
muncul sama sekali.
Kesimpulan
dari analisis statistik ini adalah bahwa kata 'kasih karunia' secara
khusus merupakan ciri tulisan Paulus. Artinya, jika rasul Yohanes ingin
membahas tentang kasih karunia, dia akan memakai kata lain ketimbang
'kasih karunia'. Kata kasih karunia bukan kata yang lazim dia gunakan.
Kasih
karunia berarti kasih Allah kepada kita
Kata apa
yang dipakai oleh rasul Yohanes sebagai ganti kata 'kasih karunia (grace)'?
Yohanes memakai kata 'kasih (love)'. Jadi kata 'kasih karunia' di
dalam tulisan Paulus adalah kata 'kasih' di dalam tulisan Yohanes.
Demikianlah perbandingannya. Di Injil Yohanes, misalnya, dia memakai
kata 'kasih' sebanyak 36 kali. Di dalam 3 suratnya yang singkat, rasul
Yohanes memakai kata 'kasih' sebanyak 31 kali. Jika kita mencermati dan
merangkum semua uraian ini, hal ini akan membantu kita untuk memahami
apa arti kasih karunia. Kasih karunia (grace) itu berarti kasih (love)
- yakni kasih Allah kepada kita.
Jika kita
beralih ke Titus 3:4, dan meneliti seluruh bagian ayat-ayat 4-7, kita
akan menemukan makna yang lebih lengkap tentang kasih karunia. Di sana
tertulis:
Tetapi
ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada
manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena
perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh
permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh
Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus,
Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih
karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan
kita.
Ini adalah
ayat-ayat yang sangat indah dan penting yang secara langsung berkaitan
dengan keselamatan kita. Saat kita menganalisa ayat-ayat ini, kita
melihat beberapa hal. Ayat 7 berbicara tentang kasih karunia: kita
dibenarkan oleh kasih karuniaNya. Di ayat 5, kita melihat bahwa
kasih karunia itu bermakna rahmat (mercy = belas
kasihan, rahmat). Dan jika kita telusuri balik ke ayat 4, kita melihat
bahwa kasih karunia ini bermakna kemurahan (goodness =
kebaikan, kemurahan) dan kasih (loving kindness = kasih
kebaikan, kasih), dengan demikian, kita mendapati definisi kasih karunia
yang lebih lengkap. Sangatlah penting untuk memahami makna kasih karunia
karena oleh kasih karunialah kita diselamatkan.
Namun
apakah uraian tadi telah membawa pemahaman kita cukup mendalam?
Mengertikah Anda sekarang apa makna kasih karunia itu? Ternyata kita
masih saja belum mendapat kejelasan karena yang kita dapatkan hanyalah
pemakaian kata-kata yang berganti-ganti, dan kita tidak yakin apakah
kita lebih mengerti makna kata yang satu dibandingkan yang lain. Untuk
saat ini, kasih karunia berarti rahmat (mercy), namun hal ini
hanya membangkitkan pertanyaan berikutnya, apa arti rahmat (mercy)
itu? Dan kasih karunia berarti kasih (loving kindness), namun
apakah arti kasih (loving kindness) itu? Kita perlu teruskan
penelusuran kita. Saat kita lanjutkan penelitian kita, kita mulai
temukan hal yang sangat berharga.
Kasih
karunia adalah apa yang telah Allah kerjakan bagi kita lewat Kristus
Apakah
kasih karunia menurut Alkitab? Kasih karunia adalah ketika Allah
mengutus Yesus demi kepentingan kita. Mengertikah kita apa yang telah
Yesus alami demi kita? Jika kita pernah menderita sebagian kecil saja
dari apa yang telah Yesus alami, mungkin kita akan mengerti. Persoalan
yang melanda kekristenan adalah bahwa kita belum cukup mengerti
pengorbanan yang telah dilakukan oleh Allah lewat Kristus bagi kita.
Banyak hal yang hanya sekadar kata-kata saja bagi kita. Belum ada
keinsyafan di dalam hati, yang ada hanya fakta di kepala.
Tidak ada
kasih karunia yang murahan. Apa yang terjadi pada Yesus dalam rangka
mengerjakan keselamatan kita? Apa yang terjadi padanya? Dia diserang,
difitnah, yang dalam istilah Alkitab disebut dengan "bantahan yang
sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa" [Ibr
12:3]. Wajahnya diludahi: Diludahi wajahnya! Di pengadilan, bahkan ada
orang yang menampar wajahnya - menampar wajah Raja segala raja! Saya
tidak tahu orang yang menampar tersebut akan menaruh tangannya ke mana
pada Hari Penghakiman nanti. Akan tetapi Yesus mengampuni mereka dengan
sukarela karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat [Luk
23:34]. Pengampunan itu penuh dengan pengorbanan. Kasih karunia itu
melibatkan pengampunan dan pengampunan itu selalu mahal. Pernahkah Anda
mencoba untuk mengampuni orang lain secara tulus padahal orang tersebut
telah melukai hati Anda dengan sangat mendalam? Pernahkah Anda ditampar
di wajah Anda dan mencoba untuk mengampuni orang tersebut? Anda merasa
bahwa harga diri Anda telah dihina dan direndahkan. Susahnya setengah
mati untuk mengampuni orang tersebut. Akan tetapi hal yang luar biasa
dari Yesus adalah bahwa dengan sukarela dia menerima semua itu. Dia
melangkah ke kayu salib dan menanggung penyaliban itu. Jangankan
kematian, pernahkah Anda menanggung penghinaan dan menanggung
penderitaan demi Kristus? Semakin maju langkah Anda di dalam kehidupan
Kristen, akan semakin berharga Yesus di mata Anda saat Anda renungkan
semua yang telah dia lakukan demi kita.
Apakah kita
dapat memahami pergumulan Yesus di taman Getsemani? Kita tidak mungkin
dapat memahami kepedihan yang dia tanggung. Di kayu salib, dia
mencurahkan dirinya bagi kita, sampai dengan tetas darah yang terakhir -
tetes demi tetes - yang mengalir keluar dari setiap lukanya. Tak ada
bentuk hukuman mati yang lebih kejam daripada penyaliban. Akan tetapi,
bentuk paling kejam yang bisa dibayangkan oleh manusia itu, mereka
sediakan untuk Anak Allah. Namun penderitaan apakah yang pernah kita
tanggung demi kebenaran? Tahukah kita apa harga kasih karunia ini bagi
Yesus? Jika kita memahaminya, kita tidak akan menawarkan keselamatan
yang murahan.
Kasih
karunia adalah komitmen total Allah kepada kita melalui Yesus
Berdasarkan
uraian ini, saya ingin merangkum makna 'kasih karunia' dalam satu
ungkapan. Apakah yang telah dilakukan oleh Allah dan Yesus, Juruselamat
kita di dalam uraian tadi? Kita bisa merangkum semua itu dalam satu
ungkapan: Kasih karunia adalah komitmen total Allah kepada kita lewat
karya keselamatan yang dilakukanNya melalui Kristus. Sekarang kita telah
sampai pada definisi yang alkitabiah tentang kasih karunia.
Saat saya
mengamati hidup dan kematian Yesus, saya mulai memahami arti kasih
karunia. Saat saya menatap paku yang menancap di tangan dan kakinya,
saya mulai mengerti apa arti 'kasih karunia'. Kasih karunia adalah
komitmen total Allah kepada saya melalui Yesus. Seperti yang disampaikan
oleh Paulus di dalam Roma 8:32, "Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya
sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua." Apa lagi yang
Allah pertahankan dari kita? Hal apa lagi yang bisa diberikan oleh
Allah, yang belum Dia berikan kepada kita?
