Henri Nouven
Hidup orang-orang yang menghayati
doa sebagai satu-satunya yang perlu, menunjukkan bahwa tiga "peraturan"
selalu ditaati; membaca sabda Allah secara kontemplatif, mendengarkan
suara Allah dalam keheningan, taat mempercayakan diri kepada seorang
pembimbing rohani. Tanpa Kitab Suci, tanpa saat hening dan tanpa seorang
pun yang mengarahkan kita, maka jalan kita menuju kepada Allah sangat
berat dan bahkan tidak mungkin.
Pertama-tama, kita harus
sungguh-sungguh memperhatikan sabda Alalh sebagaimana tertulis dalam
Kitab Suci. Santo Augustinus bertobat waktu dia menanggapi apa yang
dikatakan oleh seorang anak: "Ambil dan bacalah, ambil dan bacalah".
Waktu dia mengambil Kitab Suci dan
mulai membacanya adalah hal pertama yang harus kita kerjakan untuk
membuka diri kita kepada panggilan Allah. Membaca Kitab Suci tidaklah
semudah seperti kelihatannya karena lingkungan akademis kita membuat
kita cenderung untuk membuat apa saja dan semua saja yang kita baca
sebagai bahan analisis dan diskusi. Tetapi sabda Allah pertama-tama
harus membawa kita kepada kontemplasi dan meditasi. Kita meresapnya;
bukannya memikirkan apakah kita setuju atau tidak, tetapi menemukan
manakah sabda yang langsung disabdakan kepada kita dan menghubungkannya
dengan sejarah hidup pribadi kita. Bukannya berpikir bahwa sabda Allah
itu dapat menjadi bahan yang menarik untuk dialog atau makalah, tetapi
bersedia untuk membiarkan sabda merasuk ke dalam sudut-sudut hati kita
yang paling tersembunyi, ke tempat yang belum pernah disentuh oleh
sabda-sabda apa pun yang lain. Kalau demikian, dan hanya kalau demikian,
sabda dapat menghasilkan buah sebagaimana benih yang ditaburkan dalam
tanah yang subur. Hanya kalau demikian kita sungguh-sungguh dapat
"mendengar dan mengerti" (Mat. 13.23)
Kedua, kita membutuhkan saat hening
di hadirat Allah. Meskipun kita mau menjadikan seluruh waktu kita waktu
bagi Allah, kita tidak akan pernah berhasil kalau kita tidak menyisihkan
barang satu menit, satu jam, satu pagi, satu hari, satu minggu, satu
bulan atau beberapa waktu saja bagi Allah, hanya bagi Dia. Hal seperti
ini menuntut displin yang tinggi dan mengandung resiko karena tampaknya
kita selalu mempunyai seusatu yang lebih mendesak untuk dikerjakan.
Sekadar "duduk" dan "tidak
mengerjakan apa-apa" sering kali lebih menganggu kita daripada melegakan
kita. Tetapi tidak ada jalan lain. Menjadi "tidak berguna" dan diam di
hadirat Allah kita, merupakan unsur hakiki dari segala doa. Pada mulanya
kita sering mendengar suara batin kita sendiri yang tidak tenang lebih
keras dari suara Allah. Kadang-kadang hal semacam ini sangat sulit untuk
dapat ditahan. Tetapi sedikit demi sedikit, dengan sangat pelan, kita
menemukan bahwa saat hening membuat kita hening pula dan memperdalam
kesadaran kita akan diri kita sendiri dan akan Allah.
Lalu dengan cepat kita akan merasa
kehilangan kalau kita tidak dapat menyediakan saat hening ini, dan
sebelum kita sadar sepenuhnya akan hal itu, suatu kerinduan batin tumbuh
dalam diri kita. Kerinduan batin itu mendorong kita secara lebih kuat
untuk masuk ke dalam keheningan dan membawa kita lebih dekat ke titik di
mana Allah berbicara kepada kita.
Membaca Kitab Suci secara
kontemplatif dan saat hening di hadirat Allah saling berhubungan erat
sekali... Sabda Allah mendorong kita untuk masuk ke dalam keheningan;
keheningan membuat kita siap mendengarkan sabda Allah. Sabda Allah
menembus masuk melewati tembok tebal kegaduhan bicara manusia ke dalam
pusat hati kita yang hening; keheningan membuka suatu ruangan di mana
sabda dapat didengarkan.
