(Bagian pertama dari pembahasan sistematis tentang 12 pokok keselamatan)
oleh Pendeta Eric Chang
Saya akan
menyampaikan kepada Anda mengenai sebuah pertentangan yang tengah
berlangsung sehubungan dengan pokok pembahasan hari ini. Keadaannya
memang kurang bagus, namun hal itu memang pasti akan terjadi. Kadang
kala, di dalam usaha kita untuk memelihara kedamaian, kita sedikit
mengorbankan kebenaran. Namun ada pula saatnya di mana kita harus
berdiri teguh demi kebenaran.
Engkau
harus menjadi yang terakhir untuk bisa menjadi yang pertama
Sebagaimana
yang telah Anda ketahui, di KKR musim dingin di wilayah pantai barat
Tuhan meletakkan - di dalam hati saya - pokok yang harus saya sampaikan.
Tema dari KKR itu adalah "Berikanlah kepadaku pegunungan ini" yang
diambil dari Yosua pasal 14. Pihak penyelenggara memberitahu saya bahwa
mereka ingin agar setiap orang Kristen bisa mencapai potensi mereka di
dalam Kristus. Saat saya berdiam diri di hadapan Tuhan, saya bisa
melihat bahwa jika orang tidak diberi pengertian mengenai prinsip apa
yang membuat mereka bisa maju menuju kepenuhan Allah di dalam hidup,
maka tema KKR tersebut akan sulit untuk diuraikan dengan benar.
Di Yosua
14, kita melihat bahwa Kaleb mendatangi Yosua dan berkata: "...berikanlah
kepadaku pegunungan." Kaleb adalah salah satu orang yang diutus oleh
Musa untuk memata-matai negeri Kanaan. Hanya dia dan Yosua saja yang
bersikap setia. Ketika mata-mata yang lain melaporkan bahwa gerakan maju
ke negeri Kanaan itu tidak akan berhasil, kedua orang ini berkata, "Mari
kita maju di dalam kekuatan Tuhan." Akan tetapi mereka berdua kalah
suara. Mayoritas orang Israel berkata, "Jangan, itu negeri para raksasa.
Jika kita maju ke sana, mereka akan segera membasmi kita!" Akan tetapi
Kaleb dan Yosua berkata, "Benar, mereka memang kuat, akan tetapi Allah
adalah kekuatan kita dan Dia pasti akan memberi kita kemenangan." Namun
orang-orang Israel tidak mau mendengarkan kedua orang ini. Mereka lebih
mendengarkan laporan mayoritas. Akibatnya, orang-orang Israel tidak mau
taat kepada Tuhan dan seluruh angkatan itu binasa di padang gurun.
Yosua pasal
14 ini sangat menarik, ketika orang Israel akhirnya mencapai tanah
perjanjian, Kaleb meminta kepada Yosua wilayah pegunungan di sebelah
selatan Yerusalem. Namun yang mengejutkan, Yosua ternyata memberi Kaleb
wilayah Hebron. Kaleb meminta wilayah pegunungan tetapi yang dia
dapatkan adalah daerah lembah, Hebron adalah daerah yang terletak di
lembah. Akan tetapi kita tidak melihat Kaleb memprotes lalu berkata,
"Apa yang kau lakukan padaku? Aku meminta daerah pegunungan tetapi kau
memberiku daerah lembah!" Kaleb memahami pemberian itu dengan sempurna
karena dia adalah orang yang spiritual.
Di dalam
kehidupan Kristen, sering kali, ketika kita meminta gunung dari Allah,
yang Dia berikan adalah lembah. Hal penting yang perlu dipahami di dalam
berurusan dengan hal-hal spiritual adalah, Anda baru bisa pergi ke atas
jika Anda menuju ke bawah. Jika Anda ingin mendapatkan hidup, maka Anda
perlu tahu apa artinya masuk kuburan; apa artinya mati bersama dengan
Kristus. Dengan demikian, jika Anda ingin menjadi yang pertama, maka
Anda harus tahu apa artinya menjadi yang terakhir. Jika Anda ingin
menjadi yang terbesar di dalam Kerajaan Allah, maka Anda harus tahu
bagaimana menjadi yang terkecil. Demikianlah, saya akan menguraikan
prinsip rohani yang luar biasa pentingnya ini.
Buang semua
kehidupan lama Anda
Pada hari
kedua KKR, pokok yang saya uraikan adalah: dalam rangka memperoleh
segala-galanya, orang harus kehilangan segala-galanya. Inilah prinsip
ajaran Yesus. Jika Anda menginginkan kepenuhan hidup, maka Anda harus
buang semua hidup lama Anda. Kegagalam dalam memahami prinsip
mengakibatkan begitu banyak orang Kristen yang gagal mencapai gunung
Allah. Saya menunjukkan dari Filipi 3 bahwa Paulus rela kehilangan
segala-galanya demi memperoleh Kristus karena memiliki Kristus berarti
memperoleh hal yang paling bernilai untuk dimiliki. Prinsip yang sama
persis bisa kita lihat di Matius, di perumpamaan tentang Mutiara Yang
Berharga. Ini adalah suatu prinsip rohani yang tidak pernah berubah:
untuk bisa memperoleh Kristus, untuk bisa memperoleh segala-galanya,
maka Anda harus kehilangan segala-galanya.