Namun ada
orang dunia yang berkata, "Apa yang dikerjakan oleh Allah untuk
menyelamatkan dunia dari kekacauan ini?" Mereka mengatakan hal ini
karena mereka tidak pernah diajarkan tentang apa itu kasih karunia. Apa
yang perlu dilakukan, sudah dikerjakan oleh Allah. Dan Dia masih
mengerjakannya. Dan Dia akan menyelesaikannya!
Tidak ada
hal yang Allah pertahankan dari kita. Dia telah memberikan segala yang
bisa diberikan. Tak ada kasih yang memberi diri, begitu murni dan tidak
egois seperti ini di antara manusia. Dan disaat kita sudah memahami
kasih karunia, hal apa lagi masih masih bisa kita keluhkan di dalam
hidup kita? Siapa dari antara kita yang masih berani membuka mulut kita
untuk menggerutu dan mengeluh? Kasih karunia terlihat ketika Allah
memberikan diriNya kepada kita melalui AnakNya. itulah kasih karunia!
Mengunakan kata-kata Paulus di dalam Galatia 2:20, "... Anak Allah
yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." Hal
yang sangat penting untuk dipahami adalah bahwa kasih karunia itu
terlihat ketika Kristus secara langsung memberi dirinya kepada saya.
Kristus
bukanlah sekadar sarana untuk mencapai tujuan
Kasih
karunia Allah itu tersedia hanya di dalam Kristus karena Kristus itulah
kasih karunia Allah kepada kita. Tidak ada keselamatan di luar Kristus.
Kita sering mendengar bahwa keselamatan adalah hadiah yang kita terima
dari Allah. Dan hadiah ini dijamin dengan kematian Kristus. Penting bagi
kita umtuk bisa membedakan apa tujuan akhirnya dan bagaimana kita
mencapainya. Banyak orang yang menjadi Kristen karena mereka menghendaki
keselamatan. Jadi, untuk mendapatkan keselamatan, iman di dalam Kristus
dijadikan alat atau sarana untuk mencapai keselamatan itu. Ini cara
berpikir yang sangat berbahaya karena itu berarti bahwa Yesus bukan
tujuan Anda. Yesus tidak menjadi tujuan Anda; Dia hanya dijadikan alat
untuk mencapai tujuan.
Sebagai
contoh, anggaplah saya memiliki satu kaleng buah segar atau apapun
isinya itu. Saya tidak bisa mendapatkan isinya karena gigi saya tidak
cukup kuat untuk membuka kalengnya. Jadi, yang saya butuhkan adalah alat
untuk membuka kaleng. Demikianlah, tujuan saya adalah apa yang ada di
dalam kaleng itu. Pembuka kaleng adalah alat untuk mendapatkan apa yang
saya inginkan itu. Pembuka kaleng sangatlah penting karena gigi saya
tidak cukup kuat untuk membuka kaleng itu. Jadi, saya ambil pembuka
kaleng itu dan membuka kalengnya. Setelah saya bisa membuka kalengnya,
apakah saya masih membutuhkan alat pembukanya? Tidak lagi. Saya hanya
berminat pada isi kaleng tersebut. Begitu kaleng itu terbuka, saya bisa
melupakan alat pembukanya.
Atau,
pikirkanlah seperti ini. Jembatan adalah alat yang penting untuk
menyeberang, namun begitu Anda sampai ke seberang - Anda tidak
membutuhkan jembatan lagi, dengan asumsi bahwa Anda tidak akan
menyeberang kembali ke tempat semula. Jadi, jika ada teroris yang datang
dan meledakkan jembatan, Anda bisa berkata, "Hal itu tidak berarti lagi
buatku. Aku sudah di seberang."
Atau,
dengan cara lain. Anda sedang sakit parah. Ada orang yang berkata, "Oh,
Anda perlu pergi ke dokter." Jadi, dokter penting bagi Anda. Mengapa?
Karena dialah alat bagi kesembuhan Anda. Namun begitu Anda sembuh
kembali, apakah Anda memerlukan dokter lagi? Anda bisa berkata, "Selamat
tinggal, dokter! Terima kasih! Aku akan selalu mengenangmu. Aku akan
selalu mengenang kebaikanmu, terutama karena tagihanmu yang menakutkan
itu, namun aku tidak memerlukanmu lagi." Inilah bedanya memperlakukan
sesuatu sebagai sarana untuk mencapai tujuan dengan memperlakukan
sesuatu sebagai tujuan. Dapatkah Anda membedakan keduanya
Hal apa
yang membuat Anda tertarik menjadi Krisen? "Yah, aku takut mati! Dan
yang terutama, aku takut masuk neraka. Jadi, aku perlu Yesus datang
menyelamatkanku dari neraka. Aku juga terganggu dengan rasa bersalah.
Aku perlu Yesus untuk menolongku dan menyelamatkan aku dari tekanan rasa
bersalah yang membuat hidupku menderita. Namun sekarang aku diselamatkan
dan memiliki hidup yang kekal. Aku tidak akan pernah binasa; lalu untuk
apa lagi Anda membutuhkan Yesus?" Jika Anda sekarang sudah mencapai
tujuan Anda dalam mendapatkan jaminan tempat di surga, Anda tidak
memerlukan Yesus lagi, bukanlah demikian? Inilah yang dimaksudkan dengan
memperlakukan Yesus sebagai suatu sarana untuk mencapai tujuan!
Dapatkah
Anda melihat kesalahan halus dan bahaya terselubung yang diakibatkan
oleh ajaran yang sedemikian? Apakah kita melihat gereja mempunyai
ketergantungan terus menerus pada Yesus? Atau apakah yang kita lihat
adalah gereja-gereja yang menganggap bahwa Yesus adalah sarana untuk
mencapai keselamatan, dan setelah Anda memperoleh keselamatan, Anda
tidak memerlukan Yesus lagi.
Keselamatan
menjadi milik kita selama kita memiliki Kristus
Jika Anda
memperlakukan Yesus hanya sebagai sarana untuk mencapai keselamatan,
maka Anda tidak akan memperoleh keselamatan. Karena Anda belum memahami
makna kasih karunia dan juga keselamatan itu sendiri. Kita tidak boleh
memperalat Yesus sebagai suatu sarana untuk mendapatkan keselamatan.
Yang menjadi tujuan kita adalah Yesus karena Allah, di dalam hikmatNya,
telah menaruh keselamatan selalu dan hanya di dalam Kristus! Anda hanya
akan memperoleh keselamatan selama Anda berada di dalam Kristus. Pada
saat Anda menyingkirkan Yesus, maka Anda tidak memperoleh keselamatan
karena dengan menyingkirkan Yesus berarti Anda menyingkirkan
keselamatan. Anda tidak boleh sama sekali meninggalkan Yesus seperti
Anda meninggalkan pembuka kaleng. Anda sama sekali tidak boleh berkata,
"Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, jadi, terima kasih, Yesus.
Aku akan selalu bersyukur kepadamu, akan tetapi sekarang aku tidak
membutuhkanmu."
Apakah bagi
Anda Yesus lebih berharga daripada keselamatan Anda? Bagi rasul Paulus,
keselamatan itu bukan hal yang sangat berharga bagi dia. Karena inilah
dia bisa mengucapkan pernyataan yang luar biasa di dalam Rom 9:3, "Bahkan,
aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum
sebangsaku secara jasmani." "Jika dengan memasukkanku ke neraka bisa
menyelamatkan jemaat, maka masukkanlah aku ke neraka." Itulah pemikiran
Paulus. Keselamatan itu sendiri tidak pernah menjadi hal yang sangat
berharga bagi dia. Dia bukan jenis orang yang hanya mau menyelamatkan
dirinya sendiri, sekalipun itu diri rohaninya. Dia adalah jenis orang
yang bersedia mengikuti kebenaran, ke manapun kebenaran itu membawanya.
Akan tetapi pemberitaan Injil sekarang ini telah memenuhi gereja dengan
kumpulan orang-orang yang hanya peduli dengan keselamatan pribadinya.
Mereka tak peduli jika orang lain di dunia ini pergi ke neraka, asal dia
selamat, hanya itu yang dia pedulikan. Orang semacam itu bahkan tidak
tahu apa arti kasih karunia.
Bagi saya,
dan saya harap juga bagi Anda, kita akan mengikut Yesus karena dia
adalah mutiara yang paling berharga. Yang penting bagi kita adalah Yesus
bukan sekadar menginginkan keselamatan. Apa yang mau saya kerjakan di
surga? Apa daya tarik surga bagi saya? Tidak ada daya tariknya bagi
saya. Satu-satunya alasan mengapa saya tertarik dengan surga adalah
karena Yesus ada di sana. Jika Yesus tidak ada di sana, siapa yang mau
pergi ke surga? Apa yang akan saya kerjakan di surga? Saya tidak
tertarik pada surga jika bukan karena Yesus ada di sana.
Siapa yang
mau hidup selamanya? Kadang kala hidup ini terasa terlalu lama. Ada
sangat banyak orang yang ingin mengakhiri hidupnya di dunia ini. Nyaris
tak tertahankan bagi mereka untuk menjalani hidup sampai 70 tahun. Dan
Anda ingin menyuruh mereka untuk hidup selama-lamanya? Namun cara Injil
diberitakan sekarang hanya menarik satu tipe orang: orang yang takut
mati. Dengan khotbah semacam ini, kita telah membuat gereja penuh dengan
kumpulan orang-orang yang luar biasa egois! Orang-orang yang hanya ingin
menyelamatkan dirinya sendiri!
Tidak bisa
begitu. Seorang Kristen adalah orang yang mengerti apa arti kasih
karunia; apa arti kasih. Ketika saya mengamati Yesus, saya mulai
mengerti. Untuk pertama kalinya, saya mulai mengerti apa itu keindahan,
apa itu kebaikan, apa arti tujuan hidup.
Saya
dibesarkan di tengah peperangan. Hal yang saya ingat semasa kecil adalah
mayat-mayat di jalanan kota Shanghai; mati kelaparan, kedinginan,
terbunuh - setiap saat ada mayat. Itulah gambaran kehidupan anak yang
dibesarkan di masa perang. Dan sering kali, saya bertanya-tanya, "Apakah
arti kehidupan ini? Apakah mereka bertumbuh dewasa hanya untuk
bergelimpangan di atas tanah?" Jika ada orang yang berkata, "Aku akan
memberimu hidup yang kekal," maka saya akan berkata, "Terima kasih! Saya
sudah muak dengan hidup yang saya miliki." Namun saat saya mulai melihat
keindahan Allah di wajah Yesus Kristus, saya mendapati bahwa hidup itu
sangat bermakna dan hal itu menarik minat saya. Saya mulai mengerti
bahwa hidup tidak harus sesia-sia ini.
Hanya Yesus
yang memberi arti bagi keselamatan
Jadi saya
sampaikan sekali lagi, saya tidak begitu berminat pada hanya sekadar
keselamatan. Saya tidak berminat pada hal itu. Saya justru tertarik
kepada Yesus! Hanya jika saya memahami Yesus, baru saya mulai mengerti
arti keselamatan. Dialah yang memberi arti bagi keselamatan. Keselamatan
itu sendiri tidak ada artinya. Saya tidak menjadi Kristen karena
alasannya adalah takut mati. Tak seorangpun yang bisa menakut-nakuti
saya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun ketika saya melihat
Yesus, maka mata saya mulai terbuka. Saya mulai mengerti makna kasih
karunia. Betapa indahnya kasih karunia itu! Baru saya mengerti betapa
berharganya dia.
Keselamatan
sepenuhnya merupakan kasih karunia karena keselamatan itu sepenuhnya
oleh Allah lewat Kristus. Saya tidak bisa diselamatkan oleh apapun
selain Allah. Jangan pernah memperlakukan Yesus sebagai sarana untuk
memperoleh keselamatan. Allah melarang hal itu! Periksalah hati Anda di
hadapan Allah dan tanyalah diri Anda apakah yang menjadi motivasi Anda
menjadi orang Kristen. Jika Anda menjadi Kristen hanya untuk
menyelamatkan roh Anda sendiri, sobat, berarti Anda berada di jalur yang
salah karena Anda tidak mengasihi kebenaran, Anda hanya mengasihi diri
Anda sendiri. Orang yang mengasihi kebenaran tidak kuatir pada apa yang
terjadi pada dirinya. Mungkin Anda dulu memperlakukan Yesus sebagai alat
saja. Allah bisa memaafkan hal itu, jika Anda beranjak dari posisi itu,
dan berkata, "Tuhan, maafkan saya, saya telah memperlakukan engkau
sekadar sebagai sarana untuk kepentingan saya pribadi. Sekarang saya
serahkan diri saya sepenuhnya kepadamu." Itulah sebabnya mengapa iman
tidak pernah bisa menjadi iman yang sejati jika bukan merupakan komitmen
yang total pada Allah. Iman berarti menempatkan diri sepenuhnya ke dalam
tangan Tuhan setiap waktu, bukan sekadar di suatu titik di masa lalu.
Diselamatkan hanya oleh kasih karunia!
Satu poin
terakhir. Saya telah berulang kali menegaskan bahwa kita diselamatkan
oleh kasih karunia. Kita bahkan tidak diselamatkan oleh iman kita. Iman
kita tidak menyelamatkan kita. Allah-lah yang menyelamatkan kita.
Saya akan
memakai satu ilustrasi untuk menunjukkan bahwa kita diselamatkan oleh
kasih karunia. Jika Anda sakit parah, dapatkah Anda menyelamatkan diri
Anda sendiri? Saya akan memakai ilustrasi yang sederhana - tentang
penyakit usus buntu. Penyakit usus buntu pada awalnya mungkin tidak
berbahaya, namun jika tidak ditangani, Anda bisa masuk ke dalam kondisi
yang parah, yaitu peritonitis (radang usus buntu). Saat usus
buntu telah meradang, Anda bisa mati. Bisakah Anda menyelamatkan diri
Anda sendiri? Anda bisa, jika Anda tahu bagaimana cara membedah perut
Anda sendiri dan membuang usus buntu Anda. Saat demam yang tinggi, saya
ragu apakah seorang dokter ahli bisa membedah dirinya sendiri. Jadi,
Anda tidak bisa menyelamatkan diri Anda sendiri. Anda benar-benar
bergantung pada dokter untuk berbuat sesuatu bagi Anda. Penanganan
masalah ini benar-benar bergantung pada kasih karunia si dokter.
Iman yang
menyelamatkan: menempatkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah
Apa artinya
Anda memiliki iman? Iman itu berarti bahwa Anda menyerahkan diri Anda ke
dalam tangan Allah untuk melakukan apapun yang Dia pandang perlu. Iman
berarti menempatkan diri Anda sepenuhnya di dalam kemurahanNya. Dia bisa
melakukan apapuan yang Dia kehendaki atas diri Anda. Anda mempercayai
Dia sepenuhnya. Iman berarti menyerahkan diri Anda sepenuhnya,
menempatkan diri Anda ke dalam tanganNya. Namun tindakan menyerahkan
diri Anda ke dalam tanganNya itu tidaklah menyelamatkan diri Anda. Iman
baru bisa menyelamatkan Anda jika iman Anda bisa membuang usus buntu
tersebut. Jika iman Anda bisa menyelamatkan Anda, maka Anda tidak
memerlukan dokter. Iman berarti Anda menempatkan diri Anda sepenuhnya ke
dalam kemurahanNya. Iman berarti pengakuan seutuhnya bahwa Anda tidak
bisa menyelamatkan diri Anda. Jika iman bisa menyelamatkan Anda, maka
Anda tidak memerlukan dokter. Iman selalu ditujukan kepada pihak lain;
iman berarti Anda, sama seperti seorang pasien, menyerahkan diri Anda ke
dalam tangan Allah sepenuhnya dan tanpa syarat, "Tuhan, Engkau boleh
mengerjakan apapun yang Kau kehendaki. Lakukanlah apapun yang Kau
pandang perlu untuk dikerjakan atasku. Jika Engkau harus membedahku,
bedahlah. Terasa sakit, akan tetapi memang perlu dikerjakan."
Itu
sebabnya mengapa iman itu berarti komitmen total - berserah sepenuhnya
ke dalam tanganNya. Iman bukan sekadar mempercayai beberapa hal sebagai
suatu fakta. Saya bisa saja terus menerus percaya bahwa dokter ini mampu
mengangkat usus buntu saya. Namun hal itu sama sekali tidak menolong.
Fakta bahwa saya mempercayai kemampuannya dalam membuang usus buntu saya
tidak membuat usus buntu saya terangkat. Saya harus menyerahkan diri
saya kepadanya. Itulah hal yang harus saya lakukan - tak boleh kurang
dari itu. Jika iman Anda hanya sekadar kepercayaan bahwa Yesus telah
mati bagi Anda, maka hal itu tidak akan menyelamatkan Anda. Itu hanya
langkah pertama, namun masih harus diambil langkah-langkah berikutnya.
Anda harus menyerahkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tangan Allah, dan
berkata, "Ini saya, Tuhan. Saya sepenuhnya menjadi milikMu. Lakukanlah
apapun yang Kau kehendaki atas diri saya." Itulah iman yang
menyelamatkan! Yang saya maksudkan dengan iman yang menyelamatkan, bukan
berarti bahwa iman tersebut yang menyelamatkan Anda; Allah-lah yang
menyelamatkan Anda karena Anda menaruh diri Anda ke dalam tanganNya.
Dokter terbaik di dunia pun tidak akan bisa menolong Anda jika Anda
tidak memberikan diri Anda kepadanya. Jika Anda berkata kepadanya, "Saya
tidak mau Anda dibedah!" Nah, dia tidak akan menyeret Anda ke meja
operasi. Dia tidak akan melakukan hal itu. Allah bisa menyelamatkan Anda
akan tetapi Dia tidak akan memaksakan keselamatan tersebut pada Anda.
Anda tidak akan mengerti apa arti keselamatan di dalam hidup Anda
sebelum Anda menyerahkan diri Anda sepenuhnya ke dalam tanganNya.
Menyerahkan
diri Anda sepenuhnya ke dalam tanganNya, apakah hal ini hal yang murah
atau sangat mahal? Jika Anda percayakan diri Anda sepenuhnya ke dalam
penanganan dokter, apakah ini tindakan yang mudah atau sukar? Apakah ini
hal yang sangat mahal atau murah? Saat Anda serahkan diri Anda ke dalam
penanganan dokter, Anda sedang mempertaruhkan nyawa Anda di dalam
tindakan itu! Jika dia salah bertindak, maka Anda bisa kehilangan nyawa!
Sekarang Anda bisa melihat betapa kasih karunia itu tidak murah bagi
Allah dan juga bagi Anda.
Pertanyaan lain yang perlu diajukan adalah: saat Anda menjadi Kristen,
apakah Anda memperlakukan Yesus sekadar sebagai alat untuk mendapatkan
keselamatan, atau, apakah dia sendiri yang merupakan tujuan yang hendak
Anda raih? Jika Anda hanya sekadar ingin memperalat Yesus untuk menjamin
tempat bagi Anda di surga, lupakan saja, sobat, karena Anda tak akan
pernah sampai ke sana! Kedua, dalam hal menerima kasih karunia: Apakah
kasih karunia itu murah atau sangat mahal bagi Anda? Jika menurut Anda
murah, saya kuatir kalau yang Anda terima itu barang yang salah; bukan
kasih karunia Allah. Akan tetapi jika kasih karunia itu menuntut
pengorbanan diri Anda, di mana Anda harus menyerahkan diri Anda
sepenuhnya ke dalam tangan Allah, maka Anda sedang berada di jalur yang
benar.
Kamis, 18 Juli 2013
Keselamatan: Kemerdekaan dari Kuasa Dosa.
(Bagian keempat dari pembahasan sistematis tentang keselamatan)
oleh Pendeta Eric Chang
Kita akan
melanjutkan eksposisi tentang ajaran Perjanjian Baru mengenai
keselamatan. Dalam seri keselamatan ini, kita akan terus meneliti setiap
aspek dari keselamatan secara sistematis.
Melalui
rangkaian pembahasan ini, saya harap Anda meneliti Firman Allah dengan
cermat untuk memutuskan apakah segala yang disampaikan benar-benar
Firman Allah. Anda bertanggung jawab untuk memeriksa segala sesuatu yang
sudah disampaikan di dalam terang Firman Allah.
Apakah
diselamatkan dari kesalahan dosa itu terpisah dengan diselamatkan dari
kuasa dosa?
Pengajaran
yang berkembang sekarang memisahkan antara keselamatan dari kesalahan
atau hukuman akan dosa dengan keselamatan dari kuasa dosa. Kita
diselamatkan dari hukuman dosa yang berarti Anda tidak akan dihukum
karena Anda sudah diampuni. Dengan kata lain, keselamatan diartikan
sebagai kebebasan dari hukuman dosa; kita tidak akan dihukum. Jika Anda
telah bertobat dari dosa-dosa Anda, lalu dosa-dosa Anda diampuni, maka
Anda akan dibebaskan dari hukumannya. Akan tetapi, dalam hal dosa yang
masih bercokol di dalam hidup Anda, Anda masih belum dibebaskan. Dosa
masih berdiam di dalam diri Anda, dan masih memiliki kuasa ke atas Anda.
Itulah ajaran yang harus kita uji di dalam terang Kitab Suci, untuk
memastikan apakah ajaran ini benar atau salah. Ajaran ini memberitahu
kita bahwa Anda bisa diselamatkan dari hukuman dosa - yang Anda perbuat
sebelumnya, akan tetapi Anda masih seorang pendosa yang hidup di bawah
kuasa dosa.
Berdasarkan
ajaran ini, apa yang mau disampaikan adalah, "Orang Kristen bukanlah
manusia yang sempurna. Mereka tetap orang berdosa, sama seperti orang
lain." Jika orang bertanya, "Bagaimana mungkin orang yang sudah
dibebaskan dari dosa tidak ada bedanya dengan orang-orang non-Kristen
yang lain dalam kehidupan seharian?" Jawaban mereka adalah, "Ya, kita
diselamatkan dari hukuman dosa, namun tidak dari kuasa dosa." Malahan,
kita diberitahu bahwa orang Kristen boleh berbuat dosa nyaris tanpa
batas, dan dia akan tetap diselamatkan berdasarkan suatu keputusan yang
dibuatnya di waktu lampau. Berdasarkan ajaran ini, orang Kristen sama
sekali tidak dimerdekakan dari dosa.
Ada juga
sebagian ajaran yang berkata: Kristus bukan saja bisa membebaskan Anda
dari hukuman dosa, melainkan juga dari kuasa dosa. Lalu mengapa tidak
semua orang Kristen dibebaskan dari kuasa dosa? Jawabannya adalah karena
orang-orang Kristen tersebut tidak membuka diri untuk hidup
berkemenangan. Dengan kata lain, memang benar ada orang Kristen yang
hidup di dalam dosa. Mereka itu memang Kristen, tapi orang Kristen yang
kalah.
Pandangan
ini hanya merupakan modifikasi dari pandangan yang sebelumnya. Pada
intinya, tak ada perbedaan yang mendasar karena masih ada pemisahan di
antara keselamatan dari kesalahan dosa dengan keselamatan dari kuasa
dosa. Keselamatan dari kuasa dosa dianggap sebagai suatu pilihan saja.
Artinya, Anda tidak berusaha masuk ke dalam kasih karunia Allah, namun
sekalipun demikian, Anda akan tetap diselamatkan. Jadi, yang penting
adalah bahwa Anda telah diampuni dari dosa-dosa Anda, dan sekalipun Anda
tidak menjalani kehidupan Kristen yang berkemenangan, sekalipun Anda
masih tetap hidup di dalam dosa, hal itu tidak jadi masalah. Menjalani
kehidupan yang kudus adalah suatu pilihan; hal itu tidak penting bagi
keselamatan.
Jadi, tanpa
dibebaskan dari kuasa dosa, Anda masih tetap diselamatkan. Kebebasan
dari kuasa dosa bukan masalah penting. Apa yang akan terjadi dengan
adanya ajaran semacam ini? Hasilnya adalah angkatan yang menyebut
dirinya 'Kristen' namun sangat lemah kualitasnya.
Jadi,
menurut ajaran ini: dosa-dosa Anda telah diampuni, sekalipun Anda tidak
menjalani kehidupan Kristen yang baik, hal itu tidak jadi masalah. Yang
penting adalah bahwa Anda 'percaya' kepada Kristus. Dengan kata lain,
jika Anda berbuat dosa, maka hanya Anda akan menderita, seolah-olah dosa
itu hanya berdampak pada diri Anda saja, tidak berdampak kepada Allah.
Demikianlah makna diselamatkan menurut pandangan ini - yakni Anda hanya
diselamatkan dari hukuman dosa. Dalam kenyataannya, Anda tidak
diselamatkan dari kuasa dosa. Pertanyaannya adalah apakah ini ajaran
yang alkitabiah?
Renungkan pertanyaan ini: Orang yang diselamatkan dari hukuman
dosa, apakah dia sebenarnya diselamatkan dari kuasa dosa? Jika
Anda berhenti sejenak untuk memikirkan hal ini, Anda akan menyadari
bahwa pengampunan tidaklah sama dengan pembebasan dari kuasa dosa.
Mungkin
kedengarannya agak sulit, izinkan saya menjelaskannya dengan lebih
sederhana. Saya akan sampaikan sebuah contoh.
Kisah Dr
Zartorius
Saat saya
bepergian ke Swiss, saya bertemu dengan seorang dokter yang bernama Dr
Zartorius. Dia adalah orang yang sangat ramah, dan ketika saya
mengunjunginya dia berkata, "Mengapa tidak sekalian menginap di sini
untuk sementara?" Lewat itu saya mendapat kesempatan untuk mendengar
kisah hidupnya dan bagaimana dia menjadi Kristen.
Dia pertama
kali datang ke bagian timur Swiss ini sebagai seorang dokter muda. Dia
mendapati bahwa orang di daerah itu gemar meminum anggur. Daerah itu
memang daerah penghasil minuman anggur di Swiss. Lalu, dia mulai
menikmati minuman anggur. Pada awalnya hanya sedikit, tapi lama kelamaan
semakin banyak karena bukan saja harga anggur di situ murah tapi rasanya
juga enak. Sebelum dia menyadari apa yang terjadi, dia sudah terjerat
menjadi pecandu alkohol. Keadaannya menjadi parah karena sebagian besar
penghasilannya dia habiskan untuk membeli anggur. Yang menjadi masalah
adalah, jika Anda sudah menjadi pecandu alkohol, minuman anggur yang
biasa-biasa saja tidak akan memuaskan selera Anda lagi karena kandungan
alkoholnya terlalu rendah. Dia mulai mencari minuman yang sangat keras,
yang kandungan alkoholnya lebih tinggi. Minuman jenis-jenis tersebut
sangatlah mahal. Seiring dengan waktu, dia semakin memboroskan uangnya
untuk membeli minuman keras. Hal ini juga berarti menurunnya
penghasilannya, karena tidak ada pasien yang mau pergi ke dokter yang
selalu dalam keadaan mabuk. Demikianlah, terjadi penurunan penghasilan
yang diiringi dengan peningkatan pengeluaran.
Kemudian
ada seorang sahabatnya yang menantangnya untuk bertaruh. Kawan ini
berkata, "Tahukah kamu? Kamu sekarang sudah jadi pecandu alkohol." Dia
merasa tersinggung oleh perkataan itu! Dia berkata, "Aku tidak ketagihan
alkohol!" Kawannya berkata padanya, "Saya bertaruh bahwa kamu tidak
sanggup melewati satu hari tanpa alkohol. Saya bertaruh 20 franc. Saya
yakin kalau kamu tidak akan bisa berhenti." Ternyata, memang benar. Dia
tidak mampu berhenti. Dia kalah dalam taruhan itu. Lalu, dia menyadari
bahwa dia sudah jauh terjerat.
Situasinya
menjadi semakin buruk saja. Dia harus menjual mobilnya, dan terpaksa
mengunjungi pasiennya dengan bersepeda. Suatu hari, anak laki-lakinya
terluka oleh paku. Luka itu cukup dalam. Lalu istrinya membawa anak itu
kepadanya dan berkata, "Lihat, yunior terluka." Di saat itu dia dalam
keadaan yang agak mabuk. "Ah," katanya, "tidak apa-apa. Jangan ributkan
masalah luka itu. Anak-anak sudah pasti akan sering terluka." Luka ini
ternyata akhirnya berkembang manjadi keracunan darah, dan anak itu
hampir saja mati karenanya.
Pada hari
lainnya, sang istri datang dan berkata, "Apakah kamu punya uang untuk
membeli susu? Kita tidak punya susu lagi untuk sarapan." Dia merogoh
kantongnya, akan tetapi tidak ada uang di sana. Saat dia merenungkan hal
itu, dia berkata, "Apakah saya sudah benar-benar berantakan,
sampai-sampai tidak bisa lagi menyediakan susu untuk anak-anak?"
Dia menjadi
depresi. Lalu dia pergi ke ruang bedahnya dan mengunci pintu. Dia
memutuskan, "Aku sekarang sudah kecanduan alkohol. Aku tidak berdaya.
Tak ada lagi masa depan bagiku. Kecerobohanku nyaris berakibat kematian
bagi anakku. Sekarang mereka bahkan tidak punya makanan untuk sarapan
lagi!" Air mata mengalir di wajahnya. Dia telah berusaha, akan tetapi
dia tahu bahwa tidak mungkin untuknya melepaskan diri dari cengkeraman
alkohol. Dia membuka laci mejanya. Dia pernah menjadi seorang perwira di
dalam Angkatan Perang Swiss, dan dia menyimpan pistol militernya di laci
itu. Lalu dia mengambil pistolnya dan berpikir, "Yah, biar aku akhiri
saja kesengsaraan semua orang. Aku akan mengakhirinya dengan satu
tembakan." Lalu dia ambil pistol itu, dan juga peluru yang ada di
sampingnya. Ketika dia mengambil pistol dan peluru-peluru itu, dia
melihat sesuatu yang tergeletak di bawah pistolnya. Sebuah Alkitab -
sebuah Alkitab yang tak pernah dibacanya. Dia pernah dibaptis, sama
halnya dengan kebanyakan orang lain. Dia menerima Alkitab itu pada
upacara pembaptisannya, akan tetapi dia tidak pernah membacanya. Dia
hanya menggeletakkan Alkitab itu di dalam laci.
Jika Anda
bertanya kepadanya, "Apakah Anda seorang Kristen?" dia akan menjawab,
"Tentu saja aku seorang Krsiten." "Apakah Anda percaya bahwa Yesus telah
mati bagi dosa-dosa Anda?" "Sudah tentu, aku percaya bahwa Yesus telah
mati bagi dosa-dosaku. Aku orang Kristen! Aku sudah dibaptis! Aku sudah
lewat upacara peneguhan! Sudah semuanya!" Seorang Kristen yang pemabuk!
Demikianlah, dia lalu memutuskan bahwa setidaknya, sebelum dia
menembakkan peluru itu, ada baiknya jika dia juga membaca ayat yang
terakhir baginya. Lagi pula, sebagai seorang Kristen, Anda perlu
mengucapkan doa yang terakhir sebelum mati. Namun dia tidak tahu mana
awal dan mana akhir dari Alkitab itu. Jadi dia buka saja Alkitab itu
sekenanya. Dan yang terbuka adalah kitab Yesaya. Saat matanya menelusuri
ke bawah, dia terpaku pada sebuah kalimat: "Akulah, TUHAN,
Juruselamatmu, dan Penebusmu" [Yes 60:16]. Dia berkata, "Hei!
Kalimat ini berbicara kepadaku!" "Akulah, TUHAN, Juruselamatmu, dan
Penebusmu." Kata 'Penebus' berarti pembebas, orang yang membebaskan
Anda, orang yang menyelamatkan Anda. Saat dia mengamati kata-kata itu,
dia nyaris tidak mempercayai penglihatannya. "Akulah, TUHAN,
Juruselamatmu, dan Penebusmu." Dia segera jatuh berlutut. Dia tahu
bahwa Allah berbicara langsung kepadanya. "Akulah Penebusmu. Mengapa
kamu putus asa? Untuk apa pistol di tanganmu itu? Aku bisa
menyelamatkanmu!"
Dia lalu
berkata, "Tuhan, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku sudah tidak
punya jalan keluar yang lain. Jika Engkau bersedia menolongku, kumohon
padaMu, selamatkanlah aku!" Dia meletakkan pistolnya dan dia jatuh
tersungkur di hadapan Tuhan. Dia bercerita bahwa pada saat itu mukjizat
terjadi. Kuasa Allah masuk ke dalam hidupnya, dan bukan sekadar
mengampuni dosa-dosanya, tetapi juga mengerjakan hal yang ajaib! Yang
terjadi adalah kuasa Allah masuk ke dalam hidupnya dan menyingkirkan
kecanduannya pada alkohol, semua keinginan untuk anggur sirna! Apa yang
tidak bisa dikerjakan oleh manusia, dikerjakan oleh Allah dalam sedetik
saja! Dia membatin, "Sungguh luar biasa!" Dia bangkit, dan mendapati
bahwa segenap hasratnya untuk anggur telah hilang. Bagaimana memahami
hal ini? Sebagai seorang dokter, dia tahu bahwa tidak mudah lepas dari
kecanduan alkohol. Akan tetapi, Allah mengatasinya hanya dalam sekejap.
Keselamatan
berarti dibebaskan dari kuasa dosa
Dari
pengalaman indah dokter itu, yang disampaikan secara langsung kepada
saya, kita bisa melihat apa makna keselamatan itu. Saya harap Anda
perhatikan apa arti keselamatan itu sambil Anda mempelajari kisah ini.
Keselamatan
adalah pengampunan dari dosa, akan tetapi keselamatan itu tidak sekadar
pengampunan dari dosa saja. Sekiranya keselamatan itu hanya berupa
pengampunan dari dosa saja, pikirkanlah apa yang akan dikerjakan oleh
dokter itu. Dia akan berlutut di hadapan Allah dan berkata, "Ya Allah,
ampunilah dosa-dosaku. Aku lahir sebagai seorang Kristen akan tetapi aku
menjalani hidup yang kacau. Kumohon ampunilah aku karena telah
mempermalukan namaMu. Ampunilah aku yang tidak memenuhi tanggung jawabku
sebagai ayah dan suami. Ampunilah aku yang lalai mengurusi anakku di
saat dia menghadapi luka yang berbahaya. Ampunilah aku yang tidak
merawat keluargaku, mereka tidak punya makanan lagi. Ampunilah aku yang
tidak bertanggung jawab terhadap para pasienku." Demikianlah, dia
bertobat secara sungguh-sungguh dari dosanya. Dosa-dosanya diampuni.
Saya ingin bertanya, "Apakah dia diselamatkan dari dosa?" Pikirkanlah
baik-baik: Apakah ia diselamatkan dari dosa?
Ya, pasti!
Dia diselamatkan. Namun bagaimana dengan kuasa dosa di dalam
kehidupannya? Jika dia tidak dibebaskan dari kuasa dosa, apa yang akan
terjadi pada dirinya? Apa gunanya bagi dia dengan hanya menerima
pengampunan saja? Karena begitu dia keluar dari sana, dia masih dalam
kuasa dosa, dia akan mengerjakan lagi semua dosanya. Akar dari dosa itu
ada di dalam dirinya. Anda bisa saja memotong bagian ujungnya seperti
memangkas rumput, akan tetapi ia akan segera tumbuh lagi, karena hanya
bagian atas yang dipangkas dan akarnya masih tersisa. Bisakah Anda
memahami bahwa pengampunan dosa saja, tak dapat disebut sebagai
keselamatan? Karena selama akar dari dosa itu masih ada, maka Anda masih
tetap budak dosa. Anda akan terus berbuat dosa lagi. Apakah Anda akan
terus saja memintakan pengampunan atas dosa, sambil terus hidup di dalam
dosa, lalu apakah Anda akan terus diampuni? Apakah menurut Anda hal
semacam ini yang diinginkan oleh si dokter? Apakah menurut Anda
pengampunan adalah hal yang paling penting yang dia cari? Hal yang
terpenting baginya bukanlah sekadar pengampunan dosa, melainkan
kemerdekaan dari kuasa yang sedang menghancurkan dirinya? Saya yakin
setiap orang yang bergumul dengan dosa tahu betapa nyatanya kuasa dosa.
Di sinilah
letak permasalahannya. Orang yang hanya sekadar meminta pengampunan
dosa, tidak mengerti permasalahan dosa. Jika saya mendatangi sang dokter
yang sedang mengarahkan pistol ke kepalanya, dan saya berkata padanya,
"Sabar! Jangan terlalu dipikirkan. Allah akan mengampuni semua dosa
Anda." Apakah Anda pikir dia akan merasa lega? Apakah Anda pikir di
dalam keadaannya yang terdesak itu, dia hanya menginginkan dibebaskan
dari hukuman dosa? Dia sedang menghukum dirinya sendiri! Dia sedang
memohon hukuman itu. Bagi dia, pengampunan bukanlah masalah yang utama
untuk saat itu. Persoalan yang utama adalah kuasa dosa yang sedang
menghancurkan diri dan keluarganya. Yang harus ditangani adalah akar
dari permasalahan itu.
Kebanyakan
orang Kristen mungkin berkata kepada dokter ini, "Anda tidak perlu
begitu tertekan atas dosa-dosa Anda. Ayolah! Tersenyumlah! Yesus
mengasihi Anda dan akan mengampuni dosa-dosa Anda." Hal itu memang
sepenuhnya benar. Dia akan mengampuni! Akan tetapi bagi seorang yang
sedang diikat dosa, masalahnya bukan apakah saya diampuni atau tidak,
tapi kuasa dosa yang akan menghancurkan saya. Jika Anda menyuruh saya
untuk menjadi budak dosa seumur hidup, dan seumur hidup saya harus
bolak-balik kepada Allah setiap hari dan berkata, "Tuhan, maafkan aku!
Aku mabuk lagi. Tuhan, maafkan aku! Aku mabuk lagi!" Apakah menurut Anda
orang ini mau menjalani hidup yang seperti ini? Itukah jenis kehidupan
Kristen yang ingin Anda jalani? Setiap hari hidup di bawah kuasa dosa.
Itukah kekristenan? Jika demikian halnya, di manakah keselamatan dari
dosa itu? Kita hanya diselamatkan dari hukuman dosa. Kita belum
diselamatkan dari dosa. Saya harap Anda bisa memahami persoalan di sini.
Bisakah Anda melihat bahwa dokter ini tidak takut pada hukuman dosa?
Bukan hukuman yang membuat dia cemas! Yang membuat dia kuatir adalah
kuasa dosa, realitas dosa di dalam kehidupannya.
Saya harap
Anda cermati hal ini: hukuman dosa bukanlah dosa. Dibebaskan dari
hukuman dosa bukan berarti dibebaskan dari dosa itu sendiri. Pertanyaan
yang perlu kita ajukan adalah, apakah yang diajarkan oleh Alkitab?
Apakah Alkitab mengajarkan "diselamatkan" berarti diselamatkan dari
hukuman dosa, atau yang diajarkan adalah diselamatkan dari dosa? Syukur
kepada Allah, Alkitab tidak sekadar mengajarkan keselamatan dari hukuman
dosa! Syukur kepada Allah, karena Alkitab mengajarkan keselamatan dari
dosa itu sendiri; keselamatan dari setiap kuasa dosa di dalam hidup
saya!
Untuk
memahami hal ini, bacalah Roma pasal 6, di mana rasul Paulus berkata, "Sebab
kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa" [Rom 6:14]. Dosa tidak
berkuasa lagi atas diri Anda. Jika Anda tidak mampu berkata kepada orang
yang akan binasa oleh dosa, bahwa Allah sanggup menyelamatkan dia dari
kuasa dosa, maka tidak ada pesan yang bisa Anda sampaikan pada mereka.
Anda harus diselamatkan dari dosa, bukan sekadar dari hukuman dosa.
Segenap isi surat Roma berkenaan dengan masalah kemerdekaan dari dosa,
terutama di Roma pasal 6 dan 8.
Bukti dari
kuasa yang mengatasi dosa
Jika kita
tidak sekadar diselamatkan dari hukuman dosa, tetapi juga dari kuasa
dosa, maka tahap lanjutan dari keselamatan adalah munculnya perubahan
yang mendasar dalam kehidupan.
Jika Anda berkata bahwa Anda telah diselamatkan, akan tetapi belum
diselamatkan dari dosa, berarti Anda masih belum tahu apa arti menjadi
seorang Kristen itu. Ketika Dr Zatorius diselamatkan oleh Tuhan, dia
tahu bahwa dia telah diselamatkan. Dia tahu persis apa yang dimaksudkan
oleh rasul [Paulus] di 2 Kor 5:17, "Jadi siapa yang ada di dalam
Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,..." Itulah
keselamatan! Itulah keselamatan sejati! Itulah makna dari keselamatan!
Saat
seseorang telah diselamatkan, dia tahu bahwa dia telah diselamatkan; dia
tahu bahwa sesuatu telah terjadi pada dirinya. Saat kuasa Allah masuk ke
dalam hidup Anda, apakah Anda tidak mengetahuinya? Saya tidak bermaksud
mengatakan bahwa peristiwanya harus dramatis seperti yang dialami oleh
Dr Zartorius, namun tetap merupakan peristiwa di mana Anda tahu bahwa
Anda telah mengalami kuasa Allah di dalam hidup Anda. Anda mungkin
bahkan tidak tahu kapan peristiwa itu terjadi, akan tetapi yang penting
adalah hal itu benar-benar telah terjadi. Sebagian orang mengalami kuasa
Allah masuk ke dalam hidup mereka dengan pelahan-lahan namun dengan
efektif. Mereka tahu bahwa kuasa Allah ada di dalam hidup mereka,
walaupun mereka mungkin tidak tahu kapan persisnya perubahan besar itu
terjadi. Alkitab mutlak memberitahu kita bahwa perubahan harus terjadi.
Perubahan -
dibebaskan dari keterikatan pada keinginan
Perubahan
yang seperti apa? Sama seperti yang terjadi pada Dr Zartorius. Karena
kuasa dosa bekerja dalam kerangka yang sama. Apakah kuasa dosa di dalam
kasus Dr Zartorius ini? Masalah kecanduan, yaitu kecanduan minuman
keras. Inilah hal yang disebut sebagai 'nafsu' atau 'keinginan' di dalam
Alkitab. Adanya keterikatan pada nafsu atau keinginan adalah bukti
adanya kuasa dosa yang bekerja di dalam diri Anda. Ada yang tidak
terikat pada alkohol, akan tetapi mereka kecanduan hal lain seperti
seks. Mereka harus terus menerus memuaskannya. Nafsu seks tampaknya
sangat berpengaruh pada sebagian besar orang. Mental mereka nyaris
menjadi tidak seimbang akibat nafsu seks ini. Ada juga orang yang
kecanduan uang. Selalu saja terikat dengan uang; mata mereka hanya bisa
melihat lembaran dolar saja. Ada pula yang terikat pada kehormatan dan
kedudukan. Dan kuasa dari semua hal itulah yang mengendalikan diri
mereka. Mereka akan mengorbankan segalanya demi memuaskan keinginan
mereka itu.
Lihat saja
Dr Zartorius. Dia bersedia mengorbankan banyak hal; kehilangan reputasi;
uang; dan bahkan kesejahteraan keluarganya demi memuaskan keinginannya.
Inilah yang dimaksudkan sebagai kuasa atau dominasi dosa. Artinya, dosa
merupakan pengendali di dalam diri Anda. Setiap orang yang tidak
dimerdekakan dari dosa, yang memegang kendali di atas dirinya adalah
dosa. Sebagai contoh, sifat 'egois' dalam diri orang yang belum
dilahirkan kembali itu merupakan kuasa yang mengendali segenap hidupnya.
Namun ketika kuasa Allah masuk Anda akan dibebaskan.
Demikianlah, kita bisa melihat hal ini di dalam 1 Yoh 3:9: Rasul Yohanes
mengatakan, "Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa
lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat
berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah." Ajaran ini jelas
bertentangan dengan ajaran yang kita dengar sekarang. Rasul Yohanes
berkata, "Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi."
Sungguh pernyataan yang keras! Bagaimana kita bisa memahaminya?
Pertama-tama, kita tahu bahwa rasul Yohanes sedang membahas perkara yang
tengah kita bicarakan: diselamatkan berarti diselamatkan dari kuasa dosa
atau dari watak dosa yang ada di dalam diri Anda. Rasul Yohanes tidak
menyatakan bahwa keselamatan itu sebagai sekadar pengampunan dosa saja.
Dia sedang berbicara tentang penyembuhan ganda, kita diselamatkan dari
murkanya dan kita juga dimurnikannya. Dia menjadikan kita manusia baru.
Apakah
rasul Yohanes ingin berkata bahwa ketika Anda dilahirkan kembali, maka
Anda tidak mampu lagi berbuat dosa? Oh, bukan itu yang ingin disampaikan
oleh rasul Yohanes! Dia tidak bermaksud mengatakan bahwa kita langsung
menjadi sempurna tanpa dosa. Di dalam 1 Yoh 1:8 dia menjelaskan, "Jika
kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita
sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." Lalu apa yang
dimaksudkan oleh sang rasul?
Mari
perhatikan lagi kesaksian Dr Zartorius. Ketika kuasa Allah masuk ke
dalam hidupnya, kecanduannya pada alkohol telah meninggalkan dia. Ini
hal yang sangat luar biasa! Anda bisa taruh segelas anggur di hadapannya
dan tidak tak tergiur sama sekali. Bagi seorang pencandu alkohol,
melihat segelas anggur di depannya merupakan suatu godaan yang luar
biasa. Tapi tidak bagi dokter ini, dia telah memiliki kodrat yang baru
sekarang. Kodrat yang baru ini merdeka dari keterikatan pada alkohol.
Bukan berarti bahwa dia tidak bisa minum anggur lagi. Dia masih bebas
untuk mengulurkan tangannya dan meminum anggur itu. Dan dia juga tahu
bahwa jika dia memilih untuk minum anggur itu, dalam waktu singkat, dia
akan kembali diperbudak oleh kecanduannya.
Demikianlah, saat Allah membebaskan kita dari keterikatan pada dosa, hal
itu bukan berarti bahwa kita tidak bisa berbuat dosa lagi. Juga bukan
berarti bahwa kita tidak akan menikmati perbuatan dosa. Seperti halnya
Dr Zatorius, anggur memang sudah tidak memikat hatinya lagi, namun bukan
berarti bahwa jika dia mencicipi anggur itu, lantas rasa anggur itu
tidak terasa nikmat baginya. Anggur itu masih punya kuasa untuk
menjatuhkannya lagi. Dan dia tahu bahwa dia harus menjaga jarak dari
anggur. Tidak boleh berkata, "Nah, sekarang aku sudah merdeka dari
kecanduan pada alkohol, jadi aku boleh minum sebanyak yang aku suka."
Hanya karena kita sudah dibebaskan dari kuasa dosa tidak berarti bahwa
sekarang kita boleh berbuat dosa sesuka hati. Jadi, "Setiap orang
yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi," ini berarti bahwa
kuasa dosa memang sudah pergi, namun bukan berarti bahwa Anda tidak bisa
berbuat dosa lagi.
Jangan
ceroboh menjalankan kemerdekaan yang Anda peroleh!
Sebagai
rangkuman, apa yang terjadi ketika kita mengklaim kuasa keselamatan
Allah? Yang terjadi adalah, seperti yang dialami oleh Dr Zartorius,
Allah menaruh hati yang baru di dalam diri kita, seperti yang
disampaikan oleh Yehezkiel [Yeh 36:26]. Hati yang baru ini adalah hati
yang bebas dari kuasa dosa. Namun hal ini bukan berarti bahwa kita tidak
bisa berbuat dosa lagi. Seberapa permanen kemerdekaan dari dosa ini?
Apakah karena kita sudah merdeka dari kuasa dosa, lalu kita boleh
bersikap ceroboh terhadap dosa? Karena kita sudah dimerdekakan dari
kuasa dosa, sekali kita diselamatkan, maka kita akan selalu diselamatkan
dari kuasa dosa? Kita tidak perlu takutkan lagi masalah dosa? Bukan
demikian! Jika Dr Zartorius tidak mempergunakan kemerdekaannya dengan
baik, dia bisa terjerat kembali oleh kecanduannya.
Ada dua
macam jalur terjadinya kekeliruan dalam memahami ajaran keselamatan di
sini. Kekeliruan yang satu menganggap bahwa sekali kita dibebaskan dari
kuasa dosa, maka kita langsung menjadi sempurna. Itulah doktrin
perfeksionisme. Sekalipun kita sudah dimerdekakan dari kuasa dosa, bukan
berarti bahwa kita tidak akan jatuh lagi. Itulah sebabnya mengapa rasul
Paulus berkata di dalam Gal 5:1, Kristus telah memerdekakan kita.
Karena itu berdirilah teguh. Dia telah memerdekakan Anda, namun Anda
harus berdiri teguh di dalam kemerdekaan itu. Anda harus menjaga
kemerdekaan itu. Jangan salah gunakan kemerdekaan itu. Jadi janganlah
berpikir, "Aku sudah merdeka dari dosa, lalu sekarang aku bisa
mengerjakan apa yang aku suka." Itu adalah kesalahan yang paling besar.
Kekeliruan
yang kedua adalah yang lebih sering terjadi. Pandangan bahwa sekalipun
saya telah dimerdekakan dari dosa, lalu jatuh ke dalam dosa lagi, saya
akan tetap diselamatkan walaupun tanpa pertobatan. Ini adalah kekeliruan
yang sama besarnya. Sebagai contoh, Dr Zartorius telah dibebaskan dari
dosa, namun apakah keadaannya akan lebih baik jika dia kembali menjadi
pemabuk? Jika dia tidak berdiri teguh di dalam kemerdekaan yang telah
diberikan oleh Kristus padanya, dia akan kembali menjadi seorang
pemabuk. Itulah sebabnya, ketika saya berbincang-bincang dengan Dr
Zartorius saat itu, dia menjauhkan diri dari anggur, sekalipun anggur
itu sudah tidak memikat hatinya lagi namun dia tetap berjaga-jaga. Dia
ingin berdiri teguh di dalam kemerdekaan itu. Kata rasul Paulus, "Jangan
pakai kemerdekaanmu untuk membenarkan perbuatan dosamu."
Allah mampu
menyelamatkan dari dosa dan menjaga kita agar tidak jatuh
Mungkin
pertanyaannya adalah, jika memang ada bahaya bahwa seseorang bisa jatuh
kembali, lalu seberapa pasti keselamatan saya itu?
Pertama,
orang yang dilahirkan kembali, dapat berkata seperti rasul Paulus, "Karena
aku tahu kepada siapa aku percaya" [2 Tim 1:12]. Kalimat penuh
keyakinan: "Karena aku tahu kepada siapa aku percaya." Setiap
orang Kristen yang benar-benar telah dilahirkan kembali bisa mengucapkan
kalimat tersebut karena dia telah mengalami kuasa Tuhan yang
menyelamatkan dari dosa. Karena itu, orang seperti Dr Zartorius
benar-benar dipenuhi oleh sukacita dan semangat! Ke manapun dia pergi,
dia bersaksi tentang apa yang telah dikerjakan oleh Allah dalam
hidupnya. Dia mampu berkata, "Karena aku tahu kepada siapa aku
percaya. Aku tahu bahwa dia mampu menjagaku. Dia mampu menjaga agar
aku tetap merdeka dari dosa."
Hal yang
kedua, orang yang mengalami kuasa Tuhan memiliki keyakinan penuh yang
akan memampukan dia melangkah maju. Seperti yang kita baca di surat
Yudas di ayat 24, Yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung.
Artinya, di setiap waktu, saya bergantung pada kuasa itu. "Kasih
karunia" menurut Alkitab bukanlah sesuatu yang pernah Anda terima
beberapa tahun yang lalu, ketika Anda pertama kali percaya kepada Yesus.
"Kasih karunia" menurut Alkitab adalah sesuatu yang menjadi sandaran
Anda - Anda bergantung pada kasih karunia itu hari demi hari, detik demi
detik. Anda bergantung kepadanya karena Anda tahu bahwa Allah
berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung.
Perhatikanlah keselamatan yang indah ini. Saya bermegah di dalam salib
Kristus! Saya bermegah di dalam keselamatan yang indah! Alasan saya
bermegah dalam keselamatan ini adalah karena ini adalah keselamatan yang
penuh - keselamatan yang sempurna - keselamatan yang tidak saja dari
hukuman dosa, tetapi juga keselamatan dari kuasa dosa di dalam hidup
saya. Saya bermegah dalam keselamatan ini karena saya telah mengalami
realitas dan kuasa dari keselamatan tersebut di dalam hidup saya,
sehingga saya mampu berkata seperti rasul Paulus, "Karena aku tahu
kepada siapa aku percaya." Dan saya juga mampu berkata seperti
Yudas, "Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung."
Sudahkah Anda mengalami keselamatan yang penuh itu? Apakah Anda mampu
berkata, "Aku tahu kepada siapa aku percaya"?
Langganan:
Postingan (Atom)