Tanpa membaca, sabda keheningan
menjadi beku, dan tanpa keheningan sabda kehilangan daya ciptanya. Sabda
mengarahkan kita kepada keheningan dan keheningan kepada sabda. Sabda
lahir dalam keheningan dan keheningan adalah jawaban yang paling
mendalam bagi sabda.
Namun sabda dan keheningan keduanya
membutuhkan bimbingan. Bagaimana kita tahu bahwa kita tidak menipu diri
kita sendiri, bahwa kita tidak sedang mengucapkan kata-kata yang paling
cocok dengan perasaan hati kita, bahwa kita tidak sedang mendengarkan
suara dari khayalan-khayalan kita sendiri? Banyak orang mengutip Kitab
Suci dan banyak pula sudah mendengar suara dan melihat penglihatan dalam
keheningan, tetapi hanya sedikit orang telah menemukan jalannya menuju
Allah.
Siapa yang dapat menjadi hakim
dalam perkaranya sendiri? Siapa dapat menentukan apakah perasaaan dan
pandangannya membawanya ke arah yang benar? Allah kita adalah lebih
besar daripada hati dan budi kita sendiri. Dan kita sangat mudah tergoda
untuk menyamakan keinginan hati kita dan rekaan pikiran kita dengan
kehendak Allah.
Oleh karena itu kita membutuhkan
seorang pendamping, seorang pembimbing, yang menolong kita untuk
membedakan suara Allah dengan suara-suara yang lain yang muncul dari
hiruk-pikuk hidup kita sendiri atau dari kekuatan gelap yang berada di
luar kekuasaan kita. Kita membutuhkan seseorang yang mendukung kita
kalau kita ingin berhenti, melupakan semuanya dan lari dalam
keputusasaan. Kita membutuhkan seseorang yang mengerem kita kalau kita
melangkah terlalu tergesa-gesa ke arah yang tidak jelas atau berlari
dengan kepala mendongak ke tujuan yang kabur. Kita membutuhkan seseorang
yang dapat memberi usul kepada kita kapan kita sebaiknya membaca,
sebaiknya hening, sabda mana yang harus kita renungkan dan apa yang
harus kita lakukan kalau keheningan menjadi menakutkan bukannya
mendatangkan damai.
Reaksi pertama dan yang bisa dalam
hubungan dengan pembimbing rohani ialah: "Pembimbing rohani sulit
didapatkan". Mungkin hal ini betul, tetapi sekurang-kurangnya sebagian
dari alasan kurangnya pembimbing rohnai ialah bahwa kita sendiri tidak
tampil dan memberikan kesan kepada orang lain sedemikian rupa sehingga
penampilan kita dankesan yang kita berikan mengundang mereka untuk
menjadi pemimpin rohani kita. Kalau tidak ada murid yang terus menerus
menuntut guru yang baik, maka tidak akan pernah ada guru yang baik.
Hal yang sama, benar pula untuk
pembimbing rohani. Ada begitu banyak orang, pria dan wanita, yang
mempunyai kepekaan rohani yang besar tetapi kemampuan mereka itu tetap
terpendam karena kita tidak minta tolong kepada mereka. Banyak orang
kiranya akan menjadi bijaksana dan suci bagi kita seandainya kita
mengundang mereka untuk mendampingi kita dalam usaha kita menemukan doa
batin kita.
Seorang pembimbing rohani tidak
harus lebih pandai atau berpengalaman daripada kita.Yang penting ialah
bahwa dia menerima undangan kita untuk membawa kita lebih dekat kepada
Allah dan bersama-sama kita masuk ke dalam Kitab Suci dan keheningan di
mana Allah berbicara baik kepada dia maupun kita.
Dengan demikian, Kitab Suci,
keheningan dan pembimbing rohani adalah tiga petunjuk penting daam
rangka usaha kita menemukan jalan yang paling pribadi untuk masuk ke
dalam hubungan yang mesra dengan Allah. Kalau kita merenungkan Kitab
Suci terus menerus, menyediakan waktu untuk hening di hadirat Allah dan
mau mempercayakan pengalaman-pengalaman kita dalam hal sabda dan
kehenignan itu kepada seorang pembimbing rohani, kita dapat menjaga diri
kita dari bahaya berkembangnya ilusi-ilusi yang baru dan membuka jalan
menuju doa batin.
(Dikutip dari Menggapai
Kematangan Hidup Rohani karya Henri JM Nouven)
mari segera bergabung dengan kami.....
BalasHapusdi ajoqq.club...
segera di add black.berry pin 58CD292C.
WwW-AJoQQ.club| bonus rollingan 0,3% | bonus referral 20% | minimal deposit 15000