Tepatnya,
inilah yang diajarkan oleh Yesus mengenai pemuridan: jika Anda ingin
mengikut dia, maka Anda harus memikul salib Anda dan menyangkal diri
Anda, bahkan termasuk menyangkal nyawa Anda juga. Jelas kita tidak bisa
mengerjakan itu semua tanpa kasih karunia dan iman yang menopang kita.
Artinya, Allah tidak berkewajiban untuk memberi kita mutiara yang sangat
berharga ini. Dalam hal apapun, mutiara itu jauh lebih berharga
dibandingkan segala sesuatu yang bisa kita tawarkan. Jika Paulus bisa
memperoleh Kristus tanpa harus kehilangan segala-galanya, lalu mengapa
dia harus kehilangan? Paulus bukanlah orang yang bodoh. Dia mengerti
dengan sempurna tentang prinsip rohani: jika Anda tidak kehilangan
segala-galanya, maka Anda tidak akan memperoleh Kristus.
Dengan
kehilangan segala-galanya, bukan berarti seseorang harus menjadi pelayan
full-time. Sama sekali bukan itu maksudnya, karena menjadi seorang
pelayan full-time, bukan berarti Anda lalu kehilangan segalanya.
Malahan, Anda bahkan bisa saja menjadi kaya raya dengan menjadi seorang
penginjil, bisa lebih kaya dari pada orang lain. Entah Anda seorang
penginjil atau bukan, tidak ada kaitannya dengan pokok tersebut. Saya
sampaikan ini karena orang selalu bertanya apakah dengan berkomitmen
total itu berarti seseorang harus menjadi penginjil. Menjadi seorang
hamba Tuhan itu adalah persoalan anugerah dari Allah. Kehilangan
segalanya itu berarti komitmen total kepada Allah yang mencakup
kesediaan untuk mengerjakan apa yang Dia inginkan untuk kita kerjakan
dan untuk kehilangan hal-hal yang Dia pandang penting bagi kita untuk
direlakan. Pada titik awalnya, komitmen ini harus terwujud dalam bentuk
sikap hati. Bagaimana komitmen ini nanti dijalankan, itu menjadi
persoalan lain. Ketika pertama kali saya menjadi Kristen, sama sekali
tidak terlintas di benak saya untuk menjadi penginjil. Beberapa tahun
kemudian, seiring dengan langkah saya di dalam komitmen kepada Tuhan,
Dia mulai menunjukkan kepada saya hal itulah yang Dia inginkan untuk
saya kerjakan. Namun bisa saya sampaikan dengan sejujurnya bahwa
komitmen saya kepada Allah sebelum dan sesudah menjadi penginjil itu
sama besarnya.
Ketika
menguraikan Filipi 3, ada satu pokok yang perlu dibahas lebih lanjut,
dan pokok tersebut terdapat di dalam khotbah yang kedua itu. Persoalan
yang perlu diperhatikan adalah: Paulus berkata, "Aku telah melepaskan
segala sesuatu untuk memperoleh Kristus." Pertanyaannya: Apakah
Paulus belum memiliki Kristus? Jika Anda sudah memiliki Kristus, lalu
mengapa Anda masih harus memperoleh dia? Dan jika Anda telah memperoleh
Kristus tanpa harus kehilangan segalanya, lalu mengapa Anda masih perlu
memperoleh dia dengan kehilangan segalanya? Yang Anda perlukan hanya
percaya kepada Yesus dan ketika Anda mempercayai dia, maka Anda telah
memperoleh dia. Dengan demikian, menjadi seorang Krsiten tampaknya sudah
merupakan akhir dari segalanya; sama seperti orang yang lulus dan
menerima ijazah. Tak perlu melanjutkan lagi. Lalu mengapa Paulus berkata
bahwa dia terus berlari-lari mengejar tujuan? Tujuan apakah yang sedang
dia kejar itu? Tujuan itu sudah dia sampaikan sebelumnya, yaitu
memperoleh Kristus dan berada di dalam dia, di dalam kebenarannya. Namun
apakah dia tidak memperoleh kebenaran Kristus ketika dia menjadi
Kristen? Di dalam 2 Timotius, suratnya yang terakhir, Paulus berkata, "Sekarang
telah tersedia bagiku mahkota kebenaran..." (2 Tim 4:8). Bukankah
seharusnya dia telah memiliki kebenaran itu? Tak heran jika penginjil
zaman sekarang mengalami banyak kesulitan untuk bisa memahami Filipi 3.
Setiap orang sadar bahwa Filipi 3 ini adalah salah satu pokok terpenting
di dalam tulisan Paulus karena di sini Anda bisa melihat sampai pada
kedalaman isi hati Paulus. Namun ketika orang-orang Kristen menatap isi
hati Paulus, mereka tidak bisa memahami apa yang sedang mereka lihat
itu. Mengapa Paulus berkata bahwa dia berlari-lari mengejar Kristus
sementara orang Kristen lainnya sudah memperoleh Kristus? Bagaimana kita
menalar hal ini?
Pertunangan: suatu cara untuk memahami ungkapan "memperoleh Kristus"
Untuk
menjelaskannya, saya akan menggunakan sebuah gambaran. Saat dua orang
saling jatuh cinta, apakah mereka sudah saling memiliki? Dalam
pengertian tertentu, jawabannya adalah, "Ya," namun di dalam pengertian
yang lain, jawabannya adalah, "Tidak." Anda mendapatkan cinta dari orang
tersebut, akan tetapi, Anda belum memiliki orang tersebut sepenuhnya.
Dari sana Anda masih harus melangkah menuju pertunangan. Pertunangan, di
dalam Alkitab disebut dengan istilah 'betrothal (=ikatan pranikah,
pent.)'. Ikatan jenis ini lebih erat daripada ikatan pertunangan
sebagaimana yang dikenal di dunia barat sekarang ini. Masing-masing
pihak memperlakukan pasangannya sebagai suami atau sebagai istri
walaupun mereka belum tinggal dalam satu rumah. Ikatan pranikah ini
masih bisa diputuskan, akan tetapi akan menjadi masalah yang sangat
besar bila dibandingkan dengan putusnya ikatan pertunangan di zaman
sekarang ini. Apakah Anda sudah memiliki orang tersebut ketika Anda
bertunangan? Yah, sekali lagi, Anda memang bisa berkata bahwa Anda sudah
memiliki dia, dalam pengertian tertentu, namun masih belum seutuhnya.
Saat kita
datang kepada Kristus dan menyerahkan diri kita kepada dia, peristiwa
itu diibaratkan seperti sebuah pertunangan dengan Kristus. Di dalam 2
Kor 11:2, kita baca, "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada
satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus."
Perhatikan bahwa disaat Anda ditunangkan, Anda boleh menyebut pasangan
Anda sebagai suami atau istri. Di dalam ikatan pertunangan ini, kita
memang telah memiliki Kristus, namun kita belum memiliki dia sepenuhnya.
Justru untuk alasan inilah kita disuruh untuk melanjutkan menuju
pernikahan. Alkitab dengan gamblang menegaskan bahwa kedudukan kita
belum sampai pada titik 'pernikahan' dengan Kristus. Kita bisa baca
tentang pesta pernikahan Anak Domba di dalam kitab Wahyu pasal 21;
menurut Alkitab, pernikahan ini adalah salah satu peristiwa yang baru
akan terjadi pada tahap akhir nanti. Pada saat itulah kita baru
disatukan dalam pernikahan dengan Kristus. Di dalam semua perumpamaan
dari Tuhan, Anda akan lihat bahwa pesta pernikahan adalah hal terakhir
yang akan terjadi.
Tiga tahap
keselamatan
Saya
menunjukkan bahwa ketiga tahapan itu - yakni jatuh cinta, pertunangan
dan pernikahan - berkaitan dengan ajaran Perjanjian Baru mengenai tiga
tahap keselamatan. Kita baca, misalnya, bahwa kita telah diselamatkan
(setidaknya ada dua rujukan tentang fakta bahwa kita benar-benar telah
diselamatkan), namun kemudian, kita juga temukan rujukan-rujukan pada
fakta bahwa kita juga sedang dalam proses diselamatkan.
1 Korintus
1:18 memberitahu kita, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah
kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang
diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." Keutuhan
dari keselamatan itu ada di masa depan, saat kita disatukan dengan
Kristus di dalam pesta pernikahan Anak Domba.
Di Roma
5:9-10, ada dua kali Paulus menyampaikan tentang keselamatan sebagai hal
yang terjadi di masa depan:
Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya,
kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. Sebab jikalau kita,
ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya,
lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan
diselamatkan oleh hidup-Nya!
Jadi kita
bisa lihat bahwa ungkapan keselamatan itu dinyatakan dalam tiga bentuk
kalimat (tenses): bentuk lampau (past tense), bentuk
sekarang (present tense), dan bentuk yang akan datang (future
tense). Ini berarti bahwa kita telah dibenarkan, sedang dibenarkan,
dan kita akan memiliki kebenaran yang utuh nanti.
Paulus
menegaskannya di dalam Gal 5:5 bahwa kebenaran dalam wujudnya yang utuh
itu adanya di masa depan: "Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita
menantikan kebenaran yang kita harapkan." Dia menunjukkan kepada jemaat
di Galatia betapa pentingnya untuk tetap teguh bersatu dengan Kristus
setiap saat. Jemaat di Galatia ini tadinya mengira bahwa mereka bisa
menambahkan sunat ke dalam kebenaran iman di dalam Kristus. Namun Paulus
menyampaikan kata-kata peringatan di Gal 5:3, "Sekali lagi aku
katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib
melakukan seluruh hukum Taurat." Lalu di ayat 4, "Kamu lepas dari
Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu
hidup di luar kasih karunia."
Itulah inti
dari khotbah kedua yang saya sampaikan di KRR itu: bahwa keselamatan
adalah suatu proses, dan itulah sebabnya kita harus terus melanjutkan
langkah mengejar tujuan. Kita tidak boleh berpuas diri. Mentalitas puas
diri inilah yang telah menghancurkan gereja. Hanya jika kita mengerti
bahwa kita harus meneruskan langkah barulah gereja bisa bangkit dan
bergerak maju. Pemberitaan yang disampaikan oleh kebanyakan gereja
sekarang ini adalah: saat Anda telah menerima Kristus, berarti Anda
telah menerima hidup yang kekal. Dan hidup yang kekal ini tidak akan
pernah hilang. Menurut mereka, Anda tidak akan pernah terpisahkan dari
Kristus, sekalipun Paulus berkata hal itu bisa terjadi. Oleh sebab itu,
masih menurut mereka, sekali selamat, maka Anda akan tetap selamat; tak
ada hal yang perlu Anda kuatirkan. Memang baik mengejar kemajuan, namun
jika Anda tidak melakukannya, hal itu juga tidak akan berakibat buruk
pada keselamatan Anda. Anda tidak perlu mengejar kemajuan. Malahan, jika
Anda mengejar kemajuan, hal itu bisa mengarah pada sekedar amal baik
saja. Anda tidak perlu kehilangan apa-apa. Tak ada kebutuhan untuk
mengejar kekudusan. Kekudusan memang sangat bagus, akan tetapi tidak
menjadi hal yang penting. Akibat dari ajaran semacam ini sangatlah
membinasakan. Tak heran jika gereja menjadi lemah dan mengalami
pembusukan di dalamnya. Saya adalah orang yang mengutamakan perdamaian.
Saya tidak menghendaki adanya pertentangan di dalam gereja, namun
saatnya telah tiba untuk menyatakan kebenaran dan menanggung akibatnya.
Pertemuan
dengan panitia KKR
Setelah
menyampaikan khotbah yang kedua itu, panitia penyelenggara KKR
mendatangi saya dan berkata, "Khotbah Anda tampaknya menyatakan bahwa
keselamatan itu adalah sebuah proses dan seseorang bisa saja tidak mampu
menyelesaikan proses ini, yang berakibat pada kebinasaannya." Saya
berkata kepada mereka, "Lalu, bagaimana pemahamannya menurut Kitab
Suci?" Mereka sangat terganggu akan hal ini.
Pada hari
berikutnya, pihak panitia mendatangi saya lagi dan berkata, "Kami telah
memutuskan bahwa jika Anda tidak menyesuaikan khotbah Anda dengan
doktrin kami, maka kami tidak bisa mengizinkan Anda untuk melanjutkan
berkhotbah." Saya berkata kepada mereka, "Saudara-saudara, sungguh sedih
hati saya melihat Anda memandang persoalan dengan cara ini. Anda tidak
berkata, 'Kami ingin agar Anda menyesuaikan khotbah Anda dengan Firman
Allah,' tetapi Anda malah berkata, 'dengan doktrin kami.' Tak satupun
dari Anda yang bisa meyakinkan saya bahwa apa yang telah saya sampaikan
itu tidak alkitabiah, persoalannya hanya karena tidak sesuai dengan
doktrin Anda. Dan perbedaan itu memang saya akui."
Lalu mereka
berkata, "Mari kita luruskan dulu masalah posisi doktrin Anda. Apakah
Anda percaya bahwa keselamatan itu sepenuhnya berdasarkan kasih
karunia?"
Saya
menjawab, "Sudah tentu! Keselamatan menurut Kitab Suci itu 100% oleh
kasih karunia."
Mereka
bertanya, "Dengan demikian, berarti Anda percaya bahwa tak ada perbuatan
manusia apa pun yang bisa dilibatkan di sini?"
Saya
menanggapi, "Apa yang Anda maksudkan dengan perbuatan? Jika yang
dimaksudkan adalah usaha manusia, maka saya setuju bahwa tak ada
perbuatan yang bisa dilibatkan di sini. Namun jika yang dimaksudkan
adalah perbuatan baik yang dikerjakan oleh Allah melalui kita, maka
saya tidak bisa setuju hal itu dikesampingkan. Kita harus memiliki
perbuatan baik seperti itu karena itu semua adalah buah Roh, itu adalah
hidup Allah yang diwujudkan di dalam diri kita. Efesus 2:10 memberitahu
kita bahwa kita ini dipersiapkan oleh Allah untuk melakukan pekerjaan
baik. Allah menuntut buah itu dari kita. Semua perbuatan baik itu memang
tidak menyelamatkan kita, akan tetapi perbuatan baik itu adalah bukti
dari keselamatan kita."
Lalu saya
bertanya kepada mereka, "Bagaimana posisi Anda? Apakah Anda akan berkata
bahwa jika seseorang telah menjadi Kristen, lalu dia berbuat dosa
sebanyak yang dia kehendaki, dia tidak bertobat, masihkah dia
diselamatkan?"
Tahukah
Anda apa jawab mereka? Saudara-saudariku, jawaban mereka membuat saya
sangat sedih. Mereka menjawab, "Ya." Saudara-saudari, perhatikanlah
keadaan gereja zaman sekarang ini. Anda bisa lihat dosa berlangsung di
tengah jemaat karena orang-orang itu diajari bahwa mereka boleh berbuat
dosa sebesar yang mereka mau dan akan tetapi diselamatkan.
Saya
tanyakan pada salah satu dari saudara itu, "Mari bicara secara lebih
spesifik. Apakah maksud Anda itu, jika seorang Kristen melakukan
pembunuhan dan perzinahan, maka dia tetap akan diselamatkan tanpa peduli
apakah dia bertobat atau tidak?" Jawabannya adalah, "Ya, dia akan tetapi
diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak."
Saya harap,
saudara-saudari, silakan Anda nilai sendiri siapa yang menyampaikan
kebenaran berlandaskan Kitab Suci. Jika seseorang bisa menjadi orang
Kristen dan berbuat dosa sebanyak yang dia mau, lalu dia tetap
diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak, maka saya
boleh dikeluarkan dari gereja; saya tidak berminat menjadi bagian dari
gereja yang seperti ini. Akan tetapi, saudara-saudari, sebagaimana yang
telah saya peringatkan kepada Anda, barangsiapa menerima doktrin 'sekali
selamat tetap selamat,' maka nasibnya akan berakhir secara mengerikan.
Dengan air mata, saya memperingatkan Anda. Ajaran ini adalah
penyelewengan dari kasih karunia. Hal inilah yang dimaksudkan di surat
Yudas ayat 4, di mana dikatakan bahwa kasih karunia dari Allah telah
disalah-gunakan untuk pelampiasan hawa nafsu. ('Perversion
/penyalahgunaan' berarti penyelewengan; tindakan mengubah hakekat
aslinya) Hal ini merupakan suatu bencana bagi gereja!
Kemudian
mereka berkata kepada saya bahwa jika saya tidak menyesuaikan diri
dengan doktrin mereka, maka mereka tidak akan mengizinkan saya
berkhotbah. Saya tidak kecewa dilarang berkhotbah.
Saya sudah
sampaikan sebelumnya, dan saya akan sampaikan sekali lagi: Keselamatan
itu sepenuhnya berdasarkan kasih karunia, tak pernah bersumber dari
usaha manusia. Perbuatan-perbuatan baik yang kita kerjakan sebagai orang
Kristen itu dilaksanakan dengan kuasa Allah, oleh Roh Kudus yang bekerja
melalui kita. Itu sebabnya hal ini disebut sebagai buah Roh. Dasarnya
adalah kuasa Allah. Itu bukan hasil kebenaran saya; itu adalah kebenaran
Allah yang bekerja melalui saya. Dan itulah yang disebut kasih karunia!
Kita tidak boleh menyelewengkan makna kasih karunia menjadi kebebasan
untuk berbuat dosa sebanyak mungkin, lalu kasih karunia itu tetap
melekat pada diri Anda. Hal itulah yang diperingatkan oleh Paulus di
dalam Roma 6:2, "Sekali-kali tidak," Allah melarang pemikiran
semacam ini. Namun inilah doktrin resmi di dalam banyak gereja sekarang
ini. Jika orang non-Kristen berbuat dosa, maka dia akan langsung masuk
ke neraka, namun orang Kristen bebas berbuat dosa sebanyak-banyaknya,
dan mereka akan tetap masuk ke surga. Doktrin macam apa ini?
Panitia KKR
berkata kepada saya, "Kalau begitu, berarti kita tidak punya jaminan
keselamatan. Jika kita bisa diselamatkan tetapi juga bisa terhilang
lagi, berarti kita tidak punya jaminan keselamatan."
Saya
menjawab, "Sama sekali tidak benar jika Anda mengenal Firman Allah. Kita
memiliki jaminan keselamatan. Kita memiliki jaminan keselamatan
sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di dalam Roma 8:16 bahwa 'Roh
itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak
Allah.' Jaminan ini lahir dari hubungan yang hidup dengan Allah."
Mereka
ingin diselamatkan tanpa adanya hubungan ini, padahal makna iman
seutuhnya adalah memiliki hubungan yang hidup dengan Allah. Demikianlah,
mereka bahkan siap menyangkal iman dan hakekat iman jika kita tidak
mengartikan 'iman' sebagai sekadar kepercayaan di dalam otak saja, dan
tidak mengaitkannya dengan hubungan yang hidup dengan Allah. Namun
setiap orang Kristen yang sejati, yang memiliki hubungan yang hidup
dengan Allah, memiliki jaminan di dalam hatinya bahwa ia adalah anak
Allah.
Kita juga
masih memiliki jaminan lebih lanjut dalam bentuk disatukannya kita
dengan Allah dalam suatu perjanjian. Setiap kali kita berbuat dosa,
bukan berarti kita telah terhilang. Jika istri Anda menghanguskan nasi,
tentunya hal itu tidak langsung berarti bahwa pernikahan Anda telah
berakhir. Perjanjian itu tidak serta-merta berakhir hanya karena Anda
telah berbuat suatu kesalahan. Selama Anda bertobat dengan setulus hati
atas dosa yang telah Anda buat, maka Allah akan selalu memaafkan.
Tidaklah mudah untuk membatalkan perjanjian karena pembentukannya
sendiri tidaklah mudah. Bukanlah hal yang mudah untuk masuk ke dalam
perjanjian tersebut karena untuk memasukinya, Anda harus memberikan hati
Anda kepada Tuhan. Perjanjian ini bukan sekadar masalah pengakuan yang
asal jadi saja. Dengan demikian, pembatalan perjanjian itu juga bukan
hal yang mudah. Itulah sebabnya kita memiliki jaminan yang luar biasa di
dalam Kristus. Namun di zaman sekarang ini, jaminan tersebut seringkali
diajarkan sebagai sesuatu hal yang diberikan secara sembarangan, hanya
berdasarkan suatu macam pengakuan iman. Demikianlah, iman dan kasih
karunia telah dibuat merosot maknanya.
Sekalipun
pembatalan perjanjian itu bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan hal
yang mustahil. Yesus menegaskan satu syarat yang bisa membatalkan ikatan
pernikahan, dan dasar pembatalan itu adalah perzinahan. Itulah sebabnya,
di dalam Perjanjian Lama, kita temukan adanya pernyataan cerai kepada
umat Israel. Umat Israel digambarkan sebagai umat yang disatukan dengan
Allah. Namun Hosea 2:1 menyatakan, "Dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini
bukan suaminya" karena Israel telah bersalah melakukan perzinahan
rohani.
Paulus
menyatakan dengan tegas di 2 Tim 2:12, "Jika kita menyangkal Dia,
Diapun akan menyangkal kita." Alasan mengapa dia akan menyangkal
kita terdapat di dalam ayat 13 - jika dia tidak menyangkal kita, berarti
dia akan menyangkal dirinya sendiri, padahal dia harus setia pada
dirinya sendiri.
Kita telah
menempatkan Tuhan dalam posisi yang mustahil. Kita telah menjadi tidak
setia, padahal dia harus tetap setia pada karakternya. Perhatikan bahwa
ayat itu tidak mengatakan bahwa dia harus tetap setia kepada kita,
karena jika kita terus berbuat dosa, lalu dia tidak menghakimi kita
akibat dosa-dosa kita, maka dia telah menyangkal hakekatnya yang kudus.
Namun selama kita bertobat dengan setulus hati, maka dia dapat
mengampuni kita, dan dia memang akan mengampuni kita.
Kita baca
di dalam 1 Yoh 1:9 - suatu firman yang sangat berharga, yaitu bahwa
Allah akan selalu mengampuni kita - "Ia adalah setia dan adil" di
dalam mengampuni kita, jika kita benar-benar bertobat dari dosa kita.
Namun tidak ada ajaran di dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa kita
akan diampuni tanpa melakukan pertobatan.
Allah
menjadi saksi bagi saya, bahwa saya telah mengambil sikap yang sangat
terbuka bagi penyelesaian masalah. Saya berkata bahwa saya tidak bisa
menyesuaikan diri dengan doktrin mereka, namun saya bersedia untuk hanya
berkhotbah dengan membahas tentang 'kasih karunia' dan tidak menyentuh
bagian-bagian yang menggangu mereka. Namun ketika saya menyampaikan hal
itu kepada mereka, saya merasa bahwa tindakan ini bisa menjurus ke arah
hal yang tidak setia pada Firman Allah. Ada saatnya ketika orang harus
memilih antara persatuan atau kebenaran, dan ini adalah pilihan yang
sangat sulit. Dalam hal ini, saya memutuskan untuk mengutamakan
persatuan. Namun merekalah yang memutuskan bahwa saya tidak boleh lagi
berkhotbah. Mereka takut bahwa saya nantinya bisa saja mengkhotbahkan
Firman Allah seperti sebelumnya.
Tanpa
kekudusan tidak ada seorang pun yang akan melihat Allah
Lalu pada
hari ketiga saya putuskan untuk meninggalkan KKR itu. Saya sangat sedih
di hadapan Tuhan karena Firman Allah dibungkam di tengah jemaat
sekalipun tidak ada bukti dari Kitab Suci bahwa sesuatu yang salah telah
disampaikan. Saya peringatkan mereka untuk tidak mengambil langkah ini
demi gereja, karena hal ini akan memecah-belah gereja. Orang-orang akan
didesak untuk memilih: apakah mereka akan memihak pada doktrin kasih
karunia, yang berkata bahwa Anda bisa diselamatkan tanpa pertobatan,
atau akan memihak pada Kitab Suci, yang berkata bahwa tanpa kekudusan
tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
Itulah
firman dari Ibrani 12:14, Berusahalah hidup damai dengan semua orang
dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan
melihat Tuhan. Kutipan tersebut adalah bagian dari firman yang saya
sampaikan dalam kebaktian kedua. Alkitab menegaskan kepada kita bahwa
tanpa kekudusan maka tak seorangpun akan melihat Tuhan. Mereka yang "suci
hatinya", kata Yesus, "akan melihat Allah" (Mat 5:8). Saya
tidak bisa menyelewengkan Injil yang telah dipercayakan kepada saya, tak
peduli apapun akibat yang akan terjadi pada diri saya. Anda mungkin
telah dibaptis, telah menjadi orang Kristen selama 50 tahun, namun jika
tidak ada kekudusan di dalam hidup Anda, maka Firman Allah berkata bahwa
Anda tidak akan melihat Allah.
Kekudusan,
kebenaran dan keselamatan itu saling berhubungan
Ada banyak
ayat lain di dalam Kitab Suci yang menunjukkan dengan jelas hubungan
antara kekudusan, kebenaran dan keselamatan.
Di Roma
6:15-16, kita baca,"Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa,
karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih
karunia? Sekali-kali tidak! (16) Apakah kamu tidak tahu, bahwa
apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk
mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik
dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan
yang memimpin kamu kepada kebenaran?" Camkanlah kepedulian
Paulus pada kebenaran. Di dalam ayat 18 dia berkata, "Kamu telah
dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran."
Perhatikan kemunculan kata 'kebenaran' sebanyak dua kali dalam rentang
yang pendek ini. Ayat 19 berbunyi, "Aku mengatakan hal ini secara
manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan
anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang
membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus
menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang
membawa kamu kepada pengudusan." Apakah hasil dari kekudusan?
Ayat 22 berbunyi, "Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari
dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang
membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah
hidup yang kekal." Perhatikan, kesudahan dari kekudusan adalah
hidup yang kekal. Camkanlah bahwa rasul Paulus menghubungkan kekudusan
dengan hidup yang kekal. [Dan itu sama saja dengan mengatakan, tanpa
kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.]
Paulus
menyatakannya lagi di dalam 1 Tes 4:1-8. Perhatikan bahwa saya tidak
mengutipkan satu ayat saja bagi Anda, melainkan keseluruhan perikop ini,
karena mengambil satu ayat saja bisa membuat pemahamannya keluar dari
konteks dengan mudah. Saya ingin agar Anda melihat keseluruhan bagian
bacaan ini. Ada pokok yang sangat penting di sini, mari kita baca dari
ayat 3: Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu
menjauhi percabulan (kebejatan moral), supaya kamu masing-masing
mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam
pengudusan dan penghormatan," Perhatikan bahwa di sini dia berbicara
tentang kehidupan praktis orang Kristen. Ayat 5 berkata bahwa seorang
Kristen di dalam mengambil istri itu, bukan di dalam keinginan hawa
nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah.
Di ayat 6, Paulus berbicara tentang hubungan kita dengan saudara-saudari
seiman di tengah jemaat. Kemudian di ayat 7, dia mengatakan ini, "Allah
memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang
kudus." Dan perhatikanlah apa yang dia sampaikan di ayat 8, "Karena
itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak
Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu."
Paulus berkata bahwa orang yang mengabaikan pengudusan atau kekudusan
berarti sedang mengabaikan Allah.
Mari kita
beralih ke rasul Petrus, dan dia juga menyatakan hal yang sama. Di 1
Petrus 1:14-16, dia berkata, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat
dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama
seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis:
Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." Dia melanjutkan dengan berkata
bahwa kita ini telah ditebus dengan darah Kristus untuk menjalani hidup
yang berkenan di hadapan Allah. Untuk apakah Yesus mati bagi kita? Dia
mati bagi kita agar kita berhenti hidup mengikuti hawa nafsu, hidup
dalam dosa-dosa yang lama, dan masuk ke dalam hidup yang merupakan
persekutuan yang kudus dengan Allah. Di ayat 16 disebutkan, "Kuduslah
kamu, sebab Aku kudus," dan itu adalah suatu perintah. Ini bukanlah
suatu pilihan yang bisa Anda ambil atau Anda abaikan. Kita dijadikan
lahir baru untuk menjadi manusia yang baru, bukan untuk melanjutkan cara
hidup yang lama.
Orang
Kristen - ciptaan baru yang ditenagai oleh Roh Kudus!
Secara
keseluruhan terdapat dua hal penting: pertama, kematian Yesus telah
membebaskan kita dari dosa, sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di
dalam Roma pasal 6, kita ini adalah budak-budak dosa, berada di bawah
kuasa dosa, tangan dan kaki kita terbelenggu oleh dosa. Kematian Yesus
telah membebaskan kita, supaya kita bisa memperoleh pengampunan atas
dosa. Namun Allah lewat kematian Yesus juga melakukan satu hal lagi:
kematiannya telah memungkinkan kita menjadi ciptaan baru. Sisi yang satu
ini tidak boleh diabaikan. Saat kita telah dibersihkan dari dosa, Allah
tidak berkata, "Sekarang kamu sudah diampuni, kamu bebas berbuat apa
saja." Tidak, Allah lewat karya keselamatanNya membebaskan kita dari
dosa supaya kita bisa tetap bebas dari dosa, supaya kita tidak kembali
ke dalam dosa. Namun bagaimana hal ini terjadi? Hanya dengan satu cara:
dengan menjadi manusia baru. Ini adalah suatu tindakan penciptaan baru.
Paulus berkata di dalam 2 Korintus 5:17, "Jadi siapa yang ada di
dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,
sesungguhnya yang baru sudah datang."
Seorang
Kristen yang sejati adalah manusia baru - manusia baru yang diciptakan
menurut gambar kristus, demikian kata Paulus kepada kita di dalam Efesus
2:10, 4:24 dan Kolose 3:10. Paulus secara konstan menekankan fakta bahwa
jika Anda menjadi Kristen, maka Anda menjadi manusia baru seutuhnya.
Manusia baru ini bahkan memiliki cara berpikir yang baru karena dia
memiliki pikiran Kristus (1 Korintus 2:16), dan ada Roh Kudus di dalam
dirinya.
Di dalam
ajaran 'Sekali selamat tetap selamat,' Anda tidak benar-benar
membutuhkan Roh Kudus atau kasih karunia karena memiliki atau tidak
memiliki Roh Kudus tidak ada pengaruhnya pada keselamatan Anda.
Bangkitnya gereja Pentekosta adalah karena menentang hal ini. Tahukah
Anda akan hal itu? Mereka melihat bahwa jika Anda bisa diselamatkan
tanpa harus menjadi kudus, maka Roh Kudus tidak diperlukan. Kaum
Pentekosta melihat kesalahan ini dan segera menegaskan tentang perlunya
Roh Kudus di dalam hidup kita.
Sebenarnya,
jika Anda mengkhotbahkan kasih karunia seperti cara banyak gereja
sekarang ini, berarti Anda sedang mengabaikan kebutuhan akan kasih
karunia. Karena begitu Anda telah menerima Kristus, maka keadaan Anda
akan baik-baik terus untuk selanjutnya. Anda tidak membutuhkan apa-apa
lagi sejak saat itu. Hanya jika kita menerapkan ajaran tentang kekudusan
dengan serius barulah kita mengerti mengapa kita membutuhkan kasih
karunia, karena tanpa kasih karunia Allah dan tanpa Roh Kudus dari
Allah, maka kita tidak akan pernah bisa menjadi kudus. Kita membutuhkan
Roh KudusNya untuk memampukan kita menjalani kehidupan Kristen setiap
waktu.
Renungkanlah Firman Allah dengan cermat karena keselamatan kekal Anda
menjadi taruhannya. Ingatlah firman dari Kitab Suci: Tanpa kekudusan
tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Saya harap Anda renungkan
baik-baik makna kebenaran ini. Jangan membuat kekeliruan karena
keselamatan kekal Anda menjadi taruhannya. Hanya jika Anda memahami
Firman Allah baru Anda bisa mengerti betapa berharganya kasih karunia
itu - dalam hal mengampuni kita dari dosa-dosa kita di masa lalu, dan
dalam hal memampukan kita menjalani kehidupan Kristen, detik demi detik.
Dia mampu menopang kita sampai pada akhirnya. Dia mampu memelihara kita
sampai pada Hari Penghakiman, asalkan, seperti kata Paulus di Kolose
1:23, kita tetap teguh dan tidak bergoncang di dalam kasih karunia
Tuhan.
Saudara-saudari, marilah kita berdoa bagi gereja di zaman sekarang ini.
Allah telah memberi kita tugas untuk menyelamatkan gereja, dan tugas ini
harus kita penuhi. Dunia tidak akan bisa diselamatkan jika gereja tidak
diselamatkan. Sekarang ini, kita perlu menyelamatkan gereja. Kiranya
Allah menganugerahkan kita kasih karunia untuk melakukan hal itu!
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar