(Bagian kedua dari seri pembahasan sistematis pokok keselamatan)
oleh Pendeta Eric Chang
Hari ini, dengan
kasih karunia Allah, saya akan coba untuk menguraikan tentang ajaran
keselamatan, sebagaimana yang diajarkan oleh Firman Allah. Sebagaimana
yang Anda ketahui bahwa terdapat perbedaan ajaran mengenai keselamatan
di dalam gereja masa kini.
Pentingnya
memahami ajaran yang alkitabiah mengenai keselamatan
Lazimnya
gereja-gereja sekarang mengajarkan bahwa jika Anda percaya kepada Yesus
maka Anda diselamatkan. Kita tidak diberitahu apa arti 'percaya' itu dan
juga apa arti 'diselamatkan' itu. Kita hanya diberitahu, "Percayalah
kepada Yesus dan kamu akan diselamatkan." Dan sekali selamat, maka Anda
akan tetap selamat. Dan jika Anda "tetap selamat", maka itu berarti tak
peduli apakah Anda berbuat dosa, meninggalkan Kristus sepenuhnya atau
murtad - semua itu tidak masalah. Tak peduli apakah Anda menjalani hidup
yang kudus atau tidak, Anda akan tetap selamat.
Di konperensi
yang saya sebutkan di pesan yang lalu, saya bertanya kepada mereka yang
mempertahankan ajaran ini, "Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa jika
seseorang menyebut dirinya Kristen lalu melakukan pembunuhan atau
perzinahan, atau segala macam dosa yang Anda ketahui, sekalipun dia
tidak bertobat, maka ia akan tetap diselamatkan?" Menurut mereka,
jawabannya adalah ‘iya.’ Karena sekali selamat akan tetap selamat'.
Itulah ajaran standar gereja sekarang ini.
Doktrin semacam
ini tidak bisa saya terima atas dasar Firman Allah. Sangatlah penting
bagi kita tahu bahwa Firman Allah tidak mengajarkan doktrin semacam itu,
bahwa Anda bisa diselamatkan tanpa pertobatan. Sangatlah penting untuk
dipahami bahwa tanpa kekudusan, tidak ada keselamatan.
Selanjutnya,
dalam beberapa minggu ke depan, saya berniat untuk menguraikan secara
sistematis semua ajaran alkitabiah mengenai keselamatan. Setiap orang
Kristen perlu memahami apa makna keselamatan itu. Tak ada hal yang lebih
tragis daripada orang yang menyangka bahwa dia akan diselamatkan padahal
kenyataannya tidak. Saya tidak mau dituntut untuk mempertanggungjawabkan
akibat dari ajaran semacam itu di Hari Penghakiman nanti.
Di pesan yang
lalu (Keselamatan dan Kekudusan), kami telah menegaskan hubungan penting
antara keselamatan dan kekudusan. Kita lihat dari Ibrani 12:14, dan juga
banyak ayat lainnya, bahwa tanpa kekudusan tidak seorangpun akan
melihat Tuhan. Itu adalah Firman Allah. Tak peduli apapun yang
diucapkan oleh orang-orang, saya minta Anda untuk meneliti apa yang
disampaikan oleh Allah.
Kita akan
melihat Yoh 1:12-13. Dan apa yang kita lihat di sini? "Tetapi semua
orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah,
yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; (13) orang-orang yang
diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara
jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah."
Menjadi seorang
Kristen adalah masalah kelahiran baru. jadi, pertanyaan yang perlu Anda
ajukan adalah, "Bagaimana caranya agar Anda bisa 'dilahirkan kembali'?"
Di gereja-gereja Anda telah banyak mendengar tentang hal 'dilahirkan
kembali', tahukah Anda apa artinya 'dilahirkan kembali'. Selama
bertahun-tahun saya melayani Tuhan, saya telah mendengarkan begitu
banyak khotbah, namun tak satupun dari semua khotbah itu yang
memberitahu saya apa arti 'lahir kembali'. Mereka terus saja berkata,
"Anda harus dilahirkan kembali," tapi tolong beritahu saya apa arti
'dilahirkan kembali' itu?
Di pesan yang
selanjutnya, dengan izin Allah, saya ingin menguraikan lebih dalam lagi
tentang makna 'dilahirkan kembali'. Di pesan hari ini, kita perlu
memahami bagaimana seseorang itu dilahirkan kembali. Ayat 12 berkata,
semua orang yang menerima-Nya, mereka yang percaya dalam nama-Nya,
mereka itulah orang-orang yang menjadi anak-anak Allah. Mereka menjadi
anak-anak Allah dengan cara 'dilahirkan kembali' oleh Roh. Pertanyaannya
adalah: Apakah arti 'menerima Kristus dan apakah arti percaya dalam
namanya'"? Apa arti 'memiliki iman', dan apa juga arti 'iman' itu?
Tiga macam iman
Pertama-tama,
saya ingin agar Anda perhatikan tentang tiga macam hal yang sama-sama
memakai nama 'iman'.
1) Iman yang
diakui di mulut, namun disangkal dalam kehidupan
Pertama, jenis
iman yang terlihat mirip dengan iman, namun sebenarnya bukanlah iman.
Contohnya di dalam Titus 1:16. (Saya akan memberi Anda rujukan-rujukan
ayatnya, supaya jelas bahwa yang sedang kita bahas ini adalah Firman
Allah, bukan pendapat manusia.) Titus 1:16 berkata, "Mereka mengaku
mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia.
Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik."
Gereja hari ini
berkata, "Jika Anda diselamatkan, maka Anda selamat. Tak peduli apakah
ada kekudusan di dalam hidup Anda. Sekalipun hidup Anda tidak
menunjukkan adanya perbuatan baik, hal itu tidak jadi masalah, karena
kita ini diselamatkan oleh kasih karunia, bukan oleh perbuatan baik."
Ini menunjukkan bahwa gereja tidak mengerti apa itu kasih karunia dan
apa itu perbuatan baik. Jika Anda berkata bahwa adanya kasih karunia
berarti Anda tidak perlu menghasilkan buah Roh di dalam hidup Anda, maka
ini menunjukkan bahwa Anda sama sekali belum mengerti apa itu kasih
karunia. (Kita akan kembali lagi pada pokok ini.)
Di ayat Titus
1:16 ini, orang-orang ini mengaku mengenal Allah, tetapi Paulus menolak
pengakuan iman mereka. Mengapa? Karena mereka menyangkal Allah -
walaupun mulut mereka mengakui, namun mereka menyangkal melalui
perbuatan mereka, lewat kelakuan mereka. Ini berarti jika hidup Anda
tidak sesuai dengan pengakuan iman Anda, maka iman Anda itu iman yang
kosong.
Inilah jenis
iman yang oleh rasul Yakobus sebut sebagai 'iman yang mati'. Yak.2.20, "Iman
tanpa perbuatan adalah iman yang kosong." Jadi memang ada jenis iman
yang disebut 'iman'. Ia benar-benar disebut 'iman', namun kosong atau
mati. Iman yang mati tidak bisa menolong siapapun. Itulah pokok utama di
Yakobus pasal 2. Bandingkan Firman Allah dengan jenis ajaran yang
beredar sekarang ini.
Paulus juga
menyampaikan hal yang serupa di 2 Tim 3:5, tentang adanya orang-orang
yang "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada
hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!"
Menurut ayat 2, orang-orang yang harus dihindari adalah orang-orang yang
mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual
dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, dan
seterusnya; akan tetapi orang-orang ini menjalankan semacam ibadah dan
mengaku memiliki iman. Namun Paulus berkata, "Terhadap orang-orang
semacam ini, tak peduli sebesar apa pengakuan mereka tentang keagamaan
mereka, jauhilah mereka!" Paulus tidak mau berurusan dengan
orang-orang semacam itu.
Dari sini kita
mulai melihat adanya suatu perbedaan yang sangat besar antara ajaran
Paulus dengan jenis ajaran yang kita lihat sekarang. Paulus sangat keras
dalam menyikapi setiap orang Kristen yang mengaku beribadah, yang
mengaku memiliki iman di dalam Kristus dan Allah, namun kehidupannya
justru menyangkal pengakuan tersebut. Malahan, Paulus menekankan pokok
yang sama di 1 Korintus 5:11: Tetapi yang kutuliskan kepada kamu
ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut
dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala,
pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah
kamu sekali-kali makan bersama-sama.
Perhatikan
betapa keras sikap Paulus terhadap orang-orang yang mengaku sebagai
orang Kristen, namun yang kehidupannya tidak sesuai dengan pengakuannya.
Namun sikap semacam ini tidak dimiliki orang Kristen sekarang. Bahkan
para penatua gereja ikut-ikutan bermain judi dan sibuk bertengkar satu
dengan yang lain. Karena cinta akan uang, mereka menggelapkan pajak.
Bagi mereka, tidak masalah karena yang diajarkan pada mereka adalah,
"Sekali dia diselamatkan maka dia akan tetap selamat.” Dia bebas
melakukan dosa sebanyak yang dia inginkan. Tidak perlu kuatir. Paulus
sangat keras menghadapi persoalan semacam ini. Dia berkata bahwa jika
Anda menyebut diri Anda seorang saudara seiman, namun Anda melakukan
semua dosa itu, maka dia tidak akan mau berurusan dengan Anda. Dia
bahkan tidak mau makan satu meja dengan Anda. Mengapa? Agar nama Kristus
tidak dipermalukan. Sebab, jika nama Kristus dipermalukan, maka
orang-orang non-Kristen tidak akan mau menjadi Kristen. Bukankah hal
semacam itu yang kita dengar sekarang ini? Orang-orang non-Kristen terus
saja berkata, "Nah, aku sama baiknya dengan orang Kristen!" Dan mereka
benar! Mereka sama baiknya dengan orang Kristen. Itu sebabnya mereka
berkata, "Mengapa aku harus menjadi orang Kristen? Coba lihat
orang-orang Kristen itu!"
Paulus memberi
peringatan kepada orang-orang Kristen di dalam surat kepada jemaat di
Korintus di 1 Kor 6:9, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa
orang-orang yang tidak benar tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Allah?" Yang dia maksudkan dengan orang yang tidak benar adalah
orang-orang yang menjalani hidup yang tidak benar. Lalu dia melanjutkan,
"Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah,
banci, orang pemburit (homoseksual), (10) pencuri, orang kikir,
pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Allah". Namun sekarang, kita diajari bahwa kebenaran itu berarti
kebenaran Kristus dikenakan (impute) pada kita, dan Anda bisa
bersembunyi di balik kebenaran Kristus sambil terus berbuat dosa. Paulus
menolak keras pandangan ini. "Apakah Kristus itu pembuat dosa?" demikian
dia bertanya [Gal 2:17]. Akan tetapi kita menyatakan, "Yah, kita tidak
memiliki kebenaran atas nama pribadi. Kebenaran Kristus dikenakan pada
pada saya dan saya bisa bersembunyi di balik kebenaran itu."
Kebenaran
Kristus itu memang dikenakan pada kita. Kebenaran itu dikenakan pada
kita lewat dua cara: pertama, dengan mengampuni dosa-dosa kita - semua
dosa kita di masa lalu dihapuskan. Akan tetapi itu belum merupakan
keseluruhan dari keselamatan, karena masih ada pokok yang kedua.
Dosa-dosa kita dihapuskan bukan supaya kita bebas berbuat dosa lagi.
Pokok yang kedua adalah: kita dilahirkan kembali. Makna dari ungkapan
'dilahirkan kembali' adalah, "Menjadi orang yang berbeda dari
sebelumnya." Dan jika kita berbeda dari diri kita yang dulu, berarti
kita tidak akan melakukan apa yang pernah kita perbuat dulunya.
Sekarang Anda
tahu mengapa ungkapan 'dilahirkan kembali' itu banyak dipakai namun
tidak dijelaskan. Karena istilah 'lahir baru' atau 'dilahirkan kembali'
itu mempunyai arti adanya suatu perubahan yang utuh di dalam kehidupan.
Bagaimana Anda menjadi baru jika Anda masih seperti yang dulu? 'Lahir
baru' berarti Anda menjadi berbeda - yaitu berbeda dari diri Anda yang
sebelumnya. Kebaruan di dalam diri kita ini dibentuk mengikuti gambar
Kristus, kita menjadi serupa dengan Kristus. Kita tidak serta merta
menjadi baru dalam sekejap mata. Menjadi 'baru' adalah suatu proses.
Keselamatan itu adalah suatu proses. Pembaruan ini adalah suatu proses
yang berkelanjutan. Itulah sebabnya disaat Anda menjadi Kristen, hal itu
tidak berarti Anda langsung sempurna tanpa dosa. Anda masih akan jatuh
ke dalam dosa dari waktu ke waktu. Anda masih akan mendapati bahwa diri
Anda tidak mentaati Allah dari waktu ke waktu. Namun perbedaan yang
penting di sini adalah: setiap kali Anda berbuat dosa, hal itu akan
sangat menyedihkan hati Anda. Perbuatan itu akan sangat menyayat hati
Anda. Sebelumnya, jika Anda berbuat dosa, maka Anda tidak akan peduli.
Namun sekarang, Roh Allah akan menegur Anda atas dosa-dosa Anda,
memperingatkan Anda pada dosa-dosa itu, sehingga Anda bertobat lagi dari
dosa-dosa itu. Anda akan tetap diampuni selagi Anda bertobat (1 Yoh
1:9).
Namun tidak ada
ajaran di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa Anda akan diampuni tanpa
perlu bertobat bertolak belakang dengan doktrin resmi banyak gereja
sekarang.
Jadi, jenis iman
yang pertama adalah, jenis iman yang hanya ada di mulut seseorang; dia
mengaku sebagai orang beragama, dan mungkin saja dia sangat tulus di
dalam pengakuan tersebut. Akan tetapi pengakuan ini tidak dimbangi oleh
adanya perubahan di dalam kehidupannya. Jadi iman semacam ini bukanlah
iman yang menyelamatkan. Ini bukanlah iman yang sejati. Ayat 1 Petrus
1:7 menguraikan tentang kesejatian iman.
2) Iman yang
tulus tetapi tidak utuh
Jenis iman yang
kedua ini memang merupakan iman yang nyata, namun iman ini bukanlah iman
yang utuh. Ada komitmen akan tetapi bukan komitmen yang total. Iman
seperti ini dapat ditemukan di Matius pasal 13. Yesus memberitahu kita
lewat perumpamaan ini bahwa Firman Allah diumpamakan seperti benih yang
ditabur. Matius 13:20 berkata, "Benih yang ditaburkan di tanah yang
berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera
menerimanya dengan gembira." Orang jenis ini menerima Firman Allah
dan dia menerimanya dengan gembira. Tidak ada orang yang bisa mengatakan
bahwa jenis penerimaan Firman Allah yang semacam ini tidak tulus. Dia
bukan sekadar menerima Firman Allah, dia juga menerimanya dengan
gembira. Namun kita lihat di ayat 21 bahwa, saat penganiayaan datang
(ketika persoalan bermunculan), orang ini murtad. Orang ini awalnya
memang menerima Kristus. Dia memang menerima Firman itu, namun di ayat
21 kita diberitahu bahwa orang ini tidak memiliki akar yang dalam, jadi
ketika kesukaran dan persoalan datang, dia murtad.
Di ayat 22, ada
lagi jenis orang Kristen yang mirip dengan itu. Orang ini mendengar
Firman Allah dan menerimanya, akan tetapi kekuatiran dan tipu daya dunia
- kasih pada dunia - mencekik benih itu. Berdasarkan firman di dalam
ayat 21 dan 22, apakah orang ini diselamatkan atau tidak? Orang yang
menerima Firman Allah dengan gembira, apakah dia diselamatkan atau
tidak?
Dikatakan di Yoh
1:12, "orang yang menerima Kristus, mereka yang percaya dalam nama-Nya,
maka orang itu diselamatkan." Jadi kalau demikian berdasarkan ajaran
sekali selamat tetap selamat, berarti orang yang menerima Firman Tuhan
dengan gembira itu akan selamat dan tetap selamat, bukankah demikian?
Mungkin pemegang ajaran ini akan berkata bahwa orang-orang yang murtad
itu mestinya tidak benar-benar menerima Yesus. Bagaimana kita bisa tahu
apakah orang itu benar-benar menerima Yesus atau tidak? Alkitab tidak
menyangkal ketulusan itu. Namun apakah yang menjadi persoalannya?
Masalahnya
adalah bahwa iman itu tidak utuh. Masih ada batu-batunya. Kata 'tanah'
di dalam perumpamaan ini adalah gambaran dari hati. Allah-lah yang
menghancurkan batu-batu itu. Allah bisa menghancurkan batu-batu di dalam
hati kita, akan tetapi kita harus bersedia mengizinkan Dia mengerjakan
hal itu. Dia tidak akan menghancurkan batu-batu di dalam hati kita jika
kita tidak mengizinkan Dia mengerjakannya.
Komitmen kepada
Allah itu harus total atau itu bukan komitmen
Saya ingin
bertanya apakah komitmen Anda kepada Allah itu adalah suatu komitmen
yang total atau tidak. Saya tidak menyangkal ketulusan iman Anda.
Alkitab tidak menyangkal ketulusan Anda dalam menerima Firman Allah
dengan gembira. Namun persoalannya adalah, ketika Anda menerima Firman
itu di dalam hati Anda, apakah Anda membuka segenap hati Anda kepada
Allah? Atau apakah Anda masih menutup beberapa bagian di dalam hati Anda
– masih ada batu-batu. Anda bisa saja menerima Firman Allah, namun
apakah benih semak belukar di dalam hati Anda - benih kecintaan pada
dunia - masih banyak bertaburan di hati Anda? Apakah Anda mengizinkan
Allah untuk menyingkirkan benih semak belukar itu dari dalam hati Anda?
Peringatan yang terdapat di dalam ajaran Yesus di sini adalah bahwa Anda
bisa saja memiliki iman yang tulus, namun karena iman yang tulus itu
tidak utuh, bukan komitmen yang total kepada Allah, akibatnya adalah
bahwa ketika penganiayaan datang, saat kecintaan pada dunia muncul, Anda
akan murtad. Ini berarti bahwa hanya ada satu jenis iman yang menjamin
keselamatan kita dan itu adalah jenis iman yang berupa komitmen total.
Pada akhirnya,
iman yang tidak utuh justru merupakan iman yang sangat berbahaya.
Berbahaya karena ia memang iman namun bukan iman yang utuh. Dan karena
Anda berpikir bahwa Anda memiliki iman, sekalipun iman itu tidak utuh,
Anda mungkin akan menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa Anda akan
baik-baik saja.
Hukuman itu
berat bagi mereka yang hidupnya mempermalukan Tuhan
Ada contoh lebih
lanjut tentang iman yang tulus namun tidak utuh ini. Di Matius 18,
seorang hamba raja, karena keteledorannya membuat dia berhutang
sepuluh ribu talenta kepada raja. Dengan demikian, dia lalu dihukum
dengan sangat keras. Ketika raja memerintahkan untuk menjual dia dan
keluarganya sebagai budak, si hamba ini datang dan memohon pengampunan
kepada sang raja. Di dalam ayat 27, kita diberitahu bahwa majikannya,
sang raja, membebaskan dia, mengampuni dia sepenuhnya.
Ketika si hamba,
si menteri ini, memohon pengampunan, apakah permohonannya itu tulus?
Apakah permohonannya itu murni? Tentu saja, permohonan itu tulus -
segenap hidupnya dipertaruhkan di sana. Saat sang raja mengampuni
hutangnya, apakah pengampunan itu murni? Tentu saja pengampunan itu
murni. Tak ada keraguan mengenai ketulusan di dalam hal permohonan akan
pengampunan dan juga pengampunan yang diberikan ini.
Namun yang
terjadi selanjutnya adalah, hamba ini, lalu mendatangi rekannya sesama
hamba dan berkata, "Bayar hutangmu kepadaku." Ketika rekannya itu tak
mampu membayar, dia meminta agar rekan tersebut dipenjarakan. Lalu apa
yang terjadi? Perkara ini lalu diadukan kepada sang raja. Kemudian raja
memanggil hamba tersebut ke hadapannya dan berkata, "Aku telah
mengampuni semua hutangmu. Bukankah kamu juga seharusnya mengampuni
hutang rekanmu yang tidak seberapa itu? Karena kamu tidak mengampuni
hutang rekanmu itu, maka semua pengampunan yang telah kuberikan kepadamu
itu dibatalkan."
Selanjutnya, apa
yang terjadi pada orang ini? Kita diberitahu bahwa hamba ini diserahkan
kepada algojo-algojo (ayat 34). Hamba ini mendapat hukuman yang jauh
lebih keras lagi. 'Algojo-algojo' berarti para penyiksa yang akan terus
menyiksa dia sampai dia melunasi hutangnya, hal yang jelas mustahil,
atau sampai dia mati, dan ini yang lebih lazim terjadi pada zaman itu.
Hamba ini
benar-benr tulus memohon pengampunan. Dia benar-benar diampuni, akan
tetapi kehidupannya menunjukkan bahwa dia tidak layak atas pengampunan
itu. Dan karena kehidupannya tidak sesuai dengan pengakuannya (dan di
dalam hal ini, bahkan pengakuan yang tulus sekalipun), pengampunan
buatnya dibatalkan.
Perhatikan bahwa
keadaannya yang terakhir ternyata lebih buruk daripada keadaannya
mula-mula. Pada awalnya, di dalam ayat 25, dia hanya akan dijual sebagai
budak bersama anak dan istrinya. Dijual sebagai budak memang sangat
buruk; namun sekarang, hukuman yang harus dia tanggung lebih buruk lagi.
Kali ini, dia diserahkan kepada para algojo. Sama seperti yang dikatakan
oleh Petrus di dalam 2 Pet 2:20, "Akhirnya keadaan mereka lebih buruk
dari pada yang semula."
Paulus berkata
kepada Timotius bahwa seorang Kristen yang tidak hidup selayaknya orang
Kristen adalah lebih buruk daripada orang yang tidak percaya! Dan jika
orang yang mengaku Kristen menjalani kehidupan yang mempermalukan Allah,
yang membuat dia menjadi lebih buruk daripada orang yang tidak percaya,
maka hukuman buatnya akan lebih berat daripada hukuman terhadap orang
yang tidak percaya. Hal ini jelas merupakan kebalikan dari ajaran
"sekali selamat tetap selamat," bukankah begitu? Ayat-ayat ini bukan
saja tidak sejalan dengan ajaran 'sekali selamat tetap selamat,' namun
memberitahu kita bahwa orang yang mengaku sebagai orang Kristen dan
menjalani hidup yang mempermalukan Kristus, hukuman atasnya akan lebih
berat daripada hukuman sebelumnya.
Janganlah kita
menjadikan Firman Allah tidak berlaku demi dogma dan tradisi kita.
Firman Allah telah menegaskan kepada kita, bahwa Anda bisa saja memiliki
iman yang tulus akan tetapi tidak sempurna atau utuh. Dan karena iman
tersebut tidak utuh, Anda mungkin akan menjalankan kehidupan yang
mempermalukan Allah, sehingga pada akhirnya Anda berada dalam posisi
yang sama dengan mereka yang sejak awalnya tidak memiliki iman yang
tulus. Orang yang telah menerima Firman Allah dengan gembira lalu itu
menjadi murtad ketika datang aniaya, dia berpaling dari Allah, apakah
bedanya dia dengan orang yang sejak awalnya tidak memiliki iman yang
tulus? Karena bukankah mereka semua, pada akhirnya, akan menyangkal
Allah di dalam kehidupan mereka?
Pokok ini
membawa kita pada peringatan Paulus pada jemaat di Korintus, di 2 Kor
13:5, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman."
Paulus berkata, "Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus
Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak
tahan uji." Tidak tahan uji ini artinya adalah tidak memenuhi
standar. Ini adalah ucapan yang sangat keras. Ingatlah bahwa dia sedang
berbicara kepada orang-orang Kristen, bukan kepada orang non-Kristen.
"Apakah kamu tetap tegak di dalam iman?" demikian ucapnya kepada jemaat
di Korintus, "Ujilah dirimu."
Sekalipun jemaat
Korintus itu adalah orang-orang percaya, akan tetapi Paulus tetap
berkata kepada mereka, "Telitilah iman macam apa yang kalian miliki.
Apakah itu sekadar iman berdasarkan pengakuan di mulut saja? Atau apakah
itu iman yang tidak utuh, yang hanya akan berakhir sama seperti iman
jenis yang pertama?"
Jadi, iman jenis
yang kedua adalah iman yang tulus akan tetapi iman ini masih harus
bergerak maju menuju komitmen total. Jika ia terhenti dan tidak
melanjutkan ke arah komitmen yang total, maka Kitab Suci sudah memberi
kita peringatan tentang bahaya besar yang menanti di depan. Itulah
sebabnya mengapa Anda menemukan betapa banyak orang yang setelah mereka
mengambil keputusan bagi Kristus di dalam sebuah KKR akhirnya murtad -
karena mereka berhenti di titik itu saja. Mungkin mereka telah membuat
suatu komitmen yang tulus, akan tetapi mereka tidak melanjutkan pada
komitmen yang total.
3) Iman yang
berupa komitmen total
Iman jenis
ketiga adalah iman yang berupa komitmen total. Suatu komitmen total
tidak harus berarti pelayanan full-time. Saya harus terus mengulangi
pernyataan ini karena setiap kali saya berbicara tentang komitmen total,
orang-orang langsung berpikir tentang pelayanan full-time. Komitmen
total adalah sikap hati Anda. Anda bisa saja mengkhotbahkan Injil tanpa
memiliki komitmen yang total. 'Pelayanan full-time' tidak selalu
berarti, atau tidak selalu sama nilainya, dengan 'komitmen total'. Ada
sangat banyak penginjil di zaman sekarang ini yang bukan merupakan
orang-orang yang berkomitmen total. Ada kecintaan pada uang di dalam
hatinya. Ada kecintaan yang besar pada dunia. Dan kita tahu ada banyak
hal yang tidak menyenangkan yang sedang berlangsung di tengah
gereja-gereja. Jadi, komitmen total itu merupakan sikap hati. Pelayanan
full-time ataupun penginjilan itu adalah masalah karunia. Saya berani
berkata bahwa ada banyak jemaat awam di gereja yang bukan saja sebanding
komitmennya, bahkan mungkin malah lebih besar komitmen mereka
dibandingkan kebanyakan pendeta. Jadi, saya harap Anda bisa mengerti
bahwa komitmen total di dalam Alkitab itu mengacu pada sikap hati kita
kepada Allah.
Apakah sikap
hati yang dimaksudkan itu?Ayat di Yoh 1:12, berkata, "semua orang
yang menerima-Nya." Kata yang diterjemahkan dengan istilah
'menerima', di dalam bahasa Yunaninya bisa - atau bahkan lebih baik jika
- diterjemahkan dengan kata 'mengambil'. Malahan, kata ini bisa berarti
'seize (merenggut)' dalam pengertian memakai kekerasan -
merenggut seseorang dengan paksa. Kata yang sama, misalnya, dipakai di
dalam Matius 21:35 dan 39, di mana dalam perumpamaan ini para penggarap
itu menangkap (seize), para hamba yang dikirim oleh sang pemilik
ladang. Jadi, Yoh 1:12 ini bisa kita terjemahkan dengan kalimat, "Semua
orang yang mengambil-Nya, yaitu mereka yang percaya dalam
nama-Nya." Itulah hakekat dari iman. Jika Anda menerima sesuatu,
bagaimana cara Anda menerimanya? Anda akan mengambil apa yang diberikan
kepada Anda itu. Jika saya memberi Anda sesuatu, dan jika Anda ingin
menerimanya, maka Anda harus menggerakkan tangan Anda dan mengambil
pemberian itu. Inilah alasan mengapa ungkapan 'menerima' dan ungkapan
'mengambil/berpegang' itu memiliki makna yang sama.
Di dalam Kitab
Suci, iman selalu memiliki ciri ini, yaitu mengambil atau berpegang
kepada Allah - mengambil atau berpegang pada hidup yang kekal. Iman
diungkapkan secara sangat positif [atau memiliki pengertian yang aktif].
Di sepanjang Kitab Suci, kita temukan para raksasa iman yang merupakan
orang-orang yang selalu berpegang atau bergantung pada Tuhan. "Hatiku
berpaut kepada Tuhan"; aku berpegang padaNya, demikianlah yang
dinyatakan oleh si pemazmur. Jika Anda beriman pada Tuhan, maka Anda
akan berpegang kepadaNya.
Para raksasa
iman 'berpegang/berpaut' kepada Allah
Di Kejadian 32
kita melihat bagaimana Yakub terus 'memegangi' Malaikat Tuhan. Namanya,
sebagai akibat dari peristiwa itu, diganti menjadi Israel, "Sebab
engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang."
Iman adalah kemenangan bersama Allah dan menang atas Allah dalam contoh
ini. Anda bisa berkemenangan dengan cara berpegang teguh padaNya. Banyak
contoh semacam ini di sepanjang Kitab Suci. Sebagai contoh, Abraham,
dengan iman 'berpegang teguh' pada janji-janji Allah; dia 'berpegang
teguh' pada kepribadian Allah. Orang yang memiliki iman yang sejati
adalah orang yang 'berpegang teguh' atau 'berpaut' kepada Allah.
Demikianlah, kita akan temukan terus ungkapan iman ini di sepanjang
Kitab Suci. Ketika Ruth mengungkapkan imannya kepada Allah, dia
'berpaut' kepada Naomi. Di dalam Ruth 1:16, dia berkata, "Allahmu adalah
Allahku." Dia berkata, "Janganlah menyuruh aku untuk meninggalkanmu."
Dia berpegang teguh; dia berpaut.
Ada juga
ayat-ayat yang indah di 2 Raja-raja. Di sini, Elisa 'berpaut' kepada
Elia. Sebanyak tiga kali Elia berkata kepada Elisa bahwa Elisa boleh
meninggalkannya. Kata Elia pada Elisa, "Baiklah tinggal di sini,
sebab TUHAN menyuruh aku ke Betel." (2 Raj 2.2)Namun Elisa menjawab,
"Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku
tidak akan meninggalkan engkau." Hal yang sama dapat dibaca di ayat
4, dan ayat 6. Elia berkata kepada Elisa, "Tinggallah di sini. Aku akan
melanjutkan perjalanan." Namun Elisa selalu menjawab, "Aku tidak akan
meninggalkan engkau." Inilah orang yang beriman. Dia menginginkan
porsi ganda dari Roh Allah. Jika Anda lanjutkan pembacaan Anda, maka
Anda akan temukan bagaimana dia akhirnya menerima Roh Allah, karena dia
menolak untuk meninggalkan Elia - dia berpegang teguh dengan imannya.
Nabi-nabi besar Perjanjian Lama tidak secara tiba-tiba menjadi seorang
nabi. Mereka adalah orang-orang dengan iman yang luar biasa. Terkadang
mereka menunjukkan kelemahan mereka, namun bahkan di dalam kelemahan
mereka itu, mereka 'berpegang teguh' kepada Allah; mereka tidak mau
berpaling.
Itulah iman
berdasarkan pengalaman kita, bukankah demikian? Kadang kala, tekanan
kehidupan ini seperti akan menghancurkan kita. Persoalan kehidupan ini
tampaknya menjauhkan kita dari Tuhan. Kadang-kadang, kita seperti orang
yang sedang karam, dan berada dalam keadaan yang nyaris tenggelam, namun
kita tetap berpaut kepada Tuhan. Seperti kata sang pemazmur, "Aku akan
berpaut padaNya. Jiwaku melekat kepada Tuhan." Si pemazmur ini juga
mengalami banyak persoalan, banyak kesukaran, akan tetapi iman adalah
dasar yang membuatnya tidak berpaling. Dan di dalam keteguhan bertahan
inilah Anda akan mendapati bahwa Allah juga berpegang pada Anda. "Mendekatlah
kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." [Yak 4:8]
Iman yang sejati
berpaut sepenuhnya pada Tuhan
Jadi, gambaran
iman di dalam Alkitab itu ibarat seseorang yang sedang tenggelam. Kata
'keselamatan' itu berarti pertolongan, penyelamatan di tengah bencana,
seperti kapal karam. Ibarat seseorang yang akan tenggelam, namun
berpegang teguh pada perahu penyelamat. Di dalam Alkitab, iman tak
pernah diartikan sekadar berpegang sekali saja kemudian melepaskannya
sesuka hati Anda. Sama bodohnya dengan menganggap bahwa orang yang
sedang mengalami kapal karam, dan karena dia telah memegang perahu
penyelamat itu, maka di bisa sesuka hatinya melepaskan pegangannya pada
perahu itu, karena entah bagimana dia masih akan tetap diselamatkan.
Iman berarti berpegang teguh secara terus menerus kepada Allah. Tak
peduli seberapa lemahnya kita ini, seperti orang yang kapalnya karam -
sudah sangat kelelahan, ketakutan dan lesu - namun dia masih melakukan
satu hal: tetap berpegang teguh. Kita menemukan uraian yang persis
seperti ini di dalam Filipi 3:12, "Aku mengejarnya, kalau-kalau aku
dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus
Yesus." Sudahkah Anda memiliki jenis iman total yang berpegang teguh
sepenuhnya, tanpa syarat, kepada Kristus?
Kata yang
digunakan di dalam Yoh 1:12 ini juga dipakai di Kis 10:43, yakni
mengenai berpegang teguh dalam hal menerima pengampunan dosa. Juga di
Roma 1:5, tentang hal menerima dan berpegang teguh pada kasih karunia.
Dan di Ibrani 4:16, tentang menerima dan berpegang teguh pada rahmat
Allah, yang harus diterima 'dengan segenap kekuatan kita' - mengasihi
Dia dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita - berkomitmen total
untuk berpegang teguh.
Kebesaran iman
menurut Alkitab berkaitan dengan keteguhan iman; iman yang 'berpegang
teguh'. Setiap contoh iman yang besar di dalam Alkitab adalah contoh
tentang keteguhan. Sebagai contoh, perempuan Siro Fenisia yang anaknya
kerasukan setan [Mat 15:22-28]. Perempuan ini datang kepada Yesus dan
memohon agar Yesus menyembuhkan anaknya. Namun dia bukan seorang Yahudi.
Dan pada awalnya, tampaknya, Yesus menolak untuk mendengarkannya. Namun
perempuan ini 'dengan teguh' memohon, dia tidak berhenti sekalipun
menerima jawaban, "Tidak." Kepada perempuan ini, Yesus berkata, "Hai
ibu, besar imanmu." Di manakah letak kebesaran imannya? Persis
terletak pada keteguhannya memohon. Sekalipun jawaban dari Yesus
tampaknya merupakan kata, "Tidak," namun dia terus saja memohon.
Yesus juga
mengajarkan tentang Perumpamaan tentang Hakim yang Tidak Adil [Luk
18:1-18] untuk menguraikan pokok tentang iman ini. Hakim ini sebenarnya
tidak mau mendengarkan permintaan si janda, akan tetapi janda ini terus
saja mendatangi sang hakim, sampai akhirnya dia berkata, "Nah, sebaiknya
aku membela perkaranya, daripada dia terus saja menggangguku."
Juga ada
perumpamaan tentang seorang sahabat yang mengetuk pintu di malam hari
untuk meminta roti [Luk 11:5-8], sahabat ini terus saja mengetuk pintu,
dan berkata, "Berikanlah aku sepotong roti." Kita akan menganggap ini
hal yang tidak tahu malu! Anda tentu tidak akan membangunkan orang lain
di tengah malam! Akan tetapi seperti itulah iman: berpegang teguh.
Orang yang
memiliki iman yang besar adalah orang yang berpegang teguh di dalam
setiap situasi; Anda tidak akan bisa menggoyahkannya. Tak heran kalau
orang semacam ini dijamin untuk diselamatkan. Hal itu tak perlu
dipertanyakan lagi. Orang semacam ini tidak akan tersesat. Itu sudah
pasti. Orang semacam ini, sekali selamat, dia akan tetap selamat. Karena
dia tidak pernah berpaling. Kita harus menjelaskan tentang orang seperti
apakah yang sedang kita bicarakan jika kita berkata, "Diselamatkan."
Orang semacam ini, Anda tidak akan bisa menyingkirkannya dari Tuhan
karena dia akan melekat kepada Tuhan apapun yang terjadi. Dan ketika dia
sedang dalam kelemahan, dia akan berkata, "Tuhan! Pertahankanlah aku!"
Namun, sampai dengan kekuatannya yang terakhir, dia akan terus bertahan
karena dia berkomitmen total. Orang semacam ini adalah seorang anak
Allah. Jadi, kita bisa artikan [Yoh 1:12], "Orang yang menerima-Nya,"
sebagai orang yang berpegang teguh kepada Kristus, "Yaitu mereka yang
percaya dalam nama-Nya." Percaya menurut Alkitab berarti berpegang teguh
kepadanya. Terhadap orang semacam ini, kita baca di dalam Yoh 1:12, "Diberi-Nya
kuasa supaya menjadi anak-anak Allah." Itulah jenis orang yang
'dilahirkan kembali', yang diubahkan. Karena mereka berpegang teguh
kepada Tuhan, maka akan terjadi transformasi dalam hidupnya.
Tindakan
berpegang teguh kepada Tuhan ini sangat bergantung pada kekuatan Tuhan.
Kekuatan dari Tuhanlah yang membantu kita untuk bertahan. Namun di pihak
kita, kita harus memiliki tekad untuk bertahan, yakni bertahan sampai
penghabisan.
Kiranya iman
Anda adalah iman yang benar dan total!
Saudara, saya
harap Anda mengerti apa arti iman yang menyelamatkan itu. Saya harap
tidak ada orang yang akan terhilang pada Hari itu. Jika Anda memiliki
iman yang sebatas pada pengakuan di mulut saja, maka itu akan menjadi
tragedi terbesar Anda. Atau mungkin Anda memiliki iman yang benar, akan
tetapi tidak utuh. Iman yang bukan komitmen total. Artinya, Anda memang
berpegang pada Tuhan untuk jangka waktu sesaat, namun disaat keadaan
mulai sukar, Anda berpaling, Anda murtad. Anda kurang memiliki komitmen
total, yakni tekad untuk bertahan sampai penghabisan, untuk bertahan
dengan kasih karunia Allah, bergantung kepada kekuatanNya. Anda boleh
berkata, "Aku sangat lemah, aku tidak bisa melakukannya sendirian."
Namun kita lihat di dalam Kitab Suci, di sana dikatakan, "TUHAN
membantu dia di ranjangnya waktu sakit" [Maz 41:4]. Sang pemazmur
tidak dapat bertahan dengan kekuatannya sendiri, akan tetapi dia bisa
bertahan dengan kekuatan Allah. Jadi, mari kita miliki iman yang semacam
ini, yaitu komitmen total ini. Dengan demikian, kita akan mengetahui apa
artinya dilahirkan kembali.
Saya juga berdoa
kiranya akan banyak orang yang menjadi para raksasa iman. Anda akan
menang bersama Allah, Seperti Yakub, yang memiliki kehidupan yang
berkemenangan. Jika Anda mau berpegang teguh kepada Allah, dan tidak mau
berpaling, dengan kasih karunia Allah, maka Anda akan kagum melihat apa
yang dikerjakan oleh Allah melalui Anda. Pada awalnya, seolah-olah Dia
berkata, "Tidak," kepada Anda, namun jika Anda berpegang teguh, pada
akhirnya, Dia akan menganugerahi Anda segala-galanya. Orang semacam
inilah yang menyenangkan hatiNya.
Rahasia menjadi
raksasa rohani sangatlah sederhana. Yang sulit adalah menjalankannya.
Rahasia itu sangat sederhana. Jika Anda bisa berpegang teguh kepada
Allah di dalam segala hal, di dalam setiap persoalan kehidupan Anda -
dan Anda bertahan di dalam ketaatan penuh kepadaNya, berpegang pada Dia
- saya beritahu Anda, sungguh ajaib hal yang akan Allah kerjakan melalui
Anda, Anda bahkan tidak bisa membayangkannya.
Saya berpegang
teguh kepada Allah dengan kasih karuniaNya, dan saya yakin bahwa Allah
akan mengerjakan perkara yang ajaib di zaman ini. Saya sendiri sudah
pernah melihat banyak perkara ajaib. Saya masih akan melihat banyak lagi
perkara ajaib, seiring dengan kita berpegang teguh kepadaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar